PH Terdakwa Kasus Korupsi OTT PT PAL : Kirana Kotama Agar Pulang Ke Indonesia Dan Besikap Gentlemen
#KPK Belum Berhasil Menagkap Tersangka Kirana Kotama, Pemilik PT Perusa Sejati Yang Dikabarkan Berada di Amerika Serikat#
beritakorupsi.co – “Dalam persidangan ini, kami ingin menyampaikan pesan moral kepada pelaku utama dalam kasus ini. Agar Kirana Kotama, selaku pelaku utama yang menjebloskan terdakwa, agar bersikap Gentlemen pulang ke Indonesia dan menghadapi proses hukum”.
Kalimat diatas, disampaikan oleh Penasehat Hukum (PH) terdakwa Agus Nugroho, Andiranus Agal dan Setyono, dari LBH Trisakti Jakarta, dalam persidangan dihadapan Majelis Hakim yang diketuai Hakim TahsinSH., MH dan dibantu 2 Hakim Ad Hock yakni, Dr. Andriano dan Dr. Lufsiana, serta JPU KPK antara lain, Afni, Hendra, pada Senin, 7 Agustus 2017.
Dalam persidangan yang berlangsung dengan agenda, pembacaan Pledoi (Pembelaan) atas surat tuntutan JPU KPK terhadap terdakwa Agus Nugroho, Direktur Umum PT Perusa Sejati, dalam kasus perkara Korupsi Operasi Tangkap Tangan (OTT), yang dilakukan oleh KPK, pada 30 Maret 2017.
Dalam persidangan sebelumnya, JPU KPK menuntut pidana penjara terhadap Agus Nugroho, selama 2 tahun dan 6 bulan, denda sebesar Rp 200 juta subsidair 3 bulan kurungan, karena dianggap terbukti bersalah, melakukan tindak Pidana sebagaimana diatur dan diancam dalam pasal 5 ayat (1) huruf b, jo pasal 18 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi jo pasla 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara, PH terdakwa dalam surat pembelaannya menyatakan bahwa, terdakwa hanya melaksanakan perintah Kirama Kotama, pemilik PT Perusa Sejati. Dan terdakwa, tidak mengetahui tentang uang sebesar Rp US25.000 Dollar dan bukan uang terdakwa sendiri. pH terdakwa menyatakan, bahwa hal itu terbukti dalam fakta persidangan.
Sebelum PH terdakwa membacakan surat pembelaannya, terdakwa Agus Nugroho sendiri juga membacakan pembelaanya dihadapan Majelis Hakim. Dalam surat pembelaannya, terdakwa Agus Nugroho, membeberkan kronologis kejadian, yang menyeret dirinya menjadi pesakitan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Surabaya.
“Majelis Hakim Yang Mulia. Kronologis kejadian ini berawal pada tanggal 9 maret 2017. Kirana Kotama, pemilik/Owner PT Perusa Sejati, meminta tolong kepada Gatot Suratno, Staf bagian Umum PT Perusahan Sejati, untuk mengambil amplop coklat berisi uang di rumahnya di Tosiga Jakarta Barat, untuk dititipkan ke Elfi Gusliana, Staff Admin PT Perusa Sejati, sesuai permintaan Kirana Kotama,” ucap terdakwa.
Elfi Gusliana, lanjut terdakwa Agus Nugroho, “menyampaikan kepada saya, bahwa ada titipan uang dari Kirana Kotama. Kemudian saya meminta kepada Elfi Gusliana untuk melaporkan Kepada Bambang Haryanto, Direktur Utama PT Perusak Sejati, tentang uang titipan tersebut. Bambang Haryanto kemudian menanyakan kepada saya, itu uang apa. Saya jawab tidak tahu, dan Bambang Haryanto, meminta saya agar menanyakan kepada Kirana Kotama, lewat telepon. Kirana Kotama mengatakan, bahwa uang sebesar US25.000 Dolar itu jangan di kutak katik, itu uang untuk seseorang di PT PAL, yang akan menghubungi kamu. Saat itu Bambang Haryanto, masih ada di depan saya dan diam saja saat mendengar jawaban dari Kirana Kotama,” lanjut terdakwa.
Dihadapan Majelis Hakim erdakwa menyatakan, bahwa Kirana Kotama memerintahkan agar dibuatkan tanda terima, atas nama Kirana Kotama, sebagai bukti penyerahan uang sebesar US25.000 Dolar.
“Beberapa hari kemudian, seseorang menghubungi saya lewat WhatsApp, dan memperkenalkan diri, Arif Cahyana. Kirana Kotama pun membenarkan, saat saya mengkonfirmasikannya. Kirana Kotama mengatakan, Arif Cahyana dari PT PAL, yang akan mengambil uang titipan tersebut, dan agar diserahkan ke Arif Cahyana dengan tanda terima dari Kirana Kotama. Rencananya, uang akan diserahkan tanggal 17 Maret 2017 namun tidak jadi, dan saya melaporkan ke Kirana Kotama. Pada tanggal 27 Maret 2017, Kirana Kotama memberitahukan bahwa, Arif Cahyana akan datang ke Jakarta, tanggal 30 Maret 2017. Untuk penyerahan uang tersebut, saya selalu melaporkan kepada Kirana Kotama, karena uang US25.000 Dolar itu, milik Kirana Kotama. Dan uang tersebut pun baru diserahkan pada tanggal 30 Maret 2017 sesuai jadwal kegiatan Arif Cahyana di Jakarta,” ungkap terdakwa dengan terus terang.
Selain menjelaskan kronologis kejadian, terdakwa juga menyampaikan permohonan maaf kepada Majelis Hakim, Pimpinan KPK melalui JPU, kepada rekan-rekan terutama anak istri serta cucunya.
“Saya menyampaikan permohonan maaf kepada Yang Mulia bahwa, apa yang telah saya kerjakan ternyata bertentangan dengan norma hukum yang berlaku. Saya sangat menyesal dengan apa yang telah saya lakukan di dalam perkara ini. Melalui nota pembelian ini, saya juga hendak menyampaikan permohonan maaf kepada pimpinan KPK RI, dalam hal ini Jaksa Eksekutor KPK, yang ditugaskan mengeksekusi saya, jika memang nantinya saya terbukti secara sah dan meyakinkan, bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwa dan dituntut oleh JPU, agar kiranya berkenan, menerima dan mengabulkan permohonan saya untuk dapat menjalani masa pemidanaan atas diri saya di Lapas Kelas 1 Sukamiskin, dengan pertimbangan sebagai berikut ; Pertimbangan keluarga, mengalami kesulitan dalam mengunjungi, mengingat jarak yang begitu jauh dari Depok ke Surabaya dengan biaya yang sangat mahal. Pertimbangan kesehatan, saya penyandang diabetes yang tidak terkontrol dengan baik, dan pernah luka yang penyembuhannya memerlukan waktu yang cukup lama. Dengan lebih dekat keluarga, lebih terkontrol dengan baik serta Pertimbangan kemanusiaan, dengan jarak Depok – Bandung - Depok, maka keluarga masih bisa mengunjungi dengan kunjungan keluarga, akan membuat kondisi, jiwa, mental dan pikiran saya, sehat dalam menjalani masa hukuman pemidanaan saya,” ujar terdakwa memohon.
Diakhir pembelaanya, terdakwa menyatakan, permohonan maaf yang sedalam-dalamnya kepada istri, anak, cucu, keluarga besar serta semua rekan yang mengenal diri terdakwa, yang ikut menanggung beban sanksi sosial masyarakat, yang begitu hebat serta rasa terpuruk yang begitu sangat dalam, akibat perkara yang menyeret terdakwa sebagai koruptor, melalui pemberitaan.
“Saya mohon maaf yang sedalam-dalamnya kepada istri, anak, cucu, keluarga besar serta rekan-rekan yang mengenal diri saya, yang ikut menanggung beban sanksi sosial masyarakat, yang begitu hebat serta rasa terpuruk yang begitu sangat dalam, dikarenakan pemberitaan terus-menerus di Media elektronik, media cetak dan media sosial lainnya, saya sebagai seorang koruptor,” ucap terdakwa.
Usai persidangan. Terkait Pledoi terdakwa yang dibacakan di hadapan Majelis Hakim, kepada wartawan beritakorupsi.co, JPU KPK Afni mengatakan bahwa, dalam surat dakwaan JPU KPK juga menjelaskan kalau terdakwa memang tidak mengetahui asal usul uang sebesar US25.000 Dollar tersebut.
Saat ditanya, terkait pelaku utama selaku pemilik PT Perusa Sejati yakni, Kirana Kotam, yang hingga saat ini masih berada di Luar Negeri, dan belum pernah diperiksa sama sekali, JPU KPK Afni menjelaskan, sedang diupayakan dan sudah ditetpakan menjadi tersangka.
“Sedang diupayakan, dan sudah ditetpakan sebagai tersangka,” ujar afni.
Terpisah. Andrianus agal dan Setyono, selaku Penasehat Hukum terdawa Agus Nugroho menjelaskan bahwa, terdakwa adalah hanya sebagi tumbal dari pelaku utama yakni Kirana Kotama. Bahkan pengaca yang tergabung di LBH Trisakti Jakarta ini menengarai, bahwa Kirana Kotama mengikuti perkembagan perkara dalam perisdnagan dengan menyuruh orang-orangnya.
“Terdakwa ini tidak mengetahui tentang uang itu. Dia hanya menjalankan perintah Kirana Kotama. Harusnya dia (Kirana Kotama) bersikap Gentlemen pulang ke Indonesia mengikuti proses hokum, bukan dengan melalui orang-orangnya. Saat penyidiakan, bukan kami yang mendampingi tetapi pengacara lain, yang maunya mengikuti arahan Kirana Kotama. Baru menjelang persidangan, kami yang mendampingi,” ujarnya Andrianus agal dan Setyono.
Dalam Fakta Persidangan
Terdakwa Agus Nugroho, (Direktur Umum PT Perusa Sejati), adalah menjadi perantara suap, antara Ashanti Sales Inc selaku CEO (Chief Executive Officer) dari Liliosa L Saavedra, bersama Arif Cahyana (Manager Keuanagn PT PAL) ditangkap Tim KPK dalam Operasi Tangkap Tangan, pada tanggal 30 Maret 2017, sekitar pkl. 12.00 siang.
Sebelum Agus Nugroho dan Arif Cahyana ditangkap oleh Tim KPK sekitar pukul 09.00 WIb, di hari yang sama, Agus Nugroho menerima pesan Melalui WhatsApp, yang isinya memberitahukan bahwa, Arif Cahyana sudah di Jakarta, dan akan menemui Agus Nugroho, setelah urusannya di Jasindo dan Bank Mandiri selesai. Kemudian, Agus Nugroho pun mengambil 1 buah amplop coklat berisi uang sebesar US25.000 Dolar dari Elvi Gusliana alias Dede yang dititipkan oleh Kirana Kotama.
Sekitar pukul 12.00 siang (30 Maret 2017), Agus Nugroho kembali menerima pesan Melalui aplikasi WhatsApp dari Arif Cahyana, yang memberitahukan akan menemui Agus Nugroho di kantor PT Perusaha Sejati. Agus Nugroho pun kemudian memberikan alamat kantor PT Perusa Sejati di Jalan MT Haryono Kavling 10 Jakarta Timur kepada Arif Cahyana.
Setelah Keduanya bertemu di ruang rapat lantai 2 kantor PT berusaha sejati, Agus Nugroho menyerahkan amplop berwarna Coklat yang berisi uang sebesar US25000 dolar kepada Arif Cahyana. Sebelum meninggalkan lokasi, Arif Cahyana dan Agus Nugroho lagsung di “ringkus” Tim KPK.
Dari fakta persidangan, berdasarkan keterangan saksi Saiful Anwar, Imam Sulistiyanto (mantan Direktur Keuangan yang sekarang menjabat Dirut PT DOK), Arif Cahyana dan M. Firmansyah Arifin, dengan terdakwa Agus Nugroho, dihadapan Majelis Hakim terungkap, bahwa uang sebesar US25.000 dollar adalah sebagai Chas Back yang diteriam PT PAL dari Ashanty Sales Inc.
Selain itu, Saiful Anwar juga mengungkapkan dalam persidangan, adanya Dana Komando (KD) sebesar 8 persen dari nilai kontrak, apa bila ada proyek kerja sama, antara PT PAL dengan TNI AL. Atas pertanyaan Majelis Hakim, Imam Sulistyanto, Arif Cahyana dan M. Firmansyah Arifin menjelaskan bahwa, uang sebesar US163 dollar, sudah diserahkan kepada Pekas TNI AL di Mabes TNI AL Cilangkap.
Dirut, Direktur Keuangan Dan Manager Keuanagan PT PAL, Juga Tersangka Yang Sebentara Lagi Disidangkan
Sebelumnya, pada tanggal 30 Agustus 2012 lalu, M. Firmansyah Arifin selaku Dirut PT PAL, memperbaharui perjanjian kerjasama dengan Agency Agreement No. SPER/38/10000/VIII/2012, yang ditandatangani bersama Liliosa L Saavedra selaku CEO Ashanti Sales Inc. Dalam Agency Agreement tersebut dinyatakan bahwa, Ashanty Sales ditunjuk menjadi agen yang akan membantu PT PAL, dalam mendapatkan proyek pembangunan kapal SSV, untuk memenuhi kebutuhan kapal DND Filipina dengan besaran fee agen akan ditetapkan sebelum harga penawaran dimasukkan ke DND Filipina, Dan agen agreement tersebut, akan berakhir pada tanggal 31 Agustus 2015.
Kemudian, pada awal 2013, Eko Prastianto dan Agus Budianto, selaku Kepala Divisi Bisnis dan Pemasaran PT PAL, mendapat informasi dari Kirana Kotama, selaku perwakilan Ashanty Sales di Indonesia bahwa, DND Filipina akan memulai pengadaan proyek kapal SSV. Atas informasi tersebut, Agus Budianto bersama Jumarma, selaku Kadep proposal proyek Kapal PT PAL dan Tim pemasaran PT PAL, segera mempersiapkan dokumen-dokumen teknis, serta perhitungan cost stucture kapal SSV sebagai dasar harga penawaran kepada DND Fhilipina.
Setelah perhitungan cost cost structure oleh Agus Budianto dan Jumarma selesai, harga kapal yang tercantum dalam Price Estimation SSV Fhilppines Navy, adalah sebesar USD43.262.558, dengan perhitungan fee sebesar 2,5 persen. Besaran fee agen tersebut ditentukan berdasarkan pada proyek-proyek pembangunan kapal yang pernah dilakukan oleh PT PAL sebelumnya.
Pada tanggal 5 Agustus 2015, rapat Direksi yang dihadiri M. Firmansyah Arifin, Saiful Anwar, Eko Prasetyanto dan Agus Budianto, menyetujui perhitungan cost structure tersebut. Dan pada tanggal 29 Agustus 2015, Agus Budianto mengajukan dokumen penawaran 2 unit kapal SSV kepada DND Filipina, dengan harga penawaran per kapal sebesar US43.262.556 dollar.
Selanjutnya, pada sekitar bulan Oktober 2013, Tim pengadaan DND Filipina, melakukan asesmen ke PT PAL di Surabaya, dalam rangka melaksanakan tahapan post qualification, untuk menilai fasilitas dan kemampuan PT PAL, sesuai dokumen penawaran yang dihadiri oleh Liliosa L. Saavedra dan Kirama Kotama sekaligus menemui Joko Sutejo, selaku Staf Ahli Direktur PT PAL, dan Eko Prastianto di kantor PT PAL di Surabaya
Dalam pertemuan tersebut, ternyata Liliosa L. Saavdra mau minta fee untuk Ashanty Sales sebesar 4% dari nilai kontrak pembangunan kapal SSV oleh PT PAL, dan meminta agar segera dituangkan dalam perjanjian. Namun oleh Joko Sutejo dan Eko Prastianto, merasa keberatan karena terlalu besar, dan akhirnya turun menjadi 3,5 persen. Hal itu pun disampaikan oleh Joko Sutejo dan Eko Prastianto pada rapar Direksi PT PAL
Pada tanggal 7 Agustus 2014, kontrak pembangunan 2 unit kapal SSV senilai US86.987.832,5 dollar, ditandatangani oleh M. Firmansyah Arifin, selaku Dirut PT PAL dan Hon Vol Taire T. Gasmin, selaku sekretaris DND Fhilipina, setelah dinyatakan sebagai pemenang.
Selanjutnya, Pada tanggal 18 Januari 2014, PT PAL mengajukan permintaan pembayaran uang muka pekerjaan 2 unit kapal SSV sebesar 15 persen, melalui surat Nomor. 972/64000/VI/ 2014 yang ditandatangani oleh, Arif Cahyana. Kemudian pembayaran uang muka tersebut direalisasikan oleh DND Filipina, pada tanggal 16 Juli 2014, dalam 2 tahap masing-masing sebesar US65.228.888,7 dollar ke rekening BRI Cabang Rajawali Surabaya, Nomor 0172.0 2.00000055.3.5 atas nama PT PAL Indonesia Persero.
Setelah PT APL menerima pembayaran uang muka dari DND Filipina, pada tanggal 31 Juli 2014, Ashanti Sales meminta PT PAL membayarkan fee agen termin pertama melalui rekening atas nama PT Perusa, Nomor 065-00412013 pada Development Bank of Singapore.
Pada sekitar Januari 2015, M. Firmansyah Arifin, meminta Imam Sulistyanto menemui Kirana Kotama di Jakarta, untuk mengambil uang Cash Back dari agen yang sudah dibayarkan oleh PT PAL kepada Ashanty Sales, sesuai kesepkatan.
Kemudian, Imam Sulistyanto, menemui Kirana Kotama di lobby Eka Hospital BSD Central Business District lot IX BSD City Serpong Kota Tangerang Selatan. Kemudian, Kirana Kotama menyerahkan bingkisan Goody Bag, berisi uang sebesar US163.102,19 Dollar kepada Imam Sulistyanto. Kemudian Imam Sulistiyanto menyerahkan uang tersebut kepada Eko Prasetyanto untuk diserahkan kepada M. Arifin Firmansyah.
Selanjutnya, pada tanggal 13 Mei 2016, pekerjaan pembangunan 1 unit kapal CCV selesai, dan kapal tersebut telah diserahkan oleh PT PAL kepada DND Filipina. Pada tanggal 16 mei 2016, PT PAL mengajukan permintaan pembayaran 85 persen, atas pekerjaan pembangunan 1 unit kapal SSV sebesar US36.029.392,85 Dollar kepada DND Filipina melalui invoice nomor. 113 m16001, yang ditandatangani oleh m. Firmansyah Arifin.
Pada tanggal 12 Agustus 2016, DND Fhilipina merealisasikan pembayaran 85% dengan mentransfer uang sebesar US36.029.392,85 Dollar. Atas pembayaran agen kepada Ashanti Sales tersebut, M. Firmansyah Arifin, mengingatkan Arif Cahyana dan Saiful Anwar, mengenai adanya cashback sebesar 1,25% harus diserahkan oleh Ashanty sales.
Atas arahan M. Firmansyah Arifin, pada sekitar awal Maret 2017, Arif Cahyana menemui Kirama Kotama di gedung BRI Tower Jakarta dan menanyakan Cash Back sebesar 1,25 persen. Kemudian Kirana kotama memberitahukan bahwa, Ashanty Sales di Fhilipina akan menarik uang tunai sebesar US25.000 dolar dari fee agen yang telah di diterimanya dari PT PAL.
Kemudian Ashanty Sales, akan menyerahkan uang tersebut kepada Kirama Kotama untuk menyerahkan secara tunai kepada Direksi PT PAL melalui Arif Cahyana, dan Arif Cahyana melaporkan hasil pertemuan dengan Kirama Kotama kepada Saiful Anwar.
Pada tanggal 8 Maret 2017, Kirana Kotama, meminta Gatot Suratno (staf bagian umum PT Perusak Sejati) untuk mengambil dua buah amplop berwarna coklat yang berisi uang masing-masing sebesar US25.000 dolar dan US13.000 dolla di Rumahnya, di Kompleks Tosiga Blok IX D No 7 Kebon Jeruk Jakarta Barat, untuk diserahkan kepada Elvi Gusliana alias Dede (staf Bagian Keungan PT Perusa Sejati) sesuai permintaan Kirama Kotama.
Sehari kemudian, yakni, pada tanggal 9 Maret 2017, Kirana Kotama, menghubungi Agus Nugroho melalui telepon, meminta agar Agus menyerahkan uang sebesar US25.000 dolar kepada Elfi Gusliana, dan uang tersebut akan diserahkan kepada Arif Cahyana.
Untuk penyerahan uang Cash Back tersebut, pada tanggal 16 Maret 2017, Agus Nugroho meminta Elfi Gusliana membuat tanda terima, tanggal 17 Maret 2017. Namun ternyata pada tanggal 17 Maret 2017, Agus Nugroho batal bertemu dengan Arif Cahyana. Pada tanggal 27 Maret 2017, Kirana Kotama, menghubungi Agus Nugroho dan memberitahukan bahwa, Arif Cahyana akan datang menemui Agus Nugroho di Jakarta untuk mengambil uang.
Namun sial, sebelum uang tersebut “dinikamti” oleh Direksi PT PAL, Arif Cahyana dan Agus Nungroho, sudang ditangkap KPK, pada 30 Maret 2017. (Redaksi)
Posting Komentar
Tulias alamat email :