0
Inzet. Prof. Dr. Nur Basuki Minarno. S.H., M.Hum
Prof. Dr. Nur Basuki Minarno. S.H., M.Hum : Keterangan saksi yang sudah almarhum dapat digukana oleh penyidik sebagai petunjuk untuk tersangka baru


beritakorupsi.co - Hingga saat ini, tersangka baru dalam Kasus mega Korupsi P2SEM (Program Penanganan Sosial Ekonomi Masyarakat) yang bersumber dari APBD Pemerintah Provinsi Jawa Timur (Pemprov. Jatim) Tahun Anggaran (TA) 2008 lalu, yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 277,6 milyiar masih misterus, sebab penyidik Tindak Pidana Khsusu Kejaksaan Tinggi - Jawa Timur (Kejati Jatim) “tak mampu mengungkapnya”.

Pada hal, menurut Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Jatim Didik Farkhan Alisyahdi, kepada beritakorupsi pada tanggal 20 Juli 2018 mengatakan, sudah mengantongi nama-nama calon terangka.

Anehnya, hampir setahun, sejak mantan Kepala Kejaksaan Negeri (Ka Kejari) Surabaya ini yang mengatakan sudah mengantongi nama-nama calon tersangka, belum juga dikeluarkan dari kantongnya.

“Sudah dikantongi (maksudnya calon tersangka). Dulu dokter Bagus dihukum karena para penerima itu ngaku, dapatnya sekian dan disetor ke dia (alm. dr. Bagus). Rekomendasi dari 100 anggota DPRD ada yang melalui Fathorrasjid, melalui Fujianto. Dokter bagus ada 15 atau 16, ini yang kita dalami sekarang,” kata Didik saat itu kepada beritakorupsi.co (Jumat, 20 Juli 2018)

Bahkan saat ditemui beritakorupsi.co di Kejati Jatim pada Selasa, 21 Mei 2019, Didik yang didampingi Trimo selaku Koordinator Pidsus, tak menyebut nama atau inisial calon tersangka yang dimaksud, kecuali  hanya mengatakan sudah ada calon tersangka dan masih dalam penyidikan. Entah sampai kapan atau mungkin hingga masyarakat bosan menunggunya.

“Masih penyidikan, ada calon tersangka. Masalahnya saksi dokter Bagus sudah meninggal,” kata Didik.

Saat ditanya, apakah keterangan Alm. dr. Bagoes Soedjito Suryo Soelyodikusumo yang sudah pernah dimintai keterangannya oleh penyidik Kejati Jatim sebelum dokter Spesialis Jantung itu menghembuskan nafsanya di Lapas Porong, Sidaorajo pada akhir tahun lalu (almarhum meninggal pada tanggal 20 Desember 2018 sekira pukul 05.30 WIB), dapat digunakan atau tidak sebagai keterangan saksi atau petunjuk untuk tersangka baru ?

Aspidsus Kejati Jatim Didik Farkhan Alisyahdi pun tak dapat memberikan jawab yang pasti. Didik malah mengatakan kepada beritakorupsi.co, bahwa itulah (dapat atau tidak) jawbannya.

“Memang pernah, tapi itu jawabannya, apakah dapat digunakan atau tidak,” kata Didik.

Terpisah. Menurut pakar hukum Tindak Pidana Korupsi dari Fakultas Hukum Univerisitas Airlangga (Unair) Surabaya Prof. Dr. Nur Basuki Minarno. S.H., M.Hum kepada beritakorupsi.co mengatakan, bahwa keterangannya (alm) dapat digunakan sebagai keterangan saksi atau petunjuk oleh penyidik untuk tersangka baru.

“Kalau saksi (alm. dr. Bagus) sudah pernah diminta keterangannya oleh penyidik untuk tersangka si A, itu boleh-boleh saja. Yang tidak boleh itu adalah, keterangan saksi untuk tersangka si A tidak boleh digunakan untuk tersangka si B. Jadi kalau boleh, ya boleh saja digunakan sebagai petunjuk untuk terangka baru,” kata Prof. Dr. Nur Basuki Minarno. S.H., M.Hum, Selasa, 21 Mei 2019.

Anehnya lagi adalah, pada sekitar tahun 2016, setelah  mantan Ketua DPRD Jatim (almarhum) Fathorrasjid yang juga salah satu mantan terpidana sekaligus saksi kunci dalam kasus Mega Korupsi P2SEM sebesar Rp277.6 miliyar ini keluar dari penjara, sudah membeberkan data dan menyerahkannya ke penyidik Kejati Jatim, terkait adanya keterlibatan pihak-pihak lain.

Namun hingga mantan Ketua DPRD Jatim itu wafat pada November 2017, penyidik Kejati Jatim belum juga menuai hasil untuk mengungkap keterlibatan pejabat-pejabat Jawa Timur yang diduga turut meninkmati duit rakyat itu.

Apakah “nyanyian” Kedua saksi kunci yang sudah menghadap sang Ilahi itu, akan menjadi “kenangan” di tangan penyidik Kejati Jatim, atau akan dipergunakan bersama bukti lainnya seperti putusan Majelis Hakim untuk mengungkap serta menyeret aktor intlektual dalam Kasus mega  Korupsi P2SEM untuk diadili di Pengadilan Tipikor Surabaya ?. Yang pasti, hanya penyidi Kejaksaan Tingg - Jawa Timurlah tahu.

Namun demikian, masyarakat Jawa Timur pun tetap menunggu keberanian lembaga Adhiyaksa yang berkantor di Jalan Achmat Yani Surabaya ini untuk mengngkap kasus Mega Korupsi P2SEM sebesar Rp277.6 miliyar, seperti saat keberaniannya menyeret Ketua Kadin (Kamar Dagagng dan Industri) Jatim La Nyalla Mattalitti dalam kasus Korupsi dana Hibah Kadin tahun 2011 - 2014, walau kemudian divonis bebas oleh Hakim Agung Mahkamah Agung RI, dan mantan Dirut PT PWU yang juga mantan menteri BUMN di era Presiden SBY, Dahlan Iskan dalm kasus Korupsi penjualan asset daerah tahun 2003 yang juga divonis bebas oleh Hakim Agung Mahkamah Agung RI

Sebelum alm. dr. Bagus meninggal, pada Juli 2018 pernah membeberkan ke beritakorupsi.co, terkait keterangan yang diberikan alm. ke penyidik Kejati Jatim dalam wawancara eksklusif di Lapas Porong, Sidoarjo, pada Jum'at, 20 Juli 2018.

Dalam wawancara tersebut, (alm) dr. Bagus menceritakan kepada beritakorupsi.co, awal kasus yang menyeretnya menjadi terpida dan divonis penjara selama 28 tahun saat alm. bekerja di Rumah Sakit Pemerintah Malaysia. Inilah keterangan alm. dr. Bagus yang menurutnya juga diberikannya ke penyidik Kejari Jamim ;

"Awalnya, seingat saya sekitar bulan September 2008 tapi saya lupa tanggalnya. Ada dua anggota DPRD Jatim yang saya kenal, yaitu Pak “S” selaku Wakil Ketua DPRD dari Frkasi Demokrat, dan Pak “W” juga Wakil Ketua dari Frkasi PDIP. Waktu itu mereka mengatakan, kalau mereka punya dana yang akan disalurkan untuk melaksanakan kegiatan yang berguna bagi masyarakat,

Ketentuan yang mereka tetapkan saat itu adalah Lembaga berupa Universitas, Institut, Akademi dan LSM. Dana yang bisa dipergunakan mereka sebesar 30 persen jumlah dana yang akan mereka berikan, karena sisanya akan dipergunakan untuk keperluan lain. Kemudian kegiatannya kalau bisa sebaiknya berupa pelatihan, sehingga dapat melibatkan masyarakat. Untuk mendapatkan dana dari mereka (Dewan), lembaga-lembaga itu harus membuat proposal, dan jumlah dana yang mereka terima lebih kecil dari dana yang tercantum dalam proposal tersebut. Misalnya dana dari Dewan itu ada sebesar Rp 2.5 milliar, jadi yang diterima oleh lembaga itu hanya 30 persen, yang 70 persen lagi harus dikembalikan ke mereka (Dewan). Tapi waktu itu Pak "S" dan Pak "W" mengatakan, mereka akan memberikan dana ke lembaga-lembaga itu masing-masing sebesar Rp 1.5 milliar.

Karena saya tidak punya pengalaman mengenai kegiatan-kegiatan seperti itu, dan juga tidak mengenal lembaga-lembaga yang mereka inginkan, makanya saya meminta ke teman-teman saya yang ada di akedemisi, yaitu Eddy, Kurniawan, Amirullah, dan Faried untuk mencarikan lembaga-lembaga. Menurut mereka akan memerlukan tambahan teman, maka mereka membawa beberapa teman-temannya lagi, yaitu Rudy (Rudi ini temannya Kurniawan), dan Holidin temannya Eddy. Selain itu, saya juga mengkontak dr. I Komang Ivan, yang sebelumnya pernah mengatakan ke saya, kalau ada “job” sewaktu-waktu dia minta untuk dihubungi bergabung dengan teman-teman, mungkin dia bisa mendapatkan tambahan penghasilan.

Selanjutnya, ada anggota Dewan yang lain, juga menghubungi saya uuntuk mencarikan seperti yang disampaikan Pak “S” dan Pak “W”. Diantaranya  Pak “AD” dari Frkasi PKB, dia punya dana sebesar Rp 3.5 M,;  Pak “S” dari Fraksi PDIP, dananya Rp 3,5 M, dan Pak “GS” dari Fraksi Golkar, punya dana sebesar Rp 3,5 M, itu yang seingat saya.

Selain itu ada lagi anggota Dewan yang menghubungi saya. Permintaan mereka sama dengan yang sebelumnya. Diantaranya 1. “AS” dari Fraksi PKS dananya Rp 2,75 M,; 2. Ibu “H” dari Fraksi Golkar, dananya Rp 2,5 M,; 3. “AS” dari Fraksi PKB dananya Rp 1 M,; 4. “MMN”  danaya Rp200 juta; 5. “L” dari Frkasi Golkar, dananya Rp1 M,; 6. “CM” dari Fraksi PKB, punya dana 500 juta,; 7. “JS” dari Frkasi PKB, dananya Rp500 juta,; 8. “MH” dari PPP, punya adana Rp 1 M,; 9. “SM” dari PDIP, dananya 500 juta,; 10. “F” dari Frksi PPP dananya Rp1 M. Ketentuan-ketentuannya sama. Hanya Pak “AS”, Pak  “CM” dan Pak “F” yang meminta lebih dari 70 persen dananya dikembalikan, ini yang seingat saya.

Kemudian ada lagi Pak “SS” dari Fraksi PAN, juga  meminta saya mencarikan lembaga-lembaga untuk dananya dia, dan dana teman-temannya yaitu Pak “BH” dan beberapa orang temannya yang tidak diesebutkan namanya. Pada waktu itu Pak “S”  mengatakan, bahwa total dananya sebesar Rp1.5 M. Tapi Pak “SS” meminta 70 persen dananya dikembalikan ke dia. Alasannya karena Pak “S” juga harus mengembalikan dana teman-temannya.

Dan Pak “I” dari Fraksi PDIP juga meminta saya seperti anggota Dewan lainnya, untuk  penyaluran dananya sebesar Rp1.5 M, dan dana teman-temanya yang dikordinirnya, yaitu  Pak “SS”, Pak “BL” dan beberapa orang temannya yang tidak diesebutkan namanya. Pada waktu itu Pak “I” juga meminta dananya untuk dikebalikan sebanyak 75 persen. Alasan sama, karena dia harus mengembalikan dana teman-temannya yang dikordinirnya.

Jadi jumlah anggota Dewan yang meminta tolong ke saya untuk mencarikan lembaga-lembaga itu ada sebanyak 17 orang. Setelah itu saya tidak lagi mengikuti perkembangannya, karena saya sudah meminta bantuan ke Eddy, Kurniawan, Amirullah dan Faried. Dari 17 orang ini ada 3 yang sudah meninggal yaitu “W”, “S” dan “C”, ada juga yang menjadi Bupati dan Wakil Bupati, statusnya sekarang sudah tersangka oleh KPK, yakni “SM” dan “AS”, dan ada juga yang menjadi anggota DPR RI, yaitu “JS”, “F” dan “G”. Sedangkan yang masih aktif saat ini di DPRD Jatim ada “S” dan “IGI”.

Beberapa minggu atau beberapa bulan kemudian, para dewan tersebut mulai menanyakan dana-dana mereka. Saya bilang kepada mereka, bahwa saya menunggu berita dari teman-teman yang saya minta mencarikan lembaga-lembaga pada waktu itu. Agar saya tidak direpotkan, saya juga memberikan nomor telpon teman-teman saya tersebut, sehingga  para anggota Dewan itu dapat langsung berurusan atau berkomunikasi dengan mereka.

Beberapa waktu kemudian, para anggota Dewan tersebut kembali menanyakan dana-dana mereka, dan meminta saya untuk menanyakan hal tersebut kepada teman-teman saya. Pada waktu itu mereka tidak bersedia menghubungi teman-teman saya, karena mereka tidak mengenal mereka. Dan ketika saya mengatakan, agar mereka menguhubungi sendiri teman-teman saya, kebanyakan dari mereka malah malah - marah, karena menurut mereka, saya yang dimintai tolong, dan saya yang harus bertanggung jawab untuk pengembalian dana-dana mereka. Akhirnya, mau tak mau, karena mereka menekan terus, saya menanyakan kepada teman-teman saya. Lalu, teman-teman saya mengatakan, bahwa mereka harus menanyakan kepada teman-teman mereka juga,dan seterusnya.

Karena menurut mereka, lembaga yang diperlukan sangat banyak, dan ada batas maksimal yang dapat dikerjakan oleh satu lembaga. Keadaan menjadi kacau, dan saya semakin tertekan, karena para anggota Dewan itu terus mendesak. Sementara teman-teman tidak mempunyai data yang jelas, mengenai Dewan siapa merekomendasi lembaga apa, dan berapa jumlah dana dari masing-masing anggota Dewan yang diberikan ke lembaga-lembaga itu. Disinilah permasalahannya. Mereka tidak mau tau hal itu, yang mereka tau, saya harus mengembalikan dana mereka.

Ketika saya mengkonfirmasikan hal tersebut kepada anggota-anggota Dewan, mereka mengatakan kalau lembaga-lembaga itu tidak penting, dan yeng lebih penting adalah, saya diminta harus mengembalikan uang mereka sesuai yang ada di catatan mereka.

Beberapa waktu kemudian, teman-teman yang saya mintai tolong untuk mencarikan lembaga memberitahukan saya,  bahwa beberapa pekerjaan dari lembaga-lembaga ada yang sudah selesai. Lalu saya minta kepada mereka agar menghubungi sendiri para dewan yang merekomendasikan lembaga-lembaga tersebut. Tetapi mereka tidak ada data yang benar mengenai Dewan apa merekomendasi lembaga apa. Lalu saya meminta mereka untuk mencari data tersebut ke DPRD Jatim, tetapi mereka mengalami kesulitan, karena mereka tidak tahu harus menghubungi siapa di DPRD Jatim. Lalu saya menghubungi (telepon)  beberapa anggota Dewan mengenai hal itu, beberapa dari mereka memberitahukan agar menanyakan langsung ke sekretaris Ketua DPRD yaitu Pudji dan Afif.

Karena teman-teman kesulitan untuk menghubungi Dewan di sekretariat DPRD, maka saya bersama mereka menemui Puji dan Afif untuk menyanyakan langsung, mengenai Dewan apa merekomendasi lembaga apa saja.

Beberapa waktu kemudian teman-teman memberitahukan saya, bahwa bebebrapa pekerjaan sudah diselesaikan. Dan lembaga itu sudah siap untuk mengembalikan dana ke Dewan sebesar 70 persen. Saya pun menghubungi para anggota Dewan itu dan mengatakan, bahwa teman-teman akan melaporkan hasil pekerjaannya. Tetapi para Dewan itu mengatakan, yang paling utama dan mendesak adalah uangnya harus saya kembalikan.

Saya dan teman-teman yang 4 orang itu membuat usulan, untuk memudahkan penyetoran dana ke anggota-anggota Dewan itu, supaya menyetorkan ke 1 rekening. Usulan pada waktu itu rekening saya dan rekening dr.Ivan. Dan dr.Ivan pun setuju, tapi dia minta kompensasi sebesar Rp500 ribu untuk setiap dana yang dikeluarkan dari rekeningnya, dan kita setuju saja dengan permintaan dr.Ivan.

Para anggota Dewan itu terus mendesak saya, dan saya mulai merasa terancam. Maka dana itupun segera saya berikan kepada anggota Dewan berdasarkan jumlah yang mereka infokan kepada saya. Jumlah dana masing-masing Dewan itu berdasarkan info dari Dewan pada saat mereka minta tolong ke saya untuk mencarikan lembaga pada waktu itu. Pada hal saya belum mendapatkan data yang jelas, Dewan siaapa merekomendasikan lembaga apa. Jadi saya mengembalikan dana mereka secara random berdasarkan Dewan siapa yang mendesak terlebih dahulu.

Karena para dewan terus mendesaak dan mengancam saya, sehingga setiap dana yang masuk ke rekening saya, langsung saya berikan kepada anggota-anggota Dewan berdasarkan jumlah awal yang mereka infokan kepada saya. Karena dana yang saya terima tidak sekaligus, jadi pada waktu itu saya memberikan kepada para anggoat Dewan berdasarkan dana yang saya terima, dan berdasarkan anggota Dewan siapa yang paling mendesak.

Seingat saya, perkiraan jumlah dana yang saya kembalikan ke masaing-masing anggota DPRD itu antara bulan Oktober samapai Desember 2008, yaitu;

1. “S” dari Fraksi Demokrat, dananya sebesar Rp1.2 M, dan saya kembalikan sebesar itu dalam 4 kali tahap yaitu I Rp 250 juta dank e- II sebesar Rp 250 juta, saya transfer ke rekening BCA Pak “S”. Tahap ke- III sebesar Rp 250 juta, saya berikan tunai di ruang kerjanya di DPRD Jatim setelah makan siang, saya lupa tanggal pastinya. Seangkan tahap ke- IV sebesar Rp200 juta, saya berikan tunai ke Pak “S” di rumah pribadinya di Margorejo, di daerah Sidosermo/Prapen, rumahnya di pojok, saat itu malam hari.

2. “W” dari Fraksi PDIP, total dananya sebesar Rp1.1 M. Saya kembalikan dalam 4 tahap, iatu I sebesar Rp250 juta dan ke- II Rp 250 juta, ke- III sebesar Rp300 juta, saya berikan tunai ke Pak “W” di rumahnya di daerah Bendul Merisi, sekitar sore atau malam hari, dan yang ke- IV sebesar Rp300 juta, juga saya berikan tunai ke Pak “W” di ruang kerjanya di DPRD waktu jam kerja setelah makan siang.

3. “S” (“pemilik Lamongan Wather Park”) dari Fraksi PDIP, total dananya sebesar Rp2.5 M. Saya kembalikan sebanyak 5 tahap, yait yang I sebesar Rp350 juta. Saya berikan tunai malam hari di sebuah Hotel di Jalan Raya Darmo, bekas Hotel Mirama. Sedangkan yang ke- II Rp 750 juta, III sebesar Rp600 juta dan ke- IV sejumlah Rp 300 juta dan ke- V sebesar Rp500 juta, saya berikan tunai ke Pak “S” di Hotel Bisanta Jalan Tegalsari, dekat lapangan sepak bola sekitar malam hari, ada yang di Resto Hotel, ada juga saat dikamar Hotel saat Pak “S” datang ke Hotel Bisaanta bersama teman-temannya dari DPC PDIP Lamongan. Saat pengembalikannya ada sebanyak 2 kali ditemani dr.Ivan

4. “AS” dari Fraksi PKS total dananya sebesar Rp1.8 M, saya kembalikan secara tunai antara 3 sampai 4 kali langsung ke rumahnya di daerah Gayungsari Barat,  diseberang Markas PKNU ada jalan masuk, lalu melalui Satpam, terus ke kanan lalu mengikuti arah. Uang itu diterima oleh Pak “AS” atau juga istrinya sekitar malam hari sebanyak 2 kali, dan pernah juga hari minggu sebanyak 2 kali. 

5. “AD” dari PKB  total dananya sebesar Rp2.5 M. Seingat saya, ada dana yang diambil tunai beberapa kali oleh anak buahnya ke Bank Jatim di RSUD Dr. Soetomo saat jam kerja, dikordinir oleh Roni. Ada yang diminta disetorkan ke suatu rekening milik anak buahnya, dan ada yang saya berikan tunai di Dunkin Donut Ngagel sekitar malam hari.

6. “H” dari Frkasi Golkar total dananya sebesar Rp1,75 M, saya berikan secara tunai sebanyak 4 sampai 5 kali ke rumah Bu “H”, di daerah Gayungsari Barat, dan diterima oleh Bu “H” dan suaminya sekitar malam hari, dan 1 kali saat penyerahan itu saya ditemani dr.Ivan. 

7. “GS” dari Fraksi Golkar total dananya sebesar Rp 1,250 M. Dana itu ada yang saya transfer melalui Andi atas saran Pak “GS”, dan lainnya saya berika secara tunai beberapa kali. Di tempat bekas Hotel Mirama sekitar malam hari sebanyak 1 sampai 2 kali. Di kantor Golkar Jalan Darmokali sekitar siang atau sore hari. Satu kali di rumah dinas di Jl. Margorejo sekitar siang hari, beberapa kali di Bonn Cafe Gubeng dan Bonn Cafe Kupang Indah sekitar siang hari.

Pemberian ke Pak “GS” ini, sebagian besar merupakan pengembalian uang yang saya pinjam dari Pak “GS”untuk mengembalikan dana ke anggota Dewan yang terus menagih ke saya. Pada hal, uang yang masuk ke rekening saya dan dr.Ivan lebih kecil dari uang yang saya kembalikan ke para anggota Dewan itu. Karena mereka terus mendesak dan mengancam saya, terpaksa saya menggunakan uang pribadi dan pinjaman untuk mengembalikannya.

8. “SS” dari Frkasi PAN total dananya sebesar Rp1,1 M. Dana ini ada yang saya transfer melalui rekening istrinya sebanyak 2 samapi 3 kali. Kalau tidak salah, total jumlah dana yang saya  tranfer sekitar Rp500 juta. Sebahagian lagi ada yang saya berikan tunai ke Pak “SS” di sebuah Restoran Indonesia di Jalan Kartini sebesar Rp400 juta sekitar malam hari,  dan ada juga yang saya berikan tunai di Ruangan Fraksi PAN di DPRD Jatim waktu jam kerja.

9. “AS” dari Fraksi PKB total dananya sebesar Rp800 juta. Dana tersebut saya serahkan awal, sewaktu Pak “AS” minta dibuatkan proposal sekitar bulan Agustus - September 2008, tapi yang buat proposal bukan saya tapi lembaga - lembaga. Uang itu saya berikan beberapa kali. Satu kali saya berikan di Restoran Agis sekitar malam hari, Satu kali di Cofee Bean TP, sekitar malam hari, dan 4 sampai 5 kali saya berikan tunai di rumahnya di daerah Gayungsari Barat dekat Masjid Agung sekitar sore atau malam hari.

10. “L” dari Frkaksi Golkar  total dananya sebesar Rp700 juta. Dana itu saya serahkan secara tunai dalam 4 kali di rumahnya di Jalan Bengawan, dekat dengan Soto Bengawan.

11. “CM” dari Fraksi PKB total dananya sebesar Rp375 juta. Dana tersebut saya serahkan juga di awal pada waktu Pak “CM” minta dibuatkan proposal sekitar bulan September 2008. Saya serahkan secara tunai di Ruangan Fraksi PKB di DPRD Jatim sekitar  siang hari. Yang buat proposal bukan saya tapi lembaga - lembaga.

12. “MH” dari Fraksi PPP total dananya sebesar Rp700 juta. Uang itu saya serahkan tunai sebanyak 3 kali. Yaitu 1 kali di rumah Pak Maskur di Jemur Wonosari, daerah Giant Aahmad Yani, dan 2 kali di bekas Posko pemenangan Khofifah di Jalan Diponegoro, sekita sore hari.

13. “IGI” dari Frkasi PDIP total dananya sebesar Rp1,1 M. Uangnya saya serahkan secara tunai sebanyak 4 kali. Yaitu 3 kali di tempat Kos Pak “IGI” di Jalan Musi, dan 1 kali di sebuah apartemen di Jalan Raya Tenggilis sekitar sore hari.

14. “MN” dari Fraksi PPP total dananya sebesar Rp40 juta. Dana itu di serahkan tunai di Kartika Pujasera, Jalan Diponegoro, Surabaya oleh dr. Ivan

15. “SM” dari Fraksi PDIP total dananya sebesar Rp350 juta. Saya serahkan tunai do Plaza Marina di Jalan Margorejo sekitar malam hari

16. “JS” dari Fraksi PKB total dananya sebesar Rp350 juta. Dana tersebut saya serahkan tunai di Cofee Bean TP sekitar malam hari, dan

17. “F” (“pemilik rumah terbesar di Glaxi Bumi Permai”) dari Fraksi PPP total dananya sebesar Rp800 juta. Saya serahkan tunai di suatu Real Estate Brooker di Jalan Kartini, dan diterima oleh anak buah Pak “F”, orangnya tinggi, kurus dan berkaca mata.

Dari 17 anggota DPRD itu, hanya 3 orang yang memberikan saya honor totalnya sebesar Rp 300 juta. Pada hal pembicaraan awal saat mereka menghubungi saya, mereka akan memberikan saya honor, bukan fee. Honor saya dari para anggota DPRD itu untuk ongkos atau transportasi, biaya telepon atau komunikasi dan untuk makan. Dewan yang meberikan saya honor ialah pak “AJ” sebesar Rp75 juta, “S” sebesar Rp75 juta dan “G” sebesar Rp100 juta.

Pada saat pemberian dana-dana tersebut ke anggota-anggota Dewan, banyak tekanan dan masalah yang saya alami. Dana masuk dari teman-teman saya yang saya mintai tolong untuk mencarikan lembaga, ternyata  lebih sedikit dari dana yang di claim oleh para Dewan itu. Tetapi sebagian besar dari Anggota Dewan itu tetap bersikeras bahwa dana yang harus mereka dapatkan haruslah berdasarkan pada dana yang mereka claim.

Maka untuk menghindari tekanan yang lebih berat, dan perselisihan dengan para Dewan yang menurut mereka mempunyai kekuasaan dan kekuatan, maka mau tidak mau saya memenuhi permintaan mereka untuk mengembalikan dana dari lembaga dengan menggunakan uang pribadi, pinjaman dari teman dan keluarga termasuk ke anggota Dewan yang kasihan dan mengerti posisi saya saat itu.

Beberapa dari anggota Dewan ada yang memberikan secara sukarelaseperti Pak “GS” sebesar Rp 1 M, Pak “BH” sebesar Rp5 juta dan Pak “S” Rp250 juta. Tetapi ada juga yang meminjamkan dengan syarat, saya harus segera mengembalikan setelah saya ada uang, yaitu dari Pak “AS” sebesar Rp120 juta, dari Bu “H” sebesar Rp600 juta. Tapi pemberian mereka melalui beberapa tahap, tidak sekaligus

Pada Desember 2008, saya lupa waktunya secara pasti. Pak “S” dan Pak Sekwan, menginformasikan bahwa saya diangkat sebagi Staf Ahli DPRD Jatim.

Sekitar akhir Desember 2008, setelah mengalami semua kesulitan-kesulitan dan tekanan-tekanan, saya bertanya ke beberapa orang yang ada di DPRD, karena saya mulai curiga.  Dari manan keseluruhan dana milik para anggota Dewan itu, tidak hanya uang pribadi dan sumbangan dari donatur, tapi kemungkinan ada uang negara yang masuk ke mereka.

Untuk mengetahui lebih jelas mengenai hal ini, saya pun terus menerus menanyakan kepada para Dewan untuk menjelaskan, darimana sebenarnya dana-dana itu.  Beberapa anggota Dewan yang sangat kasihan melihat kondisi saya pada waktu itu, akhirnya menjelaskan,  bahwa dana yang mereka didapatkan itu dari APBD. Secara spontan saya memohon kepada mereka, agar dana-dana yang bersumber dari APBD dikembalikan ke kas negara. Tetapi mereka tampak marah dan kecewa mendengar hal itu. Lalu saya jelaskan kepada mereka, bahwa saya akan menghadapi masalah, bila dana tersebut benar-benar ada yang bersumber dari APBD. Lalu mereka mengatakan, bahwa mereka minta waktu untuk menyelesaikan masalah ini.

Sekitar bulan Maret  hingga April 2009, teman-teman dengan panik memberitahukan kepada saya, bahwa lembaga-lembaga banyak yang diperiksa oleh Kejari-Kejari. Saat itu kita semua sangat panik. Lalu saya dengan didampingi teman-teman, beberapa kali mendatangi para anggota Dewan, agar para anggota Dewan tersebut mau bertanggung jawab dan segera mengembalikan dana itu ke kas negara.

Ada anggota Dewan ada yang berhasil kita temui, tapi ada juga yang tidak. Dari beberapa anggota Dewan yang tidak bisa ditemui, ada yang masih bisa dikontak per telepon, tapi ada juga yang tidak bisa dikontak sama sekali.

Para Dewan yang bisa saya temui sekitar bulan Mei 2009 sampai Januari 2010, diantaranya; 

1. “H”. Saya ke rumahnya beberapa kali (sendirian dan beberapa kali ditemani dr.Ivan.  Akhirnya, sekitar bulan September sampai dengan Oktober 2009, Bu “H” bersedia mengmbalikan uang sebesar Rp 250 juta ke Kejari Jombang, melalui anaknya yang bekerja di Bank Niaga Panglima Sudirman Surabaya. Pada waktu itu, saya, dr. Ivan dan Sidik sama-sama ke Bank Niaga, untuk mengurus pengembalian dana tersebut. Bukti pengembalian  ditandatangani oleh dr.Ivan, dan ananknya Bu “H” yang laki-laki. Dan bukti pengembalian itu saya serahkan ke Kejari Jombang, tapi uangnya dibawa dr.Ivan.

2. “S”. Beberapa kali saya bersama Arfani dan Sidik (teman Kurniawan) mencari dia di rumahnya di Desa Deket Agung, Sugio, Lamongan. Tapi akhirnya bisa bertemu dengan  Pak “S” di rumahnya di daerah Gayungsari, waktu itu saya bersama Arefani, Sidik dan dr.Ivan. Pak “S”  mengatakan mau membantu, tapi tidak bisa bertanggung jawab.

3. “AS”. Beberapa kali saya ke rumahnya di daerah Gayungsari Barat, dekat Masjid Agung. Beberapa kali saya sendiri, dan satu kali bersama Bambang dan Andrie (Andrie teman Eddy dan Holidin). Saat itu Pak “AS” mengatakan kehabian uang, bahkan meminta uang dari kami untuk beberapa keperluannya yang belum di bayar.

4. “ADJ”. Saat itu Pak ADJ” mengatakan, dari beberapa pekerjaan yang direkomnya, sudah dikembalikan ke Kas Daerah, tapi tidak bisa semua karena sudah tidak punya uang lagi.

5. “S”. Kami datang ke rumahnya di daerah Sidoarjo bersama Kurniawan, Rudi dan Sidik. Pak “S” mengatakan, sudah tidak punya uang lagi, bahkan untuk hiduppun sudah susah.

6. “AS”. Beberapa kali saya sendiri datang ke rumahnya, dan satu kali bersama Rudy dan Kurniawan untuk menindaklanjuti ucapannya.

Para anggota Dewan yang lain, yang saya bisa kontak melalui telepon mengatakan bahwa mereka akan membereskan semuanya sesegera mungkin. Tapi hampir semua dari mereka tetap meminta dananya untuk saya kembalikan yang akan dipergunakan keperluan kampanye mereka.  Akibat tekanan yang terlalu kuat dari berbagai pihak, dan juga dari anggota Dewan yang memnita agar dananya saya pertanggungjawabkan, malah marah kepada saya.

Mereka mengancam keluarga saya. Beberapa anggota Dewan mengatakan, kejadian tahun 2004 dimana anak lelaki saya yang diculik (penah diculik pembantu), pasti akan terulang lagi bila saya atau teman – teman menyebut nama-nama mereka jika diperiksa oleh Kejaksaan – Kejaksaan. Akibat dari tekanan dan ancaman itu, saya jatuh sakit pada Februari 2010, dan dirawat di RSUD Dr. Soetomo.

Tekanan dan ancaman terus berlanjut pada saat saya ngamar di Graha Amerta pada waktu itu. Karena saya takut terjadi sesuatu dengan keluarga saya, maka saya memutuskan untuk pergi ke luar negeri untuk melanjutkan pengobatan. Pada waktu itu Pak “GS” dan Pak “M” mau membantu biaya pengobatan saya di Graha Amerta.

Selain anggota Dewan itu, “N”, pengacara saya juga meminta saya untuk meninggalkan Indosesia sambil dia akan menyelesaikannya di Indonesia. “S” ini tinggalnya di daerah Ngagel, dan kantornya juga di daerah itu. “N” ini seperti Koordinator pengacara, yang berjanji akan menyelesaikan  kasus P2SEM di Kejaksaan - Kejaksaan, tapi malah nggak karuan. Akhirnya dia malah menyuruh saya untuk pergi saja, sambil dia menyelesaikan di Indosesia. Ternyata malah tambah parah. Katanya akan meloby Kejaksaan agar kasus saya tidak diteruskan. Setelah saya berikan dananaya sebesar Rp800 juta malah tidak ada hasilnya.

Sekarang ini saya dapat kabar kalau “N” sering ke Lapas, mengurus kasus diantaranya kasusnya “TQR”. “N” dan mantan anggota DPRD Jatim “SS” sedang jalan bersama untuk menekan orang-orang yang ketakutan. Semua yang dipanggil ataupun yang belum didatangi oleh “N” dan “KUS” seorang pengacara. Mereka mau mengumpulin dana untuk biaya “N” melobi Kejati".


Dari apa yang dijelaskan dr. Bagus, masyarakat Khusnya di Jawa Timur, menunggu Kejati Jatim untuk menegakkan hukum, dengan membongkar orang-orang yang terlibat dalam kasus Mega Korupsi P2SEM, dari “pangkal hingga ujungnya” agar tidak terkesan adanya tebang pilih dalam penegakan hukum Khusunya kasus Tindak Pidana Korupsi. (Rd1/*)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top