#Pertanyaan Tim PH Terdakwa kepada Ahli hukum pidana adalah terkait barang bukti dan saksi yang dijadikan Otmil dalam perkara dugaan penca**lan yang saat ini diadili, sudah pernah dijadikan sebagai barang bukti dalam perkara KDRT dengan Terdakwa maupun korban yang sama#
BERITAKORUPSI.CO -Sidang perkara pidana dugaan pencabulan dengan Terdakwa Lettu Laut (K) dr. Raditya Bagus Kusuma Eka Putra terhadap korban selaku anak tiri Terdakwa atau anak kedua dari pernikahan pertama antara dr. Maedy Christiyani Bawolje, anak mantan Danlantamal III Surabaya tahun 2002 atau sekarang Kodaeral V Surabaya, dengan suami pertamanya yakni AKBP Pol. Hendrik Aswan Aprilian (saat ini bertugas di Mabes Polri). Sedangkan Terdakwa Lettu Laut (K) dr. Raditya Bagus Kusuma Eka Putra adalah suami ketiga dr. Maedy Christiyani Bawolje yang menikah tahun 2021 setelah dr. Maedy Christiyani Bawolje bercerai dengan suami keduanya pada tahun 2017 lalu, kembali disidangkan di Pengadilan Militer III-12 Sby, Rabu, 10 September 2025 dengan agenda mendengarkan keterangan ahli hukum pidana yang dihadirkan oleh Oditur Militer (Otmil) III-11 Sby, dan dua orang saksi meringankan dihadirkan Tim Penasehat Hukum Terdakwa
Ahli yang dihadirkan Otmil Mayor CHK Kurnia, SH (atau yang sidang Otmil Letkol CHK Yadi Mulyadi) dari Otmil III-11 Surabaya adalah Dr. Sholahuddin, SH., MH selaku ahli hukum, Filsafat Hukum dan Kriminologi dari Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara (Ubhara) Surabaya
Sedangkan dua orang saksi meringankan yang dihadirkan Tim Penasihat Hukum Terdakwa dari Yayasan LBH Wira Yuda Jakarta yang terdiri dari Brigjen TNI (Purn) S. Samsul, SH., MH,; Kolonel (Purn) Misdin Simarmata, SE., SH;, Kolonel (Purn) Raden Hudi Pumomo, SH. M.Hum,; Kolonel (Purn) Bhumi A, SH., MH,; Letkol (Purn) Rudi Sangadji, SH., MH dan Letkol (Purn) Suharno, SH., MH dan dari Lanmar (Pangkalan Korps Marinir) Surabaya yakni Letda TNI AL Dadang dan Finistri Noor adalah Djunaedi Abdullah, adik kandung Hidayati selaku ibu kandung dr. Maedy Christiyani Bawolje serta salah seorang guru di salah satu SMA Swasta di Surabaya.
Baca juga :
Benarkah Lettu Laut (K) dr. Raditya Bagus Kusuma Eka Putra Melakukan Pen**bulan Terhadap Anak Tirinya (18) Hingga Kembali Diadili Di Dilmil III-12 Surabya? - https://www.beritakorupsi.co/2025/08/benarkah-lettu-laut-k-dr-raditya-bagus.html
Kehadiran Djunaedi Abdullah sebagai saksi yang meringankan untuk Terdakwa dalam persidangan di Pengadilan Militer III-12 Sby kali ini (Rabu, 10 September 2025), adalah untuk yang kedua kalinya. Sebab sebelumnya atau pada sidang perkara KDRT, Djunaedi Abdullah dan Hoesniati, adik kandung Hidayati selaku ibu kandung dr. Maedy Christiyani Bawolje juga hadir sebagai saksi yang meringankan untuk Terdakwa Lettu Laut (K) dr. Raditya Bagus Kusuma Eka Putra
Sedangkan saksi yaitu salah seorang guru di salah satu SMA Swasta di Surabaya yang dihadirkan Tim Penasihat Hukum Terdakwa adalah terkait kasus hubungan antara salah seorang siswanya laki-laki dengan korban atau anak tiri kedua Terdakwa Lettu Laut (K) dr. Raditya Bagus Kusuma Eka Putra atau anak kedua dari pernikahan pertama antara dr. Maedy Christiyani Bawolje dengan suami pertamanya yakni AKBP Pol. Hendrik Aswan Aprilian, yang pernah diselesaikan di sekolah secara kekeluargaan oleh orang tua siswa laki-laki dengan siswi perempuan (korban) yang diwakili (Terdakwa) Lettu Laut (K) dr. Raditya Bagus Kusuma Eka Putra atas permintaan dr. Maedy Christiyani Bawolje dengan mantan suaminya, AKBP Pol. Hendrik Aswan Aprilian pada tahun 2021 sebelum pernikahan ketiga antara dr. Maedy Christiyani Bawolje dengan Terdakwa berlangsung juga di tahun 2021 Sementra persidangan yang berlangung di ruang Sidang Utama Pengadilan Militer III-12 Surabaya, Rabu, 10 September 2025 diketuai Majelis Hakim yang juga Ketua Pengadilan Militer III-12 Sby Kolonel Laut (H) Amriandle, SH., MH dengan dibantu dua Hakim anggota yaitu Letkol CHK M. Arif Sumarsono, SH., MH dan Mayor Laut (H) Mirza Ardiyansah, SH., MH., MA serta Panitra Letnan Satu Destri Prasetyoandi, SH., MH
Dalam persidangan kepada Majelis Hakim, Dr. Sholahuddin, SH., MH selaku ahli hukum, Filsafat Hukum dan Kriminologi dari Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara (Ubhara) Surabaya, menjelaskan bahwa kekerasan dan memaksa adalah berbeda
"Kalau kekerasan itu misalnya ada bekas kuku, cengkraman atau tangan masuk ke kenaluan perempuan," kata Dr. Sholahuddin, SH., MH
Saat Otmil Letkol CHK Yadi Mulyadi menanyakan Ahli terkait tangan korban yang menepis (dengan memperagakan) perbuatan Terdakwa, apakah itu kekerasan atau memaksa, menurut Ahli bahwa itu adalah memaksa
Baca juga :
Sidang Perkara KDRT Di Dilmil III-12 Sby, PH Terdakwa Ungkap Fakta Mengejejutkan Saat Membacakan Pledoi - https://www.beritakorupsi.co/2024/12/sidang-perkara-kdrt-di-dilmil-iii-12.html
Sidang Perkara KDRT Di Dilmil III-12 Sby, Terdakwa Lettu Laut (K) dr. Raditya Bagus Kusuma Eka Putra Divonis 6 Bulan Penjara Dengan Percobaan 8 Bulan - https://www.beritakorupsi.co/2025/01/sidang-perkara-kdrt-di-dilmil-iii-12.html
Sementara pertanyaannya Tim PH Terdakwa kepada Ahli adalah terkait alat bukti yang sudah pernah dijadikan sebagai alat bukti dalam perkara lain dan keteangan saksi yang hanya mendengar cerita dari korban. Menurut Ahli bahwa itu tidak relevan
Ahli menjelaskan terkait barang bukti kapan ditemukan, bagiamana ditemukan dan kapan ditemukan. "Kalau alat bukti itu ditemukan sebelum ada penyidikan itu tidak relevan," ucap Dr. Sholahuddin, SH., MH
"Saksi itu yang mendengar, melihat dan merasakan peristiwa," lanjut Dr. Sholahuddin, SH., MH
Pertanyaan Tim PH Terdakwa kepada Ahli bukan tidak beralasan. Sebab barang bukti yang dijadikan Otmil dalam perkara dugaan penca**lan yang saat ini diadili, sudah pernah dijadikan sebagai barang bukti dalam perkara KDRT dengan Terdakwa maupun korban yang sama
Sementara Saksi yang dihadirkan Otmil dalam perkara dugaan penca**lan maupun perkara KDRT adalah korban, ibu dan kakak kandung korban serta tante atau adik ibu kandung korban yang hanya mendengar cerita dari korban sendiri pada tahun 2021 lalu, dan kemudian kejadian itu barulah dilaporkan pada tahun 2024 bersamaan dengan kasus KDRT
Lalau pertanyaannya adalah, apakah Majelis Hakim Pengadilan Militer III-12 Sby berani memvonis bebas atau lepas Terdakwa Lettu Laut (K) dr. Raditya Bagus Kusima Eka Putra dalam perkara dugaan penca**lan, atau Terdakwa akan tetap divonis bersalah seperti dalam perkara sebelumnya sekalipun alat bukti dan saksi yang dijadikan Oditur Militer tidak relavan seperti yang dijelaskan ahli ? Pertanyaan selaanjutnya adalah terkait kehadiran KY (Komisi Yudisial) Perwakilan Jawatimur maupun LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban) yang hadir untuk memantau persidangan. Apakah kedua lemabaga ini menerima laporan bahwa persidangan yang berlangsung tidak sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku tentang hukum acara pidana Militer? Atau agar Majelis Hakim Pengadilan Militer III-12 Sby tetap menghukum Terdakwa dengan pidana penjara sekalipun alat bukti dan saksi yang dijadikan Oditur Militer tidak relavan seperti yang dijelaskan ahli ?
Sementara Tanggapan Tim PH Terdakwa terkait keterangan Ahli menjelaskan, bahwa keterangan ahli yang dihadirkan Otmil justru menguatkan dalil dalil PH Terdakwa, dimana disebutkan bahwa setiap dakwaan harus terpenuhi minimal dua alat bukti yang sah sebagaimana disebut dalam KUHAP dan UU No 31 tahun 1997 tentang Peradilan Militer
"Sehingga dakwaan dugaan tindak pidana pencabulan Padal 289 KUHP tidak mencukupi alat bukti yang sah. Perkara ini dibawa kepersidangan, dan sesuai kewenangan penuntut umum pada Oditur sepatutnya menuntut bebas atau lepas dari dakwaan," ujar salah seorang dari Tim PH Terdakwa
Lebih lanjut dijelaskan, adapun keterangan saksi 2, saksi 3 dan saksi 4 pada keterangannya sebelumnya tidak dapat dijadikan sebagai alat bukti, karena tidak terpenuhinya kriteria sebagai alat bukti, sebab hanya mendengar tidak melihat dan tidak mengalami sendiri peristiwa dugaan pencabulan yang hanya berdasarkan cerita dari saksi korban.
"Sebagaimana putusan MA No 65 tahun 2010 menyebutkan bahwa saksi merupakan testimonium de auditu yg tidak bisa dijadikan sebagai keterangan saksi dan alat bukti yang sah. Sehingga tidak terdapat adanya saksi fakta atas dugaan pencabulan perkara aquo sebagaimana diperkuat oleh Ahli pidana dalam persidangan," ujarnya.
"Mengenai perluasan alat bukti sbagaimana dalam putusan MK tahun 2010 tidak terpenuhi untuk dijadikan alat bukti petunjuk karena tidak didukung dengan keberadaan alat bukti VeR atau bukti-bukti fisik sebagai bukti terjadinya perbuatan pidana pencabulan," lanjutnya.
Penulis : Jentar
Posting Komentar
Tulias alamat email :