0

“Pada sidang Perkara KDRT pada tahun 2024 Dengan Terdakwa yang sama dalam perkara Penca*lan yaitu Lettu Laut (K) dr. Raditya Bagus Kusuma Eka Putra, DR. Riza Wahyuni, S.Psi., M.Psi sudah dihadirkan Otmil III-11 Surabaya dan dalam perkara kedua (Penca*lan), DR. Riza Wahyuni, S.Psi., M.Psi hadir dalam persidangan sebagai pendamping Korban. Sementara Surat atau Memoradum Nomor : M 1309/1a.5.1.HSHP/LPSK/09/2025 dari LPSK kepada Sekretaris Jenderal LPSK untuk membuat surat tugas atas  Surat Panggilan Saksi dari Oditur Militer III-11 Surabaya Nomor: B/1348/IX/2025, tanggal 19 September 2025 untuk memanggil Psikolog Rujukan LPSK atas nama DR. Riza Wahyuni, S.Psi., M.Psi, Psikolog untuk dapat menyampaikan keterangan pemeriksaan Psikologis pada tanggal 22 September 2025 di Pengadilan Militer III-12 Surabaya untuk Terdakwa atas nama Lettu Laut (K) dr. Raditya Bagus Kusuma Eka Putra. Dari surat tugas ini, apakah keterangan Riza Wahyuni, S.Psi., M.Psi sebagai Ahli Psikolog atau SaksiTambahan? Lalu Apakah keterangan Riza Wahyuni, S.Psi., M.Psi sebagai Ahli Psikolog dapat dijadikan sebagai alat bukti yang sah sesuai Pasal 184 ayat (1) KUHAP?”

BERITAKORUPSI.CO –
Sidang perkara pidana dugaan penca**lan dengan Terdakwa Lettu  Laut (K) dr. Raditya Bagus Kusuma Eka Putra terhadap korban selaku anak tiri kedua Terdakwa (lahir tahun 2003, anak pertama lahir tahun tahun 2000) atau anak kandung kedua  dari pernikahan pertama antara dr. Maedy Christiyani Bawolje, anak mantan Danlantamal III Surabaya tahun 2002 atau sekarang Kodaeral V Surabaya,  dengan suami pertamanya yakni AKBP Pol. Hendrik Aswan Aprilian (saat ini bertugas di Mabes Polri) yang menikah pada Novmber 2001 (bercerai pada tahun 2011 di PN Batam). Sedangkan dari pernikahan kedua pada tahun 2013 (bercerai pada tahun 2017 di PA Surabaya), memiliki anak 1 angkat laki-laki. Sementara pernikan ketiga dr. Maedy Christiyani Bawolje dengan Terdakwa Lettu Laut (K) dr. Raditya Bagus Kusuma Eka Putra pada tahun 2021 belum dikaruniai anak (bercerai pada September 2025 di PA Aurabaya), kembali disidangkan di Pengadilan Militer III-12 Surabaya, Senin, 22 September 2025 dengan agenda mendengarkan keterangan Ahli Psikologi Klinis-Forensik dari LSPSK yang dihadirkan oleh Oditur Militer (Otmil) III-11 Surabaya 
Ahli yang dihadirkan Otmil  III-11 Surabaya Mayor CHK Kurnia, SH (atau yang sidang Letkol CHK Yadi Mulyadi) di Pengadilan Militer III-12 Surabaya, Senin, 22 September 2025 adalah DR. Riza Wahyuni, S.Psi., M.Psi, jabatan : Lembaga Perlindungan Saksi Dan Korban, Kesatuan : Psikologi (sesuai surat panggilan Otmil yang didapat dari Tim PH Terdakwa)

Sementra persidangan berlangung di ruang Sidang Utama Pengadilan Militer III-12 Surabaya,  Senin, 22 September 2025 diketuai Majelis Hakim yang juga Ketua Pengadilan Militer III-12 Surabaya Kolonel Laut (H) Amriandle, SH., MH dengan dibantu dua Hakim anggota yaitu Letkol CHK M. Arif Sumarsono, SH., MH dan Mayor  Laut (H) Mirza Ardiyansah, SH., MH.,  serta Panitra Letnan Satu Destri Prasetyoandi, SH., MH, dimana Terdakwa Lettu Laut (K) dr. Raditya Bagus Kusuma Eka Putra didampingi Tim Penasihat Hukum (PH) Terdakwa dari Yayasan LBH Wira Yuda Jakarta yang terdiri dari Brigjen TNI (Purn) S. Samsul, SH., MH,; Kolonel (Purn) Misdin Simarmata, SE., SH;, Kolonel (Purn) Raden Hudi Pumomo, SH. M.Hum,;  Kolonel (Purn) Bhumi A, SH., MH,; Letkol (Purn) Rudi Sangadji, SH., MH dan Letkol (Purn) Suharno, SH., MH serta dari Lanmar (Pangkalan Korps Marinir) Surabaya yakni Letda TNI AL Dadang dan Finistri Noor

Dalam persidangan dihadapan Majelis Hakim terungkap, ternyata DR. Riza Wahyuni, S.Psi., M.Psi sebelumnya pernah dihadirkan sebagai saksi dari LPSK dalam perkara KDRT yang sudah berkekuatan hukum tetap atas vonis dari Mahkamah Agung RI 
Selain jadi dalam perkara KDRT, DR. Riza Wahyuni, S.Psi., M.Psi juga mengikuti persidangan perkara kedua yaitu dugaan Tindak Pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 289 KUHP yang berbunyi : “Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, diancam karena melakukan perbuatan yang menyerang kehormatan kesusilaan, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun".

Kehadiran DR. Riza Wahyuni, S.Psi., M.Psi dan mengikti jalannya mengikuti persidangan dalam perkara kedua yaitu dugaan Tindak Pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 289 KUHP karena DR. Riza Wahyuni, S.Psi., M.Psi mendampingi korban saat memberikan keterangan dalam persidangan

Hal ini dismapaikan Ketua Majelis Hakim Dilmil III-12 Surabaya Kolonel Laut (H) Amriandle, SH., MH kepada DR. Riza Wahyuni, S.Psi., M.Psi seusai Otmil III-11 Surabaya, Tim PH Terdakwa dan dua anggota Majelis Hakim mengajukan puluhan pertannyaan, dimana persidangan bejalan hampi2 2 jam lebih yang dimonopoli pertanyaan dari Tim PH Terdakwa

“Keterangan saudara tidak relefan sebagai ahli karena saudara sebagai saksi dalam perkara sebelumnya dan perkara ini saudara mengikti sebagai penamping korban/saksi,” ucap Ketua Majelis Hakim Dilmil III-12 Surabaya Kolonel Laut (H) Amriandle, SH., MH. Dan hal itu diakui oleh DR. Riza Wahyuni, S.Psi., M.Psi

“Ahli itu harusnya tidak mengikuti,” lanjut Ketua Majelis Hakim Dilmil III-12 Surabaya Kolonel Laut (H) Amriandle, SH., MH

Saat Ketua Majelis Hakim Kolonel Laut (H) Amriandle, SH., MH menanyakkan DR. Riza Wahyuni, S.Psi., M.Psi ahli Psikologi terkait penyebab trauma dan depresi, apakah bisa diakibatkan faktor lain, dan dijawan oleh DR. Riza Wahyuni, S.Psi., M.Psi ahli Psikologi “bisa”. 
Disisi lain, Tim PH Terdakwa juga meragukan keterangan DR. Riza Wahyuni, S.Psi., M.Psi sebagai Ahli Psikologi, karena Tim PH terdakwa menganggap babhwa keterangan DR. Riza Wahyuni, S.Psi., M.Psi tendensius memberatkan Terdakwa karena DR. Riza Wahyuni, S.Psi., M.Psi sudah mengetahui dua perkara yang menyeret Terdakwa

Salah satu keterangan DR. Riza Wahyuni, S.Psi., M.Psi yang dianggap tendensius dan dianggap memberatkan Terdakwa adalah, bahwa trauma, dan depresi yang dialami Korban adalah akibat pelecehan sekssual yang dilakukan oleh Terdakwa

Menurut DR. Riza Wahyuni, S.Psi., M.Psi sebagai Ahli Psikologi, bahwa keterangan Korban dianggap jujur atai tidak berbohong. Sementara dalam putusan Pengadilan Militer (Dimil) III-12 Surabaya, Pengadilan Militer Tinggi (Dilmilti) III Surabaya maupun Mahkamah Agungu menyetakan, bahwa “apa yang dialami Korban bukan hanya akibat dari perbuatan Terdakwa tetapi disebabkan multi factorial (banyak faktor) dan adanya kekerasan dalam rumah tangga dari perkainan sebelumnya”.

Dalam pertimbangan Majelis Hakim menjelaskan terkait “hasil Visum et Repertum dari rumah sakit Al Irsyad Surabaya Nomor 06 / VIS / RSAI / IV / 2024 tanggal 29 April 2024, saksi-3 (atau Saksi-1 dalam perkara Penca**lan) mengalami luka memar di punggung, dada dan lengan sesuai Visum et Repertum dari rumah sakit Al Irsyad Surabaya Nomor 08 / VIS / RSAI / IV / 2024 tanggal 29 April 2024

Namun saksi- 1 (dr. Maedy Christiyani Bawolje), saksi-2 (anak pertama dr. Maedy Christiyani Bawolje) dan saksi- 3 (atau Saksi-1 dalam perkara Penca**lan) tidak mendatangkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari. 
Namun DR. Riza Wahyuni, S.Psi., M.Psi sebagai Ahli Psikologi tidak menjawab pertanyaan Tim PH Terdakwa terkait hubungan S** antara Koraban dengan teman sekolahnya pada tahun 2021 sebelum pernikahan dr. Maedy Christiyani Bawolje dengan Terdakwa berlangsung dan di selesaikan secara kekeluargaan, dan saksi salah seorang guru Korban dihadirkan pada persidangan sebelumnya

Sementara keterangan selaku ahli hukum pidana, Filsafat Hukum dan Kriminologi  dari Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara (Ubhara) Surabaya Dr. Sholahuddin, SH., MH yang dihadirkan Otmil III-11 Surabaya dalam persidangan yang berlangsung pada Rabu, 10 September 2025, menjelaskan bahwa kekerasan dan memaksa adalah berbeda

"Kalau kekerasan itu misalnya ada bekas kuku, cengkraman atau tangan masuk ke kenaluan perempuan," kata Dr. Sholahuddin, SH., MH

Saat Otmil Letkol CHK Yadi Mulyadi menanyakan Ahli terkait tangan korban yang menepis (dengan memperagakan) perbuatan Terdakwa, apakah itu kekerasan atau memaksa, dan menurut Ahli bahwa itu adalah memaksa

Ahli juga menjelaskan terkait barang bukti yang sah kapan ditemukan, bagiamana ditemukan dan kapan ditemukan. "Kalau alat bukti itu ditemukan sebelum ada penyidikan itu tidak relevan," ucap Dr. Sholahuddin, SH., MH

"Saksi itu yang mendengar, melihat dan merasakan peristiwa," lanjut Dr. Sholahuddin, SH., MH 
Pertanyaan Tim PH Terdakwa kepada Ahli bukan tidak beralasan. Sebab barang bukti dan saksi yang dijadikan Otmil dalam perkara dugaan penca**lan yang saat ini diadili, sudah pernah dijadikan sebagai barang bukti dalam perkara KDRT dengan Terdakwa maupun korban yang sama

Tanggapan dari Tim PH Terdakwa adalah bahwa keterangan saksi 2, saksi 3 dan saksi 4 pada keterangannya tidak dapat dijadikan sebagai alat bukti, karena tidak terpenuhinya kriteria sebagai alat bukti yang sah, sebab hanya mendengar tidak melihat dan tidak mengalami sendiri peristiwa dugaan pencabulan yang hanya berdasarkan cerita dari saksi korban.

"Putusan MA No 65 tahun 2010 menyebutkan bahwa saksi merupakan testimonium de auditu yang tidak bisa dijadikan sebagai keterangan saksi dan alat bukti yang sah. Sehingga  tidak terdapat adanya saksi fakta atas dugaan pencabulan perkara aquo sebagaimana diperkuat oleh Ahli pidana dalam persidangan," ujarnya.

"Mengenai perluasan alat bukti sbagaimana dalam putusan MK tahun  2010 tidak terpenuhi untuk dijadikan alat bukti petunjuk karena tidak didukung dengan keberadaan alat bukti VeR atau bukti-bukti fisik sebagai bukti terjadinya perbuatan pidana pencabulan," lanjutnya.

Yang menjadi pertanyaan adalah terkait surat pengembalian berkas perkara pada saat masih penyidikan dari Otmil III-11 Surabaya kepada Danpomal V Surabaya  Nomor : B/185/XII/2024 taggal 16 desember 2024 tentang :
a. Agar dilakukan pemeriksaan tambahan terhadap Tersangka (Terdakwa), Korban, dr. Maedy 
   Christiyani Bawolje (apakah Tersangka melakukan kekerasan atau pemaksaan saat dilakukan Cabul),;
b. Agar ditambahkan Saksi Ahli dari RSPAL yang memeriksa (Korban) untuk menyelaraskan apakah 
    akibat perbuatan cabul yang diterima (Korban) mengalami traumatic stress disonder yang diterima 
   (Korban) atau dampak lain karena jarak dilakukan perbuatan cabul tahun 2021 sedangkan saat 
   dilangsungkan pemeriksaan tahun 2024,;
c. Agar ditambahkan Saksi yang mengetahui perbuatan tersebut (sesuai dokumen yang diperoleh dari 
   Tim PH Terdakwa)

namun menurut Tim PH Terdakwa, hal itu tidak pernak ada dihadirkan di persidangan terkait siapa yang mengetahui perbuatan tersebut dan Terdakwa pun tidak pernah diminta keterangannya oleh penyidik Pomal V Surabaya. (Jen)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top