0
 Terdakwa Muniroh sedang Hamil Tua
Surabaya, bk  – Muniroh (38), warga Desa Tinggar, Perak, Jombang, yang melahirkan di rumah tahanan negara (Rutan) Kelas I Medaeng, Sidoarjo, beberapa jam setelah dijebloskan Hakim Tipikor ke penjara pada 9 Januari lalu uasi mengikuti sidang dakwaan.

Saat itu, Jumat, 9 Januari 2016, sekitar pukul 21.00 wib, atau beberapa jam setelah Wanita berkerudung yang sedang hamil tua itu, resmi menjadi penghuni Rutan, langsung dilarikan ke rumah sakit (RS) Bhayangkara di Jalan A. Yani Surabaya untuk menjalani operasi Casear. Dengan beban mental dan berstatus tahanan Korupsi, seorang bayi laki-laki yang mengikuti jejak ibunya dalam status tahanan, yang tidak mendapatkan “perikemanusiaan” seperti butir ke Dua Panca Sila sebagai Dasar Negara RI, berhasil diselematkan oleh dokter dengan biaya ditanggung terdakwa sendiri.

Namun wanita berusia 38 tahun itu, diperkirakan akan bertemu dengan anak yang dilahirkannya di dalam “penjara” sekitar 1,6 tahun yang akan datang, setelah dirinya selesai menjalani hukuman pidana penjara di Lemabaga Permasyarakatan (LP). Terdakwa Muniroh, terseret dalam kasus tindak pidana Korupi perjalan dinas (Perdin) anggota Dewan (DPRD) Kabupaten Laongan pada tahun 2012 lalu, yang merugikan keuangan negara senilai Rp 1.004.400.000 dari total anggaran sebesar Rp 4,246.920.000, untuk perjalan dinas untuk sekitar 100 orang yang terdiri dari, anggota DPRD dan Pejabat Pemkab Lamongan.

Keterlibatan Muniroh dalam kasus Korupsi ini, sebagai Biro Perjalanan yang mengatur jadwal keberangkatan hingga penginapan para anggota Dewan yang terhormat itu. Dia (Muniroh) dituduh membeli tiket pesawat palsu dengan harga yang jauh lebih mahal dari penerbangan lain. Tidak hanya itu, Muniroh juga dituduh telah membuat notulen yang tidak sesuai dengan fakta terutama dalam hal penginapan. Dalam notulen penginapan di Hotel, tercantum bahwa satu kamar diisi 4 orang anggota Dewan. Kenyataannya, satu kamar ada yang dua bahkan ada yang satu orang.

Stelah kasus ini dilaporkan ke penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari Lamongan), Muniroh bersama beberapa orang mantan anggota Dewan maupun yang masih aktif hingga sekarang, kemudian diseret oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejari Lamongan untuk dialdili. Muniroh bersama terdakwa lainnya, dijerat dengan pasal pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 atau pasal 8 jo pasal 18 UU Tindak Pindana Korupsi Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Setelah menjalani proses persidangan yang cukup lama sejak 8 Januari 2016 lalu, kemudian Muniroh pun dituntut pidana penjara selama 2 tahun.

Pada Jumat, 22 April 2016, Muniroh “berhadapan dengan palu” Majelis Hakim Tipikor, yang diketuai Hakim H.R.Unggul. Sebab, malam itu, sekitar pukul 19.30 Wib, Majelis Hakim membacakan surat putusan terhadap dirinya. Dalam pertimbangan Majelis Hakim, bahwa Muniroh terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana Korupsi sebagaimana diatur dan diancam dalam pasal 8 jo pasal 18 UU Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

“Menjatuhkan hukuman pidana penjara selama satu tahun dan Enam bulan, denda sebesar Rp 50 juta. Apa bila tidak dibayar maka diganti kurungan selama Satu bulan,” ucap Hakim Unggul.

Menanggapi putusan Majelis Hakim Tipikor tersebut, terdakwa yang didampingi Penasehat Hukum (PH)-nya maupun JPU dari Kejari Lamongan masih pikir-pikir. Sebelum persidangan, Muniroh bercerita secara singkat dari balik jejuri tahanan Pengadilan Tipikor kepada media ini. Dia mengeluhkan betapa sulitnya mencari keadilan bila tidak punya uang.

“Sulit mencari keadilan kalau tidak punya uang, Mas. saya hanya melaksanakan apa yang sudah ditentukan,” katanya. “Setelah saya ditahan siang (8/1/2016), malamnya saya melahirkan, operasi. Biaya saya tanggung sendiri. Sepeserpun tidak dibantu. Saat itu saya bilang tidak mampu dan status tanan. Jadi saya bayar Rp 13 juta,” tambah Muniroh.  (Redaksi)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top