0
Terdakwa didampingi sang suami pada saat kelaur dari Rutan Kejati Jatim di Jln Raya A. Yani Surabaya
BERITAKORUPSI.CO – Untuk yang keduakalinya terjadi, Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya Hisbullah Idris, SH., MH, “dikalahkan” oleh 2 (dua) Hakim Anggota (Ad Hock) yaitu John Desta, SH., MH dan M. Mahin, SH., MH (menggantikan Hakim anggota Dr. Andriano) saat mengambil Keputusan sidang Perkara Nomor. 133/Pid.Sus/TPK/2019/PN.Sby (Kamis, 16 April 2020) yang hasilnya, istri Brigjen (Pur) Polisi M. Mardianto, yakni terdakwa Dr. Ratih Refnowati, M.Si selaku Wakil Ketua DPRD Surabaya peride 2014 – 2019 divonis  BEBAS dalam perkara Korupsi dana Jasmas (Jaringan Aspirasi Masyarakat) sebesar Rp Rp27.465.033.400 (dua pupuh tujuh milyar empat ratus enam puluh lima juta tiga puluh tiga ribu empat ratus rupiah) yang bersumber dari APBD-Perubahan Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya Tahun Anggarann (TA) 2016 lalu, yang merugikan keuangan negara sejumlah Rp4.991.271.830,61 (Empat milyar Sembilan ratus Sembilan puluh satu juta dua ratus tujuh puluh satu rebut delapan ratus tiga puluh rupiah koma enam puluh satu sen) berdasarkan audit BPK RI Nomor. 64/LHP/XXI/09/2018 Tanggal 19 September 2018

Sebelumnya atau pertamakalinya, yaitu pada pada Senin, 16 Maret 2020. Dengan terdakwa DR. H. Istiawan Witjaksono Alias Tatang Istiawan selaku Direktur Utama PT Bangkit Grafika Sejahtera (BGS) yang juga pemilik PT Surabaya Sore (Koran Harian Surabaya Sore) dalam perkara Korupsi Penyimpangan Penyertaan Modal Usaha Percetakan Pada Perusahan Daerah Aneka Usaha (PDAU) Kabupaten Trenggalek Tahun 2008 s/d 2010 lalu yang merugikan keuangan negara sebesar Rp7.431.256.450 (tujuh milyar empat ratus tiga puluh satu juta dua ratus lima puluh enam ribu empat ratus lima puluh rupiah) berdasarkan hasil audit BPKP Perwakilan JawaTimur Nomor : SR-854/PW13/5/2018 tanggal 25 Oktober 2018

Dalam tuntutan JPU Kejari Trenggalek menyatakan, bahwa perbuatan terdakwa Tatang (DR. H. Istiawan Witjaksono Alias Tatang Istiawan dan terdakwa H. Soeharto, ST Bin Yakoen) sebagimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal Pasal 18 Undang-Undang Nomor : 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor : 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHPidana jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana
Sidang Vidio Conference
Anehnya, Dua Hakim anggota (Ad Hock) yaitu DR. Lufsiana, SH., MH dan Emma Elliana, SH., MH mengatakan, bahwa kasus yang menjerat Bos Koran Harian Surabaya Sore, bukan Tindak Pidana Korupsi, karena Penyertaan Modal Usaha Percetakan oleh PT. Bangkit Grafika Sejahtera pada Perusahan Daerah Aneka Usaha (PDAU) Kabupaten Trenggalek selaku perusahaan Pemda Kab. Trenggalek adalah menggunakan Undang-Undang PT (Perseoroan Terbatas No 40 Tahun 2007). Dan hasilnya, Ketua Majelis Hakim I Wayam Sosiawan  menjatuhkan hukuman (Vonis) Lepas terhadap terdakwa DR. H. Istiawan Witjaksono Alias Tatang Istiawan. Sementara terdakwa H. Soeharto, ST Bin Yakoen selaku Bupati Trenggalek sinyatakan bersalah dan divonis pidana penjara selama 4 tahun dan 6 bulan.

Anehnya lagi dalam sidang kali ini (Kamis, 16 April 2020) adalah, bahwa dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut umum mengatakan, perbuatan terdakwa Dr. Ratih Refnowati, M.Si dilakukan baik sendiri-sendiri dan/atau bersama-sama dengan Agus Setiawan Jong, Direktur PT. Sang Surya Dwi Sejati selaku penyedia barang. Dimana Agus Setiawan Jong sudah divonis bersalah oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya pada tahun lalu dan saat ini sedang menjalani hukuman penjara. Namun Majelis Hakim justru membebaskan terdakwa Dr. Ratih Refnowati, M.Si

Vonis bebas terhadap terdakwa Dr. Ratih Refnowati, M.Si dibacakan oleh Majelis Hakim lewat Sidang Vidio Conference (Vicon) dari ruang sidang Cakra Pengadilan Tipikor Surabaya Jalan Raya Juanda, Sidoarjo, Jawa Timur dengan Ketua Majelis Hakim Hisbullah Idris, SH., MH dengan dibantu 2 (dua) Hakim anggota (Ad Hock) yakni John Desta, SH., MH dan M. Mahin, SH., MH menggantikan Hakim anggota (Ad Hock) Dr. Andriano dan juga dihari Penasehat Hukum terdakwa, yaitu Jaya Atmaja dkk serta Tim JPU M. Fadil dkk dari Kejari Tanjung Perak, Surabaya.

Sidang Vicon ini dilakukan untuk menjaga kesehatan semua pihak dan juga menjaga merebaknya penyebaran Corona Virus Covid-19 yang masih melanda dunia termasuk Indonesia yang saat ini masih mengkhawatirkan karena sudah banyak korban jiwa.

Dalam putusannya, Dua Hakim anggota (Ad Hock) megatakan, bahwa Politikus Partai Demokrat ini (terdakwa Dr. Ratih Refnowati, M.Si) selaku Wakil Ketua DPRD Surabaya peride 2014 – 2019 tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dalam dakwaan JPU Kejari TanjungPerak, yaitu melanggar pasal 2 ayat  (1) atau pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberatasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat(1) Ke-1 KUHP jo pasal 64 ayat (1) KUHP.

Anggota Majelis Hakim John Desta, SH., MH saat membacakan surat putusan dalam pertimbangannya mengatakan, bahwa terdakwa Dr. Ratih Refnowati, M.Si sudah melakukan penolakan melalui telepon terhadap proposal-proposal pengajuan dana Jasmas ke Pemkot Surabaya dari pemohon melalui terpidana Agus Setiawan Jong (Direktur PT. Sang Surya Dwi Sejati selaku penyedia barang divonis pidana 6.6 tahun penjara).

Majelis Hakim menerima pembelaan dari penasehat hukum terdakwa, dan menolak dakwaan Jaksa Penuntut Umum. Sehingga terdakwapun dinyatakan tidak terbukti bersalah dan membebaskan terdakwa dari seluruh dakwaan Jaksa

"Mengadili ; 1 (satu), Menyatakan Terdakwa Dr. Ratih Refnowati, M.Si tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana Korupsi secara bersama-sama sebagaimana disebutkan dalam dakwaan primair dan dalam subsidair ; 2 (Dua), Membebaskan terdakwa Dr. Ratih Refnowati, M.Si dalam dakwaan primer dan dakwaan subsidair tersebut diatas ; 3 (Tiga), Membebaskan terdakwa dari rumah tahanan negara dan memulihkan harkat, martabat dan kehormatannya,” ucap Ketua Majelis Hakim Hisbullah Idris, SH., MH
Atas putusan Majelis Hakim tersebut, terdakwa Dr. Ratih Refnowati, M.Si langsung mengucapkan terimakasih yang terdengar dilayar monitor, sementara JPU langsung mengatakan Kasasi.

Sedangkan atas putusan Majelis Hakim terhadap terdakwa Dini Rijanti dan terdakwa Saiful Aidi, JPU maupun terdakwa melaui Penasehat Hukum, Jaya Atmaja sama-sama mengatakan pikir-pikir

Anehnya, hasil percakapan telepon atau bukti penolakan dari terdakwa terkait proposal-proposal tersebut tidak pernah ditunjukan dalam persidangan.

Namun pertanyaannya, mengapa JPU tidak menghadirkan Febriana Kusumawati salah satu pejabat di Bapeko Surabaya ini ? Ada apa antara Pemkot Surabaya dengan Kejari Tanjug Perak?. Andai saja Febriana Kusumawati dihadirkan ke persidangan, “rahasia” dalam kasus Korupsi Jasmas bisa jadi akan terungkap.

Seusai persidangan, JPU M. Fadil mengatakan bahwa ada fakta yang merugikan, diciptakan sendiri. Kalau memang ada komunikasi antara Agus Setiawan Jong, Dea dan Ratih, berartikan ada kerja sama. Sekarang ada pertanyaannya begini.

“Kalau 50 anggota DPRD besok dapat Jasmas dan mereka memastikan bahwa Jasmas bukan dibawah Dapilnya, maka hukum tidak akan pernah menghukum mereka yang Korupsi, itu prinssipnya,” kata JPU M. Fadil

Saat ditanya mengenai Saksi yang tidak dihadirkan, menurut JPU Fadil, bahw kehadiran Febriana Kusumawati tidak perlu. Alasannya, karena pertimbangan sudah cukup dan paling utama adalah keterangan dari terdakwa

Ditempat terpisah. Jaya Atmaja selaku Penasehat Hukum terdakwa mengungkapkan, rasa terimakasihnya kepada Majelis Hakim karena menerima Pledoi atau pembelaannya yang menjelaskan adanya penolakan dari terdakwa kepada Bapeko terkait

“Kami berterimakasih kepada Majelis Hakim karena menerima Pledoi kami. Tadi sudah sangat jelas, bahwa terdakwa sudah melakukan pencegahan setelah ada oknum yang memasukan proposal itusecara diam-diam, dia (terdakwa)-pun melakukan penolakan dengan menelepon dan protes ke Bapeko. Dan juga memerintahkan kepada Safi’i selakau staf terdakwa untuk menarik proposal dari Bapeko,” ungkap Atmaja di halam Rutan Kejati Jatim saat menjeput terdakwa dibebaskan/dikeluarkan dari tahanan

Ucapan terimakasih juga terlontar dari Suami terdakwa yaitu M. Mardianto, mantan penyidik di Kepolisian yang juga mantan Kepala BNN (Badan Narkotika Nasional) Provinsi Sulawesi Selatanm dengan pangkat terakhir Brigadir Jenderal

“Sebagai suaminya Ratih, bersyukur yang kebetulan saya mantan penyidik Polri. Saya tau persis bahwa posisi hukum, struktur hukum yang dibangun selama ini. Tapi karena tanda petik (“) kami menghormati dan menghargai,” ucap Brigjen (Pur) Polisi ini sambil mendapingi istrinya menuju rumah keidamannya sesuai bebas dariRutan Kejati Jatim, Kamis, 16 April 2020 sekira pukul 16.45 WIB

Nasib baik yang dialami terdakwa Dr. Ratih Refnowati, M.Si karena doanya dikabulkan Majelis Hakim, tidak demikian yang dialami dua terdakwa lainnya yang juga sesama anggota DPRD Surabaya periode 2014 – 2019, yaitu Dini Rijanti dan Saiful Aidi. Sekalipun nasib buruk yang diterima ketiga terdakwa (Ratih Refnowati, Dini Rijanti dan Saiful Aidi) dari JPU adalah sama-sama dituntut pidana penjara selama 3 tahun.

Sebab dalam persidangan dihari yang sama (perkara masing-masing terpisah), terdakwa Dini Rijanti dan Saiful Aidi dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberatasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat(1) Ke-1 KUHP jo pasal 64 ayat (1) KUHPidana

Terdakwa Dini Rijanti dan terdakwa Saiful Aidi sama-sama dihukum pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan 6 (enam) bulan, denda sebesar Rp50 juta subsidair 1 (satu) bulan kurungan.
Doa yang tidak terkabulkan, juga dialami oleh 3 terdakwa sebelumnya yang juga sama-sama anggota DPRD Surabaya periode 2014 – 2019, yaitu Sugito yang divonis 1,8 tahun penjara dari tuntutan 2.6 tahun, dan terdakwa H. Darmawan, SH divonis 2.6 tahun penjara dari 3 tahun tuntutan JPU. Sedangkan Binti Rochmah juga dituntut 3 tahun penjara, namun divonis oleh Majelis Hakim dengan pidana penjara selama 1 tahun dan 8 bulan.

Kasus ini menyeret 6 anggota DPRD Surabaya periode 2014 – 2019, yaitu Sugito, H. Darmawan, Binti Rochmah, Ratih Refnowati, Dini Rijanti dan terdakwa Saiful Aidi. Serta 1 swasta yakni Agus Setiawan Jong (Direktur PT. Sang Surya Dwi Sejati selaku penyedia barang divonis pidana 6.6 tahun penjara).

Pertanyannya kemudian, mengapa JPU tidak menyeret 4 pejabat Pemkot Surabaya yang disebut-sebut oleh BPK RI sebagai pihak yang mengakibatkan terjadinya kerugian keuangan negara dalam program Jasma Pemkot Surabaya tahun 2016 ? Ada apa antara Pemkot Surabaya dengan Kejari Tanjung Perak?

Keempat pejabat Pemkot Suarabaya ini adalah ; 1. Edi Kristianto, selaku Kepala Bagian Administrasi Pemerintahan dan Otonomi Daerah Setda Kota Surabaya, diduga memberikan surat rekomendasi tanpa didasarkan dengan proses evaluasi proposal pengajuan hibah yang dipersyaratkan dalam peraturan yang berlaku.

2. Ahmad Yardo Wifaqo, selaku Kepala Sub Bagian (Kasubag) Otonomi Daerah pada bagian Administrasi Pemerin Daerah diduga tidak berinteraksi langsung dengan penerima hibah dalam mengevaluasi proposal hibah melainkan menghubungi Dea Winnie Pratiwi selaku staf Agus Setiawan Jong.

Ke- 3 dan 4 adalah Mas Irawan Putra serta Fahmi Fitria, selaku staf pada bagian administrasi pemerintahan dan otonomi daerah. Diduga tidak berinteraksi langsung dengan calon penerima dana hibah dalam mengevaluasi proposal hibah, melinkan menghubungi Dea Wenie selaku staf Agus Setiawan Jong.

Yang lebih anehnya lagi adalah, perbuatan ke 4 pejabat Pemkot Surabaya ini dianggap “benar” oleh penyidik Kejari Tanjung Perak, Surabaya sehingga tidak ada proses hukum yang dilakukan.

Dana Jasmas memang milik ke- 6 anggota DPRD Surabaya yang akan disalurkan ke daerah pilihannya masing-masing. Lalu menurut JPU dalam dakwaanya, bahwa ke 6 anggota DPRD Surabaya ini bekerjsama dengan Agus Setiawan Jong. Walaupun tidak ada bukti apapun yang menyatakan adanya kerja sama antara Agus Setiwan Jomg dengan ke- 6 terdakwa selaku anggota Dewan.

Kemudian Agus Setiawan Jong bersama Timnya menghungi ratusan Ketua RT/RW dari beberapa Kecamatan di Kota Surabaya agar membuat Proposal pengajuan dana Jasmas ke Pemkot Surabaya melalui Tim yang dibentuk Agus, diantaraya Freddy Dwi Cahyono, Robert Siregar, Santi Diana Rahmawati dan Rudi Sinaga/Rudi Marudut

Hebatnnya, Jaksapun tak “mampu” menghadirkan Rudi Sinaga/Rudi Marudut yang disebut-sebut aktifis angkatan 98, yang saat ini sebagai Ketua DPC FKI-1 (Front Komunitas Indonesia Satu) Surabaya

Dalam proses ratusan propo-proposal dari ratusan Ketua RT/RW yang dikirimkan ke Dewan dan juga ada yang langsung ke Pemkot Surabaya melalui Tim yang dibentuk oleh Agus Setiawan, cairlah puluhan milliaran rupiah dari ABPD Surabaya ke masing-masing rekening Ketua RT/RW selaku penerima dana Jasmas dalam bentuk NPHD (naskah perjanjian hibah daerah) yang ditandatangani oleh Pemkot Surabaya dengan pihak penerima

Setelah dana Jasmas masuk ke rekening penerima, uang itupun kemudian ditransferk ke rekening Agus Setiawan Jong. Lalu Agus Setiawan Jong mengirimkan barang yang dibutuhkan oleh masing-masing Ketua RT/RW berupa terop, kursi, meja, lampu, soundistem, gerobak besi, tempat sampah

Pertanyaannya. Kewenangan siapa yang meloloskan atau menolak ratusan Proposal-proposal tersebut ? Siapa yang berwenang melakukan Verifikasi terhadap proposal yang masuk ke Pemkot Surabaya ? Pemkot Sendiri atau masing-masing anggota DPRD Surabaya ?

Katakan proposal itu tidak sesuai dengan Dapil (Daerah pemilihan) dari masing-masing terdakwa selaku anggota PPRD Surabaya. Apakah para terdakwa berwenang meloloskan proposal itu atau Pemkot Surabaya ? Kalau ditemukan ada proposal yang tidak sesuai dengan dapil masing-masing terdakwa, mengapa Pemkot Surabaya tidak menolak permohonan proposal tersebut ?.

Apakah lolosnya proposal hingga dicairkanya uang APBD Surabaya ke masing-masing penerima menjadi tanggungjawab para terdakwa?

Mengapa Kejari Tanjung Perak tidak menghadirkan Wali Kota Surabaya seperti yang dilakukan oleh Kejari Bangkalan sebagai saksi ke Persidangan, untuk dapat menjelaskan dan mengungkap secara terang benderang terkait program dana Jasmas, penandatanganan NPHD hingga pencairan dana APBD ke masing-masing penerima sesuai Peraturan Wali Kota Surabaya Nomor 25 tahun 2016?. (Jen)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top