0

Lusy: “Kami adalah salah satu korban mafia tanah. Kami merupakan ahli waris Slamet Riyadi Kuantanaya alias Toe. Pada Tahun 1991, adik kami Toe (alm) membeli tanah seluas 1,9 hektare yang berlokasi di depan SDN 3 Mantun, Desa Mantun, Kecamatan Maluk, Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) Prov. Nusa Tenggara Barat. Toe (alm) membeli tanah dari Imran Zain mantan Kades Goa, Kecamatan Jereweh, KSB pada Tahun 1991. Dalam transaksi jual beli ini disertai dengan sertifikat hak milik (SHM) No. 507 yang diterbitkan BPN pada Tahun 1987” 

Sumbawa, BERITAKORUPSI.CO -
“Begitu Kuatkah Mafia Tanah Dari Aparat Penegak Hukum?”. Pertanyaan inilah yang seringkali terdengar di kalangan masyarakat luas terkait kasus  sengketa tanah yang tak habis-habisnya. Ibarat Peribahasa yang berbunyi “mati satu tumbuh seribu”. Dan yang paling mengherankan sekaligus menjadi “biang keroknya” adalah terbitnya dua Sertifikat Hak Milik (SHM) di lahan yang sama dengan pemilik yang berbeda

Padahal perintah Presiden Joko Widodo (Jokowi) kepada jajaran Menteri termasuk Aparat Penegak Hukum (APH) sangat jelas dan tegas agar menindak dan 'melenyapkan' mafia tanah yang kerap kali merugikan masyarakat

Namun anehnya, laporan masyarakat terkait kasus sengketa tanah karena terbitnya dua Sertifikat Hak Milik (SHM) di lahan yang sama dengan pemilik yang berbeda "seperti mencari jarim di lumpur yang dalam”

Dan itulah yang dirasakan oleh Lusy, seorang warga Sumbawa Besar yang sudah melaporkan kasus tanahanya ke Polres Sumabwa Barat, ke Kapolda Nusa Tenggara Barat, ke Kejaksaan  termasuk mendatangi Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Sumbawa Barat hingga ke ke Kapolri, namun belum ada hasilnya.

“Kami adalah salah satu korban mafia tanah. Kami merupakan ahli waris Slamet Riyadi Kuantanaya alias Toe. Pada Tahun 1991, adik kami Toe (alm) membeli tanah seluas 1,9 hektare yang berlokasi di depan SDN 3 Mantun, Desa Mantun, Kecamatan Maluk, Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) Prov. Nusa Tenggara Barat. Toe (alm) membeli tanah dari Imran Zain mantan Kades Goa, Kecamatan Jereweh, KSB pada Tahun 1991. Dalam transaksi jual beli ini disertai dengan sertifikat hak milik (SHM) No. 507 yang diterbitkan BPN pada Tahun 1987,” kata Lusy kepada beritakorupsi.co melalui sambungan telepon, Sabtu, 12 November 2022 sekitar pkl. 17.00 Wib

Nah, karena merasa kasus tanah miliknya yang dilaporkannya ke pihak Kepolisian tak kunjung ada perkembangan bahkwan tidak ada tanggapan atas surat pengaduannya ke pejabat negeri ini, harapannyapun hanya satu yaitu mengirin surat pengaduan ke Presiden Jokowi. Dan kalau tidak berhasil atau tidak ada tanggapan dari Presiden Jokowi maka Lusy pun hanya pasrah kepada Tuhan Yang Maha Esa
Lusi menceritakan. Kasus tanah ini baru muncul pada tahun 2021 ketika Slamet Riyadi Kuantanaya alias Toe meninggal. Slamet Riyadi Kuantanaya alias Toe adalah salah satu adik kandung dari Lusy .

“Ketika (Alm) Toe meninggal dunia pada tahun 2021, kasus tanah ini muncul ke permukaan. Lalu Imran Halilintar mengklaim tanah milik (Alm) Toe ini adalah miliknya. Klaim ini dilakukan secara sepihak tanpa ada sepotong dokumen yang mendukung bagi kepemilikan tanah tersebut,” kata Lusy

“Imran Halilintar hanya bermodalkan pengakuan dan kesamaan nama dengan Imran Zain selaku penjual tanah kepada (Alm) Toe. Sama-sama “Imran”. Imran Halilintar juga mengaku memiliki bukti pendaftaran penerbitan sertifikat atas namanya entah darimana dia dapatkan,” lanjut Lusi

Menurut Lusy, Imran Halilintar menguasai dan menjual tanah itu kepada sejumlah warga. Kini tanah tersebut telah didiami oleh lebih dari 100 kepala keluarga (KK). Ironisnya, tanah yang sudah ber sertifikat (SHM) inipun terbit lagi sebanyak 23 sertifikat hak milik (SHM) baru.

“Sebenarnya masalah ini sudah beberapa kali dimediasi Kades Mantun Kecamatan Maluk, Sahril S.Sos. Pertemuan pertama dilaksanakan pada Hari Kamis, 28 Januari 2022 pukul 09.00 Wita di Kantor Desa Mantun dengan agenda klarifikasi Tanah. Yang hadir waktu itu H. Imran selaku pemilik asal tanah (SHM 507), Imran Halilintar pihak yang mengklaim lahan SHM 507, saya (Lusy) selaku ahli waris Toe, dan beberapa perwakilan warga yang menempati lahan tersebut,” ujar Lusy  

Dalam pertemuan tersebut, lanjut Lusy, “Imran Halilintar akhirnya mengakui jika tanah 1,9 hektar itu bukan miliknya. Namun Imran Halilintar mengaku sempat menguasainya yang kemudian dikembalikan kepada para penggarap. Padahal faktanya tanah itu telah dijual bukan dikembalikan. Tapi, karena mendapat angin segar dari pihak BPN Kabupaten Sumbawa Barat, Imran Halilintar kembali memantapkan diri sebagai pemilik tanah 1,9 hektar tersebut (SHM 507)”.

Lebih lanjut Lusy menjelaskan. Pertemuan kedua di Kantor Desa Mantun pada Hari Rabu, 9 Februari 2022 pukul 10.00 Wita dengan agenda klarifikasi Tanah. Selain kepala desa, pertemuan itu dihadiri Aswar A (Kasi Pemerintahan Kantor Camat Maluk), Lusy selaku ahli waris Toe, dan beberapa perwakilan warga yang menempati lahan tersebut. Pada pertemuan itu Ahli Waris (Alm) Toe dengan warga yang mendiami tanah tersebut. Warga sepakat akan membayar tanah itu kepada Ahli Waris (Alm) Toe. Sebab harga yang diberikan Ahli Waris (Alm) Toe sangat murah, terjangkau dan jauh dari harga tanah di sekitarnya.

Untuk merealisasikan transaksi jual beli ini, Ahli Waris (Alm) Toe menemui kendala di Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Sumbawa Barat, terutama keinginan Ahli Waris (Alm) Toe untuk melakukan pengukuran dan pemecahan sertifikat. Ini ketika Ahli Waris (Alm) Toe, Kades Mantun, dan Imran Zain menemui Kepala Kantor BPN setempat, seraya memperlihatkan akta tanah berupa SHM No. 507, pada 9 Februari 2022 siang hingga sore, atau setelah rapat di Kantor Desa Mantun.   

Selain itu Imran Zain selaku pemilik asal tanah tersebut juga memberikan penjelasan bahwa nama Imran di SHM itu adalah namanya. Terkait adanya embel-embel “Zain” di belakang namanya adalah nama orang tuanya yang disematkan saat dia sudah dewasa. Untuk menguatkannya, Imran Zain memperlihatkan surat keterangan dari dinas terkait. Tapi Kepala BPN KSB menolak untuk memprosesnya. Kepala BPN KSB mengharuskan Ahli Waris (Alm) Toe menyelesaikan urusannya dengan Imran Halilintar. Atau akan melakukan pengukuran ulang atas lahan itu setelah Ahli Waris Toe mendapat restu dari Imran Halilintar.

Sikap Kepala Kantor BPN KSB ini tentu menimbulkan kecurigaan, karena cenderung tendensius dan berpihak kepada Imran Halilintar. Sikap kepala BPN ini juga kami nilai tidak mencerminkan sebagai penyelenggara pelayanan public yang professional, terutama dalam memberikan kepastian hukum terhadap SHM No. 507 yang notabene adalah produknya sendiri. Sebagaimana diamanatkkan dalam UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.

Berikutnya, Hari Kamis, tanggal 24 Maret 2022, Ny Lusy selaku ahli waris Toe didampingi Aswar A selaku Kasi Pemerintahan Kantor Camat Maluk mendatangi Kantor BPN Sumbawa Barat untuk kembali mengajukan permohonan pengukuran tanah SHM 507. Ny. Lusi tidak masuk ke dalam kantor BPN, hanya menunggu di mobil, sedangkan yang masuk hanya Aswar Kasi Pemerintahan Camat Maluk yang kemudian diterima Wahyu Saputra—pegawai BPN. Terhadap permohonan itu, Petugas BPN meminta ahli waris Toe untuk menunggunya. Namun sampai sekarang, permohonan itu belum ditanggapi. Beberapa kali BPN Sumbawa Barat berjanji untuk melakukan pengukuran tapi belum direalisasikan.   
Sebelumnya, pada Hari Sabtu, tanggal 12 Maret 2022, Ny Lusi selaku Ahli Waris Toe sudah melaporkan Imran Halilintar secara pidana ke Polsek Maluk, Polres Sumbawa Barat tentang tindak pidana memberikan keterangan palsu sebagaimana pasal 242 KUHP. Polsek Maluk telah menerbitkan Surat Perintah Penyelidikan No: SP.Lidik/  /I/2022/Reskrim, tertanggal 12 Maret 2022 yang ditandatangani Kapolsek Maluk, Kompol Sidik Pria Mursita SH. Sampai saat ini belum ada progress dari hasil penyelidikan.

Selain lahan ber-SHM 507 yang enggan diukur BPN Sumbawa Barat, BPN juga berlaku sama dengan lahan milik ahli waris (Alm) Toe bersertifikat hak milik No. 115 atas nama Sapruddin. Tanah seluas 10.750 meter persegi (m2) berlokasi di Desa Mantun, Kecamatan Maluk, Kabupaten Sumbawa Barat. Di atas lahan bersertifikat ini, BPN menerbitkan sertifikat baru di atasnya. Jumlahnya sekitar 17 sertifikat. Yaitu bernama Lalu Mas’ud, Mindah Maryati, Husni Mubarak, H. Ibrahim, Sandi Sakti Ardi, H. Ibrahim, Yayasan Lukmanul Hakim, Erfan Chakim, Islahuddin, Saprudin Kapitang, Ihwan Arianto, Idham Khalid, Zulkifli, Bung Waker Hadi, Baiq Nursani, Budi Santoso dan Aunurrofik.   

“Kami selaku ahli waris Toe sudah beberapa kali mendatangi kantor BPN Sumbawa Barat, termasuk telah mengajukan permohonan pengukuran. Tapi entah ada masalah apa, BPN Sumbawa Barat kerap mengulur dan menunda waktu setiap akan melakukan pengukuran. Padahal jadwal pengukuran sudah ditetapkan, namun selalu ditunda. Dan sampai sekarang belum dilakukan,” kata Lusy. (*)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top