- Sabtu, 25 Oktober 2025
______________________________
Di negeri yang terus bicara tentang pembangunan dan kemajuan, Korupsi justru menjelma menjadi cermin retak dari moral bangsa. Setiap tahun, kasus baru muncul, wajah-wajah baru terseret, dan angka kerugian negara kembali mencengangkan. Seolah integritas telah menjadi barang langka — atau lebih tepatnya, komoditas yang bisa diperjualbelikan di pasar kekuasaan.
Meski Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tetap berdiri sebagai simbol harapan, taringnya kerap tumpul di hadapan kepentingan politik. Skor Indeks Persepsi Korupsi (IPK) 2024 yang hanya mencapai 37 dari 100, menandakan bahwa penyakit lama ini belum juga menemukan obat mujarabnya. Transparansi hanyalah kata, bukan komitmen; dan hukum, sering kali berhenti di ruang sidang, bukan di nurani mereka yang berkuasa.
Praktik gratifikasi, suap, dan penyalahgunaan jabatan kini tak lagi dilakukan dengan sembunyi-sembunyi. Ia berjalan di ruang terang, di tengah publik yang semakin terbiasa melihat pejabat digiring ke pengadilan tanpa lagi terkejut. Yang lebih menakutkan bukan hanya pelaku korupsi, tapi masyarakat yang mulai menganggapnya sebagai hal lumrah — kebusukan yang diterima sebagai bagian dari sistem.
Sebagaimana aku tulis dalam banyak liputan sebelumnya, korupsi di negeri ini bukan sekadar pelanggaran hukum; ia adalah pengkhianatan terhadap masa depan rakyat. Ia merampas hak orang miskin, menggerogoti kepercayaan publik, dan menodai cita-cita kemerdekaan yang seharusnya menyejahterakan seluruh bangsa.
“Korupsi bukan sekadar tindak pidana, tapi tanda bahwa nurani kita sedang sekarat.” - Jentar. S
Pemberantasan korupsi di Indonesia kini membutuhkan lebih dari sekadar lembaga dan regulasi. Ia memerlukan keberanian — keberanian untuk berkata tidak pada kompromi, menolak godaan jabatan, dan menegakkan hukum tanpa pandang bulu. Karena tanpa integritas, bangsa ini hanya akan terus berjalan dalam lingkaran busuk yang sama, dengan nama-nama baru dan modus yang sedikit berbeda.
Di negeri yang terus bicara tentang pembangunan dan kemajuan, Korupsi justru menjelma menjadi cermin retak dari moral bangsa. Setiap tahun, kasus baru muncul, wajah-wajah baru terseret, dan angka kerugian negara kembali mencengangkan. Seolah integritas telah menjadi barang langka — atau lebih tepatnya, komoditas yang bisa diperjualbelikan di pasar kekuasaan.
Meski Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tetap berdiri sebagai simbol harapan, taringnya kerap tumpul di hadapan kepentingan politik. Skor Indeks Persepsi Korupsi (IPK) 2024 yang hanya mencapai 37 dari 100, menandakan bahwa penyakit lama ini belum juga menemukan obat mujarabnya. Transparansi hanyalah kata, bukan komitmen; dan hukum, sering kali berhenti di ruang sidang, bukan di nurani mereka yang berkuasa.
Praktik gratifikasi, suap, dan penyalahgunaan jabatan kini tak lagi dilakukan dengan sembunyi-sembunyi. Ia berjalan di ruang terang, di tengah publik yang semakin terbiasa melihat pejabat digiring ke pengadilan tanpa lagi terkejut. Yang lebih menakutkan bukan hanya pelaku korupsi, tapi masyarakat yang mulai menganggapnya sebagai hal lumrah — kebusukan yang diterima sebagai bagian dari sistem.
Sebagaimana aku tulis dalam banyak liputan sebelumnya, korupsi di negeri ini bukan sekadar pelanggaran hukum; ia adalah pengkhianatan terhadap masa depan rakyat. Ia merampas hak orang miskin, menggerogoti kepercayaan publik, dan menodai cita-cita kemerdekaan yang seharusnya menyejahterakan seluruh bangsa.
“Korupsi bukan sekadar tindak pidana, tapi tanda bahwa nurani kita sedang sekarat.” - Jentar. S
Pemberantasan korupsi di Indonesia kini membutuhkan lebih dari sekadar lembaga dan regulasi. Ia memerlukan keberanian — keberanian untuk berkata tidak pada kompromi, menolak godaan jabatan, dan menegakkan hukum tanpa pandang bulu. Karena tanpa integritas, bangsa ini hanya akan terus berjalan dalam lingkaran busuk yang sama, dengan nama-nama baru dan modus yang sedikit berbeda.
_____________________________________
Redaksi BERITAKORUPSI.CO berkomitmen untuk terus mengawal transparansi publik, memperjuangkan integritas, dan melawan segala bentuk penyalahgunaan kekuasaan di Indonesia.
"Mengungap Fata , Menegakkan Integritas."

Posting Komentar
Tulias alamat email :