0

Terdakwa Karna Suswandi saat minta pendapat dari Tim Penasehat Hukum-nya, Dedi Rahman Hasyim terkait isi dakwaan JPU KPK
Penasehat Hukum Terdakwa Karna Suswandi, Dedi Rahman Hasyim, SH., MH : “Kami tida Ekesepsi tapi kami meminta agar proses di pengadilan berjalan fair dan terbuka, dengan hak pembelaan terpenuhi, akses terhadap alat bukti, saksi, dan pemeriksaan secara transparan”.

BERITAKORUPSI.CO –
Tim JPU Arjun Budi Satria Tambunan, Mohammad Tang dkk dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rabu, 25 Juni 2025, menyeret Karna Suswandi selaku Bupati Situbondo dan Eko Prionggo Jati selaku Kabid yang juga Plt. Kadis PUPR Kabupaten Situbondo ke hadapan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada PN Surabaya untuk diadili sebagai Terdakwa dalam perkara kasus dugaan Korupsi Suap dan Gratifiasi pada tahun 2021 – 2024 sebesar Rp4.555.000.000 yang diterima dari para Kontraktor yang menegerjakan proyek di Kabupaten Situbondo yang didanai dari Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang disebut sebagai dana Investasi atau Ijon sebesar 7,5 - 15% dari nilai kontrak.

Sidang yang berlangsung diruang sidang Cakra Pengadilan Tipikor pada PN Surabaya, Rabu, 25 Juni 2025 adalah agenda pembacaan surat dakwaan JPU KPK terhadap Terdakwa Karna Suswandi dan Eko Prionggo Jati (perkara penuntutan terpisah) dihadapan Majelis Hakim yang diketuai Hakim Cokia Ana Pontia Oppusunggu, SH., MH dan dibantu 2 anggota yaitu Fiktor Panjaitan, SH., MH dan Arief Agus Nindito, SH., MH masing-masing Hakim Ad Hock serta Panitra Pengganti (PP).  
Sementara Terdakwa Karna Suswandi didampingi Tim Penasehat Hukum-nya yakni Dedi Rahman Hasyim dkk dari Bondowoso dan Situbondo, sedangkan Terdakwa Eko Prionggo Jati didampingi Panasehat Hukum dari LBH YLKI (Lembaga Bantuan Hukum Yayasan Legundi Keadilan Indonesia) Surabaya atas penunjukan Ketua Majelis Hakim karena Terdakwa Eko Prionggo Jati berstatus melarat atau miskin yang tidak sanggup membayar Advokat

Dalam persidangan, JPU Arjun Budi Satria Tambunan dan Mohammad Tang dari KPK yang membacakan surat dakwaannya menyebutkan, bahwa uang sebesar Rp4,555 miliar yang diterima Terdakwa Karna Suswandi dan terdakwa Eko Prionggo Jati berasal dari para Kontraktor yang ada di Situbondo dan Bondowoso yang mengerjakan proyek ABPD Kabupaten Situbondo sejak tahun 2021 – 2024 yang disebut dana investasi atau ijon sebesar 7,5 - 15% dari nilai kontrak

Para Kontraktor yang dimaksud adalah terdapat pula orang tua atau ayah Terpidana Terpidana Korupsi OTT KPK yakni Andika Imam Wijaya dan Yossy Sandra Setiawan, yaitu Sanusi selaku Direktur CV. Dwi Karya

Selain itu, ada juga nama Tjahjono Gunawan selaku CV. Citra Bangun Persada dan PT. Citra Pembangunan. Nama Tjahjono Gunawan hadir juga dalam sidang perkara Korupsi OTT KPK terhadap Puji Triasmoro selaku Kajari Bondowoso, Alexander Silaen selaku Kasi Pidsus Kejari Bondowoso, Andhika Imam Wijaya selaku Direktur CV. Wijaya Gemilang dan Yossy Sandra Setiawan selaku Direktur CV. Yoko. Dimana Tjahjono Gunawan terlibat juga dalam pemberian uang fee proyek kepada Kajari Bondowoso yaitu Puji Triasmoro

Kemudian ada juga nama Afriadi selaku Direktur CV. Artha Griya yang juga salah satu Ketua Asosiasi Konstruksi di Situbondo, Sugeng selaku direktur CV. Madiun,; Firdaus selaku Direktur PT. Sunan Muria,; Roespandi Selaku Direktur Cv. Ronggo, dan As'al Fany Balda selaku Direktur PT. Badja Karya Nusantara 
Kedua Terdakwa (Karna Suswandi dan Eko Prionggo Jati) pun dijerat dalam dua Pasal, yaitu Pasal 12 huruf a (Atau Pasal 11 dan Pasal 12 B) Jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP, Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP

Pasal 12 a berbunyi : Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah);
a.    pegawai negeri atau penyelenggaran negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya, atau

Pasal 11 :  Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya. Dan

Pasal 12 B ayat (1) : Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggaran negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan sebagai berikut :
a.    yang nilainya Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) atau lebih, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi;
b.    yang nilainya kurang dari Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah), pembuktian bahwa gratifikasi tersebut suap dilakukan oleh penuntut umum.

Ayat (2) : Pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggaran negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah). 
Pertanyaannya adalah, bagaimana dengan para Kontraktor yang memberikan uang Suap atau Gratifikasi yang dianggap suap untuk mendapatkan proyek pekerjaan yang didanai dari APBD Kabupaten Situbondo sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Undang-Undang Pemberantasan Korupsi Pasal 5 daan Pasal 13? Apakah Pasal ini sudah tidak berlaku lagi?.

Atas surat dakwaan JPU KPK, Tim Penasehat Hukum Terdakwa Karna Suswandi, Dedi Rahman Hasyim, SH., MH kepada beritakorupsi.co seusai persidangan mengatakan, tidak mengajukan Ekesepsi, tapi meminta agar proses persidangan berjalan fair dan terbuka dengan hak pembelaan terpenuhi, akses terhadap alat bukti, saksi, dan pemeriksaan secara transparan

“Kami tida Ekesepsi tapi kami meminta agar proses di pengadilan berjalan fair dan terbuka, dengan hak pembelaan terpenuhi, akses terhadap alat bukti, saksi, dan pemeriksaan secara transparan,” ujar Dedi

Dedi mengatakan, ada lima poin yang diharapkan selama proses persidangan berlangsung, yaitu ;
  1. Persidangan atas dugaan gratifikasi dan Ijon pengadaan dana PEN (Program Pemulihan Ekonomi Nasional) dengan agenda pembacaan dakwaan telah terlaksana. Namun dalam telaah tim, kami menilai terdapat perbedaan fakta di persidangan yang penting diklarifikasi.
  2. Kami meminta agar proses di pengadilan nantinya berjalan fair dan terbuka, dengan hak pembelaan terpenuhi: akses terhadap alat bukti, saksi, dan pemeriksaan secara transparan.
  3. Kami menolak segala dalil spekulatif terhadap aset dan aliran dana sebelum bukti sah dan lengkap dihadirkan di pengadilan. Status hukum Karna Suswandi harus ditentukan oleh persidangan, bukan opini publik.
  4. Tim hukum telah mempersiapkan pembuktian teknis dan hukum, termasuk telaah atas dana PEN dan prosedural yang terkait, dan jika diperlukan akan kami hadirkan saksi Ahli.
  5. Kami menghormati marwah lembaga peradilan dan KPK yang menjunjung asas praduga tidak bersalah (Pasal 8 dan 10 KUHAP). Mohon kepada masyarakat untuk tetap mempercayakan proses kepada mekanisme hukum yang berlaku. (Jnt)
Next
This is the most recent post.
Previous
Posting Lama

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top