0
#PH terdakwa : Tentang Perda, Gubernur Jatim harus ikut bertanggung jawab#


 beritakorupsi.co – Lagi-lagi alasan jadi JC (Justice Callubalator) bagi terdakwa Korupsi suap Operasi Tangkap Tangan (OTT) menjadi hal yang meringankan untuk ancaman pidana penjara.

Pemberian gelar JC oleh KPK terhadap terdakwa Korupsi, karena dianggap memberikan keterangan dan data yang signifikan serta keterlibatan pihak lain.

Anehnya, mengapa setelah terdakwa terseret dalam kasus Korupsi, baru bersedia membeberkan keterlibatannya dengan pihak-pihak lain, mengapa tidak sejak awal ? Apakah alasan karena takut kehilangan jabatan yang diberikan Gubernur ?.

Lalu, apakah KPK akan menyeret pihak-pihak lain seperti yang disampaikan terdakwa atau saksi-saksi lainnya dalam persidangan ke Pengadilan Tipikor untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya dihadapan hukum, atau hanya sebatas terdakwa saja dengan berbagai pertimbangan ? 

Seperti terdakwa Rohayati, Plt. Kepala Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur, yang yang terjaring dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) karena kasus suap ke Komisi B DPRD Jatim, dituntut ringan dengan pidana penjara 1 tahun dan 6 bulan oleh JPU KPK, pada Jumat, 14 Oktober 2017.

Pertimbangan JPU KPK menuntut pidana ringan terhadap terdakwa Rohayati, karena permohonannya menjadi JC dikabulkan. Sebelumnya, gelar JC ini juga diberikan KPK terhadap 2 terdakwa suap lainnya pada minggu lalu dengan tuntutan pidana ringan bagi terdakwa Bambang Heriyanto (Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan, Jatim) berssama Anang Basuki Rahmat.

JPU KPK menilai, bahwa terdakwa Rohayati selaku Plt. Kepala Dinas Peternakan Jatim ini, terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut, terkait dugaan pemeberian suap setoran triwulan dan komitmen fee atas pengawasan anggaran 2017 dan revisi Perda No 3 Tahun 2012 ke Komisi B DPRD Jatim.

Surat tuntutan itu dibacakan JPU KPK Budi Nugraha, Atti Novianti, Muhammad Ridwan Dandito  dan Jaelani dari KPK, dalam persidangan dengan ketua Majelis Hakim Rochmat. Sementara terdakwa didampingi Penasehat Hukum (PH)-nya Ari Nizam dkk.

Dalam surat tuntutannya dihadapan Majelis Hakim, JPU menyatakan bahwa terdakwa Rohayati terbukti secara sah dan meyakinkan sebersalah melakukan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diantur dan diancam dalam pasal 5 ayat (1) huruf a UU RI No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana jo pasal 65 ayat (1) HUKPidana.

“Meminta kepada Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Suarabaya yang menangani perkara ini, untuk menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Rohayati dengan pidana penjara selama 1 tahun dan 6 bulan penjara, serta pidana denda sebesar Rp 50 juta subsider tiga bulan kurungan dikurangi masa tahanan yang telah dijalani terdakwa dengan perintah tetap ditahan,” ucap JPU KPK

Usai persidangan, terkait keterlibatan pihak lain dalam kasus suap oleh terdakwa kepada komis B DPRD Jatim, dimana para anggota Komisi B juga “menikmati uang haram” dari terdakwa, JPU KPK Budi Nugraha mengatakan, akan menunggu hasil putusan dari Majelis Hakim.

“Nanti kita lihat dulu putusan Majelis Hakim. Kalau uang yang diberikan oleh terdakwa sebesar Rp 175 juta. Yang 75 juta unutuk triwukan dan yang 100 itu terkait revisi perda,” ujar JPU KPK.

Sementara PH terdakwa Rohayati, Ari Nizam mengatakan, bahwa kasus suap yang dilakukan terdakwa bukan inisiatifnya, melainkan ada serangkaian yang harus diungkap. Selain itu, Ari juga mengatakan, bahwa pemerintah daerah harus ikut bertanggung jawab. Alasannya, karena anggaran dan Perda dibahas dan disahkan oleh Pemerintah Daerah bersama dengan Dewan.

“Pertama, ini (dugaan pemberian suap) kan bukan inisiatif beliau. Ada serangkaian yang harus diungkapkan dalam persidangan nanti. Ini kan enggak mungkin satu orang pelakunya tetapi ada banyak orang. Dan uang itu atas permintaan oleh Ketua Komisi B DPRD Jatim dan itu diakui Mochamad Basuki alam persidangan,” kata Ari.

“Terkait anggaran dan revisi Perda, apakah itu hanya tanggung jawab terdakwa atau Gubernur ikut bertanggung jawab ?,” tanya wartawan ini.

“Ia dong. Jajaran pemerintah harus bertangguung jawab. Dinas Peternakan ini kan bukan milik perseorangang milik pemerintah, eksekutif. Saya berharap, apakah itu dari Kejaksaan Tinggi atau KPK, silahkan. Fakta ada yang terungkap dalam persidangan,” jawab Ari

Jauh sebelumnya, pada tanggal 23 Juni 2017, Gubernur Jatim Sukarwo, dengan tegas mengatakan kepada wartawan media ini, bahwa kasus yang menyeret 2 Kepala Dinas Provinsi Jatim dalam kasus suap DPRD Jatim, tidak ada kaitannya dengan pengawasan dan perda oleh Komisi B DPRD Jatim.

Lalu, siapa yang benar ? apakah pernyataan orang nomor satu di Jatim ini atau, fakta dalam persidangan, dimana terdakwa mengakui, adanya revisi perda No 3 tahun 2012 yang sudah diajukan sebelum dirinya dilantik pada Desember 2016 ?

Padah hal, kasus yang menjerat terdakwa Rohayati hingga “diringkus” KPK, terkait pemberian sejumlah uang melalui Rahman Agung, kepada Moh. Ka’bil Mubarok (Wakil Ketua Komis B DPRD Jatim) sebesar Rp 75 juta dan Moh. Basuki (Ketua Komis B DPRD Jatim) sebesar Rp100 juta, atas pengawasan pelaksaan anggaran APBD Tahun Anggaran 2017 di Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur, dan revisi Perda No 3 Tahun 2012. Hingga “melahirkan” adanya kesepakatan, antara Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur dengan komisi B DPRD Jatim mengenai, adanya iuran sebagai kewajiban yang harus dipenuhi selama satu tahun anggaran sebesar Rp 500.000.000, yang sudah disepakati dengan Kepala Dinas Peternakan sebelumnya.

Total uang yang akan diterima Komisi B DPRD Jatim dari 10 SKPD (Kepala Dinas) selama tahun 2017 diperikaran sebesar Rp 3,07 milliar

Pemberian uang tersebut dilakukan setiap 3 bulan sekali, atau triwulan kepada komisi B DPRD Jatim melalui Moh. Ka’bil Mubarok selaku Wakil Ketua dengan maksud, agar komisi B DPRD Jatim dalam melakukan evaluasi triwulan, tidak mempersulit Dinas Peternakan Provinsi Jatim terhadap pelaksanaan APBD Tahun Anggaran 2017 tidak berdampak kepada alokasi anggaran Dinas tahun 2018.

Pada sekitar bulan Februari 2017, terdakwa dihubungi oleh Muhammad Ka’bil Mubarok melalui pesan pendek (SMS), memperkenalkan diri sebagai wakil ketua komisi B DPRD Jatim. Kemudian terdakwa dihubungi oleh Muhammad Ka’bil Mubarok melalui telepon, adanya komitmen iuran triwulan pertama dari Dinas peternakan untuk komisi B.

Pada akhir bulan Maret 2017, terdakwa memanggil sekretaris Dinas Peternakan dan beberapa Kepala Bidang, diantaranya Juliani Poliswari, selaku Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Veteriner,; Diana Devi, selaku Kepala Bidang Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan,; Muhammad Cahyono, selaku Kepala Bidang Pembibitan Pakan dan Produksi Peternakan, serta Kusdiarto, selaku Kepala Unit Pelayanan Teknis (UPTD) Inseminasi Buatan.

Dalam rapat tersebut, terdakwa Rohayati meminta agar para Kabid dan kepala UPTD, mengumpulkan uang iuran triwulan pertama Dinas Peternakan Provinsi Jatim, yang akan diberikan kepada komisi B, yang terkumpul sebesar Rp 75 juta.
 

Pada tanggal 20 Maret 2017, sebelum dilaksanakan rapat dengar pendapat antara Dinas Peternakan dengan komisi B DPRD Jatim, terkait pelaksanaan kegiatan triwulan pertama APBD Tahun Anggaran 2017 Dinas Peternakan Provinsi Jatim, terdakwa memerintahkan Siti Aisyah, selaku staf terdakwa untuk memberikan amplop berwarna coklat yang berisi uang sebesar Rp 75 juta Kepada Rahman Agung, selaku staf komisi B DPRD Jatim sebagaimana permintaan Moh. Ka’bil Mubarok

Setelah pemberian uang tersebut, dilakukan hearing antara Dinas Peternakan dengan komisi B DPRD Jatim, terkait pelaksanaan kegiatan triwulan pertama Dinas Peternakan Provinsi Jatim dan dalam pelaksanaannya, hearing tersebut berjalan lancar, dikarenakan komisi B DPRD Jatim tidak mempermasalahkan pelaksanaan kegiatan triwulan pertama di Dinas Peternakan.

Pemberian uang oleh terdakwa Rahayati terhadap Ketua Koamis B DPRD Jatim terkait pula, penyusunan revisi Perda Nomor 3 tahun 2012 tentang pengendalian ternak sapi dan kerbau betina pada Dinas Peternakan.

Terdakwa Rohayati selaku Plt. Kepala Dinas Peternakan, juga mengetahui adanya rencana revisi Perda Nomor 3 tahun 2012 tentang pengendalian ternak sapi dan kerbau betina, yang diajukan oleh Biro Hukum Pemerintah Provinsi Jawa Timur, atas inisiatif DPRD Jatim dengan tujuan, agar tidak menghambat Birokrasi dan perizinan investasi ternak sapi dan kerbau betina di Jawa Timur

Untuk Menindaklanjuti rencana revisi Perda Nomor 3 tahun 2012 tentang pengendalian ternak sapi dan kerbau betina, terdakwa membuat surat yang ditujukan kepada Ketua Komisi B DPRD Jatim, sebagai tindak lanjut surat yang pernah dibuat oleh Kepala Dinas Peternakan sebelumnya yaitu, Maskur kepada Gubernur Jawa Timur, tanggal 25 Juli 2016 dan surat yang dibuat oleh Plt. Kepala Dinas Peternakan, Mohamad Samsul kepada Gubernur Jawa Timur, tanggal 26 Oktober 2016 yang intinya, meminta dilaksanakannya revisi terhadap pasal 20 ayat (30), pasal 27 dan pasal 34 sebagaimana tertuang dalam Perda Nomor 3 tahun 2012 tentang pengendalian ternak sapi dan kerbau betina.

Pada Pebruari 2017, sebagai tindak lanjut dari rencana penyusunan revisi Perda Nomor 3 tahun 2012 Dinas Peternakan Jatim, terdakwa Rohayati, Juliani Poliswari, Wemmi Niwamawati, Mitro Nurcahyo dan Fitri Istiana, membuat kajian akademis terkait pembahasan revisi Perda tersebut guna pembahasan dengan pihak komisi B DPRD Jatim.

Pada tanggal 6 - 8 Pebruari 2017, diadakan kunjungan kerja komisi B DPRD Jatim dengan Dinas Peternakan ke Komisi VI DPR RI dan Direktorat Jenderal Peternakan, Kementerian Pertanian (Kemenpan) RI di Jakarta, yang salah satu agendanya adalah, melakukan konsultasi dengan DPR RI dan Dirjen Peternakan Kementan RI terkait, Peraturan Menteri Peternakan Republik Indonesia Nomor 16/Permenpan/PKTJ/440/5/2016 dan Permentan Nomor 49/Permenpan/3.440/10/ 2016 tentang pemasukan ternak Ruminansia besar, dan ke wilayah negara RI.

Pada bulan Maret 2017, Juliani Poliswari, melaporkan kepada terdakwa Rohayati, terkait adanya permintaan sejumlah uang oleh komisi B DPRD Timur, untuk pembahasan revisi Perda Nomor 3 tahun 2012. Ternyata, Tidak hanya Juliani Poliswari yang dihubungi oleh Ketua Komis B Moh. Basuki, meliankan terdakwa sendiri, yang menyatakan kepada terdakwa bahwa, “pembahasan revisi Perda harus ada dananya, masa cuma bahas-bahas thok”, dan terdakwa diminta oleh Moh. Basuki, untuk menghubungi dan berkonsultasi dengan Pranaya Yudha, terkait besaran uang yang harus disediakan oleh Dinas Peternakan, agar dilakukan pembahasan revisi Perda tersebut.

Pada Tanggal 18 Mei 2017, terdakwa menelepon Juliani Poliswari dengan mengatakan, bahwa Moh. Basuki beberapa kali menelepon yang  menanyakan, tentang realisasi pemberian uang dari pihak Dinas Peternakan terkait pembahasan revisi Perda Nomor 3 tahun 2012 tersebut, kemudian Juliani Poliswari  menjawab, akan mencoba menanyakan terkait besaran jumlah uang yang harus direalisasikan kepada Santoso, salah satu staf Komisi B DPRD Jatim, dan terdakwa akan mendiskusikannya pada saat rapat dengar pendapat atau herring lanjutan dengan pihak komisi B DPRD Jatim.

Pada tanggal 22 hingga 23 mei 2017, melakukan kunjungan kerja lanjutkan Ke Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian di Jakarta, sekaligus diadakan terkait pembahasan revisi Perda Nomor 3 tahun 2012 tentang pengendalian ternak sapi dan kerbau betina pada Dinas Provinsi Jawa Timur tersebut, di Hotel Grandeur, Jalan Mangga Dua Raya, Jakarta yang dihadiri oleh, seluruh anggota komisi B DPRD Jatim, tenaga ahli dan beberapa orang dari Dinas Peternakan.

Sebelum rapat dimulai, terdakwa dipanggil oleh Moh. Basuki dan Pranaya Yudha Mahardika dan menyampaikan kepada terdakwa, “revisi Perda nantinya akan disetujui, namun ini tidak bahas-bahas saja harus ada dananya”, dan Pranaya Yuda  Mahardika menambahkan kepada terdakwa, “Kalau saya nggak apa-apa, ini kan 19 orang beda-beda, mosok membahas thoh gak ono opo-opo ne (Kalau saya nggak apa-apa, ini ka nada 19 orang berda-beda, masa’ membahas aja tidak ada apa-apanaya). Untuk itu, Pranaya Yuda Mahardika, meminta agar terdakwa menyediakan uang sejumlah Rp 200 juta, namun terdakwa hanya menyanggupi dan menyerahkan uang sebesar Rp 100 juta.

Pada tanggal 23 mei 2017, setelah terdakwa mengikuti hearing dengan komisi B DPRD Jatim, perihal revisi Perda Nomor 3 tahun 2012, terdakwa menelepon Juliani Poliswari dan menyampaikan hasil pembicaraan terdakwa dengan Moh. Basuki dan Pranaya Yuda Mahardika.

Pada tanggal 26 Mei 2017, Nurcahyo menemui terdakwa dan menyerahkan uang sebesar Rp 50 juta dengan mengatakan, ini ada uang Rp 50 juta, kurang Rp 50 juta,  serta memerintahkan kepada Nurcahyo, agar meminta sisa kekurangan uang tersebut kepada Juliani Poliswari. Nurcahyo mendapat telepon dari Juliani Poliswari, yang sedang mengikuti Diklat PIM III di Malang mengatakan bahwa, dirinya sudah menitipkan uang Rp 20 juta Kepada Fitri Istiana, sedangkan kekurangan sisanya sebesar Rp 30 juta, ditanggung oleh Nurcahyo dan Fitri Istiana masing-masing sebesar Rp 15 juta.
Kemudaian, uang tersebut diserahkan kepada Rahman Agung, sebagaimana petunjuk dari Moh. Basuki kepada terdakwa.
 

Uang sebesar Rp 100.000.000 dimasukan ke dalam amplop coklat dan dengan ditemani oleh Fitri Istiana, menemui Rahman Agung di DPRD, dan menyerahkan uang yang terbungkus dalam amplop warna coklat tersebut kepada Rahman Agung, setelah itu Rahman Agung meletakkan uang tersebut di ruang kerja Moh. Basuki. Kemudain, uang tersebut diserahkan kepada Ninik Sulistyaningsih, untuk dibagikan kepada seluruh anggota komisi B DPRD Jatim.

Terdakwa pun dijerat dengan pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak pidana Korupsi juncto pasal 65 ayat (1) KUHAP.  (Redaksi)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top