0
#Dakwaan Jaksa, bahwa yang melakukan Pemotongan Jasa Pelayanan (Jaspel) adalah terdakwa dr. H.M. Nurul Dholam selaku Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Gresik#

beritakorupsi.co - “Sekali mandi haruslah basah, sekali menegakan hukum dalam pemberantasan Korupsi haruslah tuntas dan terang benderang”. Kalimat tersebut sepertinya tidak sesuai  dengan peringatan Hari Anti Korupsi se-Dunia, yang diperingati setiap tanggal 9 Desember.

Sebab, penegakan hukum dalam beberapa kasus perkara Korupsi yang terungkap dalam persidangan Khususnya di Pengadilan Tipikor Surabaya menjadi pertanyaan publik, diantaranya Kasus Korupsi suap tangkap tangan KPK terhadap Ketua dan Wakil Ketua Komisi B DPRD Jatim pada Maret tahun lalu. Dalam fakta persidangan terungkap, bahwa duit ratusan juta yang diterima oleh Ketua dan Wakil Ketua Komisi B DPRD Jatim (keduanya berstatus terpidana) dari 9 SKPD atau Kepala Dinas di Jawa Timur sudah dibagikan ke seluruh anggota Komis B. Duit itu sebagai imbalan agar Komisi B DPRD Jatim tidak menggunakan fungsi kewenangannya dalam pengawasan anggaran dan kinerja para Kepala Dinas sebagai mitra kerjanya. Karena hingga saat ini, tak satupun anggota Komisi B DPRD Jatim yang diproses hukum oleh KPK.

Begitu juga dengan kasus Korupsi suap tangkap tangan KPK terhadap Ketua dan 2 (dua) Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto pada Maret tahun lalu. Dalam kasus ini juga terungkap di persidangan bahwa semua anggota DPRD Kota Mojokerto kebagian duit “haram” terkait pembahasan anggaran APBD/P Kota Mojokerto. Yang ini juga sama, bahwa tak satupun anggota DPRD Kota Mojkerto yang diproses hukum oleh lembaga anti rasuah itu.

Belum lagi kasus TPPU (tindak pidana pencucian uang dengan tersangkayang juga terpidana Taufiqurrahman yang ditangani KPK, serta kasus dugaan Korupsi sebesar Rp85 miliyar terkait pembangunan Rumah Sakit Unair Surabaya yang menelan anggaran senilai Rp300 miliyar yang ditangani KPK, dan telah menetapkan “FAS” mantan Rektor Unair periode 2006-2015 menjadi tersangka pada Juni tahun 2016, yang hingga saat ini belum ada kelanjutannya.

Tak ketinggalan pula di Kejaksaan Tinggi Jawa Timur yang menangani kasus Korupsi dana Bansos Rp38 miliyar yang bersumber dari APBD Kabupaten Jember Tahun Anggaran (TA) 2015 sebesar Rp200 miliyar lebih serta Kasus Korupsi dana P2SEM Tahun 2008 sebesar Rp277 miliyar yang bersumber dari APBD Provinsi Jawa Timur TA 2008. Belum lagi kasus Korupsi pembangunan gedung Kampus UIN Malang , di mana mantan rektornya sudah ditetapkan menjadi tersangka pada tahun 2014 dan hingga saat ini belum juga ada kelanjutannya. Lalu sebagai tindak lanjut dari hari peringatan Anti Korupsi yang beberapa hari lalu di peringati di mana ?
Sementara dalam kasus perkara Korupsi pemotongan jasa pelayanan (Jaspel) dana kapitasi Puskesmas Kabupaten Gresik tahun 2016 - 2017 sebesar Rp2,4 miliyar berdasarkan hasil auditor Khusus Kejaksaan Tinggi Jawa Timur juga menjadi pertanyaan.

Sebab dalam surat dakwaan JPU Kejaksaan Negeri (Kejari) Gresik mengatakan, bahwa terdakwa dr. H.M. Nurul Dholam menduduki jabatan sebagai Plt. Kepala Dinas Kesehatan pada tanggal 1 April 2016 yang kemudian dilantik menjadi Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Gresi sejak tanggal 30 Desember 2016 melakukan pemotongan terhadap Jaspel dana kapitasi Puskesmas Kabupaten Gresik tahun 2016 - 2017 sebesar Rp.2.451.370.985

Sementara fakta dalam persidangan yang terungkap (Selasa, 11 Desember 2018), bahwa yang melakukan pemotongan Jaspel dana kapitasi itu adalah para Kepala Puskesmas dan Bendahara JKN (Jaminan Kesehatan Nsional) Puskesmas di Kabupaten Gresik yang besarnya antara puluhan hingga ratusan juta per tahun atas perintah secara lisan oleh terdakwa.

Artinya, yang melakukan pemotongan dengan memerintahkan untuk melakukan pemotongan adalah dua kata kerja yang berbeda. Andai saja kasus ini adalah kasus pencurian yang dilakukan oleh lebih dari 1 (satu) orang, di mana ada yang menyuruh/memerintah dan ada yang melakukan yang kemudian hasil curiannya itu dijual kepada orang laing, bisa jadi semuanya akan terseret termasuk si pembeli barang curian itu dengan tuduhan sebagai penadah.

Fakta lainnya yang terungkap yaitu, bahwa pemotongan Jaspel dana kapitasi di 43 Puskesmas Kabupaten Gresik itu ternyata sudah berlangsung sebelum terdakwa menjadi Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Gresik pada tanggal 30 Desember 2016 menggantikan dr. Sugeng Widodo.

Anehnya, dalam surat dakwaan JPU Kejari Gresik mengatakan bahwa terdakwa dr. H.M. Nurul Dholam melakukan pemotongan Jaspel dana kapitasi sejak tahun 2016 - 2017. Selain itu disebutkan pula dalam surat dakwaan JPU, bahwa ada penyerahan sejumlah uang kurang lebih sebesar Rp454 juta  dari dr. Soegeng Widodo kepada terdakwa. Bahwa dana tersebut merupakan dana sisa kegiatan dimasa kepemimpinan dr. Soegeng Widodo selaku Kepala Dinas yang lama, dan disepakati dalam rapat (tanggal 31 Maret 2016), agar dana sisa tersebut segera diserahkan kepada Eni Wahyuni, S.Km selaku staf Bagian Ren Gram di  Dinas Kesehatan Kab. Gresik untuk disimpan dan dicatatkan dalam pembukuan.

Yang lebih anehnya lagi, JPU Kejari Grerik hanya mengusut Jaspel dana Kapitasi tahun 2016 - 2017 dengan menyeret dr. H.M. Nurul Dholam ke pengadilan Tipikor untuk diadili, sementara  pemotongan Jaspel dana Kapitasi tahun sebelumnya yang dilakukan oleh Kepala Dinas Kesehatan sebelumnya tidak diminta pertanggungjawajaban ?.

Tidak hanya itu. Majelis Hakim yang mengadili perkara ini pun tidak “segarang” mengadili perkara Korupsi lainnya saat meminta keterangan dari saksi-saksi yang dihadirkan JPU dalam persidangan. Tak heran, saksi-saksi pun sambil tersenyum atau tertawa sambil menjawab pertanyaan Majelis Hakim. Tak ada diantara saksi yang merasa bersalah melakukan pemotangan Jaspel dana Kapitasi itu karena atas perintah.

Selasa, 11 Desember 2018, dalam persidangan yang berlangsung di ruang sidang Cakra dengan agenda pemeriksaan saksi sebanyak 21 orang yang dihadirkan Tim JPU Andrie Dwi Subianto, Alifin Nurahmana Wanda dkk, dari Kejari Gresik dipimpin Ketua Majelis Hakim Wiwin Arodawanti dengan dibantu 2 (dua) Hakim anggota (Ad Hock) yaitu M. Mahin., SH., MH dan Dr. Lufsiana. Sementara terdakwa didampingi Penasehat Hukumnya, Adi Sutrisno.

Saksi yang dihadirkan JPU adalah Kepala Puskesmas, dan Bendahara JKN Puskemas di Kabupaten Gresik itu, diantaranaya Cahyono, Kepala Puskesmas Mengganti,; Setyorini, Kepala Puskesmas Rangkah,; Yan Susanti, Kepala Puskesmas Sedayu,; Masvia Bendahara JKN Puskesmas Kedamaian,; Wiwik Susanti Kepala Puskesmas Ujung Pangka,; Masvia, Bendahara Puskesmas Ujung Pangkah,; Sonny, Kepala Puskesmas Benjeng,; Susi Sri Asri, Bendahara JKN Puskesmas Benjeng,; Hilda besty, Kepala Puskesmas Kedamaian,; Sinta Puspita Sari, Kepala Puskesmas Sedayu,; Erni Rahayu, Bendahara JKN Puskesmas Sedayu,; Titikaryadiponigoro, mantan Kepala Puskesmas Bunga,;  Mafuroh, Bendahara JKN Puskesmas Bunga,; Lestari sudaryanti, Kepala Puskesmas Cermai,; Farida rohmah, Bendahar JKN Puskesmas Cermai,; Rini Aulistyoasih, Puskesmas Balong Panggang,; Aryatiningsih, Bendaha JKN Puskesmas Balongoangang,; Anik Lutfiah, Kepala Puskesmas Sukomulyo Gresik,; Ratna Fajarini, Bendahara JKN Sukomulyo Gresik,; Achmat safi'i, Kepla Puskesmas Alun-alun, dan Diana Mei Hearawati, Bendahara JKN Puskesmas Alun-alun.

Para saksi yang berprofesi sebagai dokter ini ibarat kelompok paduan sura saat menjawab pertanyaan JPU terkait pemotongan Jaspel dana Kapitasi yang dilakukan oleh terdakwa.
“Ada..Dana Kapitasi” jawab para saksi

Karena suara para saksi terdengar seperti kelompok paduan suara, Ketua Majelis Hakim yang juga Ketua Pengadilan Negeri Kepanjen Wiwin Arodawanti pun langsung mengambil alih pertanyaan JPU. Pertanyaan Ketua dan anggota Majelis Hakim terhadap para saksi seputar besarnya pemotongan Jasa Pelayanan dana Kapitasi, yang melakukan pemotongan dan diserahkan kepada siapa serta berlangsungnya pemotongan sejak kapan.

Menurut para saksi, bahwa yang melakukan pemotongan Jaspel dana Kapitasi itu adalah Kepala Puskesmas dan Bendahara atas perintah terdakwa. Pemotongan Jaspel dana Kapitasi itu sejak tahun 2016 hingga 2017 yang besarnya 10 persen juga atas perintah terdakwa terdakwa secara lisan pada saat rapat yang tanpa undangan resmi dan tidak ada absensi atau daftar hadir. Duit dari dari hasil pemotongan Jaspel dana Kapitasi itu tidak disetorkan kepada terdakwa, melainkan ke Diana dan Erni

“Sejak tahun 2016 - 2017, besarnya 10 persen atas perintah terdakwa. Disetorkan ke Diana tahun 2016, tahun 2017 disetorkan ke Erni,” jawab para saksi ini.

“Tahun 2016, saya menyetor sebesar sembilanpuluh juta, ke Diana dan tahun 2017 ke Erni,” jawan saksi lainnya.

Saat Ketua Majelis Hakim menanyakan para saksi, “mengapa disetorkan ke Diana dan Erni, siapa yang menyuruh,”tanya Ketua Majelis Hakim. Namun para saksi terdiam sejenak, baru kemudian menjawab, “atas perintah terdakwa,”

Sementara pengakuan dr.Soni selaku Kepala Puskesmas Benjeng mengakatakan, bahwa pemotongan itu sudah ada pada tahun 2015 sejak dirinya menjadi Kepala Puskesmas Benjeng. Hal itu diungkapkan penyutik orang sakit ini atas pertanyaan anggota Majelis Hakim M. Mahin.

“Tahun 2015 sudah ada,” tanya dr. Soni.
Atas pertanyaan anggota Majelis Hakim M. Mahin pun membuat para saksi sedikit terdiam, yang ssebelumnya sambil senyum-senyum dan ada pula yang bisik-bisik, walau Hakim M. Mahin tak banyak menggali keterangan dari saksi-saksi terkait pemotongan dana Kapitasi sebelum tahun 2016.

Namun anggota Majelis Hakim M. Mahin pun menanyakan JPU, apakah dr. Sugeng Widodo, Diana dan Erni akan dihadirkan sebagai saksi. Menurut JPU, ketiga nama penting itu dalam kasus ini akan dihadirkan sebagai saksi.

Selanjutnya, Adi Sutrisno selaku Penasehat Hukum terdakwa juga menanyakan kepada para saksi, apakah sudah ada pemotongan Jaspel dana Kapitasi tahun sebelumnya (sebelum tahin 2016). Para saksi pun mengakui bahwa sudah ada sebelum tahun 2016. Pada hal, para saksi sebelumnya atas pertamyaan JPU mengatakan bahwa pemotongan itu sejak tahun 2016 - 2017.

Adakah pihak-pihak lain yang mengarahkan para saksi untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang timbul dalam persidangan, sehingga jawab dari para saksi terkesan tidak terbuka ?

Seperti yang diberitakan sebelumnya. Pada tanggal 31 Maret 2016 dalam sebuah rapat terbatas di ruang Dinas Kesehatan Kabupaten Gresik yang dihadiri oleh Kepala Dinas Kesehatan yang memasuki  masa pensiun yaitu saksi dr. Soegeng Widodo, terdakwa sendiri selaku Sekretaris Dinas yang akan menggantikan dr. Soegeng Widodo,  para Kepala Bidang Dinas Kesehatan diantaranya  Mukhibatul Khusnah, dr. Henny Jasaningsih, Diah Rustiari, Kasubag Keuangan, Titik Rositawati  dan Kasi RenGram serta Rumiyati.
Dalam rapat tersebut, kanjut JPU, terjadi penyerahan sejumlah uang kurang lebih sebesar Rp454  dari dr. Soegeng Widodo kepada terdakwa yang diketahuinya bahwa dana tersebut merupakan dana sisa kegiatan di masa kepemimpinan saksi dr. Soegeng Widodo selaku Kepala Dinas yang lama, dan disepakati dalam rapat tersebut agar dana sisa tersebut segera diserahkan kepada saksi Eni Wahyuni, S.Km (staf dari Bagian RenGram pada Dinas Kesehatan Kab. Gresik) untuk disimpan dan dicatatkan dalam pembukuan.

Akan tetapi begitu selesai rapat dan penyerahan uang tersebut, terdakwa tidak langsung menghubungi saksi Eni Wahyuni, S.Km melainkan terdakwa segera menuju Bank Jatim Cabang Gresik lalu membuat akun rekening baru atas nama M.Nurul Dholam, dengan nomor rekening 0277019451, kemudian terdakwa langsung memasukkan sejumlah uang kurang lebih sebesar Rp.454 juta.

Pada tanggal 01 April 2016 di ruang Kepala Dinas, terdakwa menyerahkan buku rekening tersebut berikut KTP milik terdakwa kepada saksi Eni Wahyuni dan meminta agar Eni Wahyuni supaya mencatatkan setiap kali ada dana setoran dari Puskesmas ke dalam catatan pembukuan serta memasukkan dana dari Puskesmas tersebut ke dalam akun rekening milik terdakwa tersebut.

Pada hari Sabtu tanggal 02 April 2016, terdakwa mengumpulkan beberapa perwakilan Kepala Puskesmas bertempat di ruang Kepala Dinas yang dihadiri dr.Rahayu Nugrahani,; drg.Syaifudin Ghozali,; dr.Ja'iman,; dr.Daniel Sau,; dr.Rini Sulistyoasih,; dr.Setyo Rini, dan drgHafida.

Dalam pertemuan itu, terdakwa menginstruksikan agar seluruh Kepala puskesmas yang hadir untuk menyetorkan hingga 10 persen Jaspel Dana Kapitasi setiap bulan dengan menyampaikan  untuk mempertahankan kebijakan yang telah dilakukan oleh Kepala Dinas sebelumnya. Selain itu, disampaikan juga bahwa nantinya dana yang terkumpul akan dipergunakan untuk kegiatan-kegiatan Dinas yang tidak terakomodir oleh anggaran DIPA APBD.

Setelah itu, terdakwa memerintahkan kepada para Kepala Puskesmas yang hadir untuk menyampaikan instruksi tentang setoran 10 persen jaspel tersebut kepada seluruh Kepala Puskesmas yang tidak hadir untuk dilaksanakan, serta mengenai teknis penyetorannya dilakukan dengan cara menyerahkan kepada Eni Wahyuni, S.Km. Atas instruksi dari terdakwa tersebut, seluruh Keapala Puskesmas sebanyak 32 memerintahkan bendahara JKH Puskesmas agar setiap kali pembayaran, dana kapitasi dari BPJS Kesehatan Cabang Gresik masuk ke rekening JKN Puskesmas tiap bulannya, khusus alokasi Jasa Pelayanan setelah dikurangi pajak supaya  langsung dilakukan pemotongan secara tunai hingga sebesar 10 persen dengan menyetorkannya kepada terdakw melalui Eni Wahyuni, S.Km dari staf Bagian Rengram.
Atas perintah tersebut, para bendahara JKP masing-masing Puskesmas pun melaksanakannya dimulai dari pembayaran dana kapitasi per bulan Apri 2016, pemotongan sekaligus penyetoran 10 persen jaspel dilakukan secara tunai diserahkankepada Eni Wahyuni, S.Km untuk dicatatkan,  akan tetapi tidak disertai tanda terima, agar pembayaran dana kapitasi pada bulan April 2016 bisa dilakukan di bulan Mei atau bulan-bulan berikutnya dengan cara dirapel.

Selain itu, para bendahara JKN Puskesmas diperintahkan juga agar penyusunan LPJ/SPJ dibuat seolah olah terserap keseluruhan tanpa ada potongan 10 persen jaspel. Begitupun pada bulan-bulan berikutnya yakni Mei, Juni, Juli, Agustus, September, Oktober, November, dan Desember 2016, penyetoran 10 persen Jaspel Dana kapitasi dilakukan dengan mekanisme yang sama seperti cara sebelumnya.

Pada sekitar bulan Januari - Februari 2017, beberapa Kepala Puskesmas mencoba berinisiatif mempelopori rekanrekan lainnya untuk menghentikan praktik pemotongan dan penyetoran 10 persen jasa pelayanan dana kapitasi, dimana terhadap ajakan tersebut mayoritas Kepala Puskesmas langsung berhenti melakukan praktik pemotongan dan penyetoran 10 persen jaspel Dana Kapitasi pada periode bulan Januari 2017 yang seharusnya disetorkan bulan Februari, namun masih ada beberapa Kepala Puskesmas yang belum tahu akan ajakan tersebut, sehingga masih tetap melakukan pemotongan dan penyetoran 10 persen jaspe1 Dana Kapitasi kepada petugas di Dinas Kesehatan Kab Gresik.

Setelah itu, secara berangsur-angsur Kepala Puskesmas menghentikan praktik tersebut sejak  bulan Februari, Maret, April, Mei, dan Juni, dan akhirnya praktik pemotongan dan penyetoran 10 persen jaspe1 Dana Kapitasi benar-benar berhenti dilakukan secara total sejak bulan Juli 2017.
Bahwa dalam kurun waktu, antara bulan Maret 2016 - Juni 2017, diketahui terjadi beberapa kali penerimaan dana dari hasil pemotongan sebesar 10 persen alokasi jasa pelayanan dari 32 Puskesmas se-Kabupaten Gresik oleh terdakwa.

Bahwa perbuatan terdakwa memerintahkan para Kepala Puskesmas untuk dilakukannya pemotongan terhadap alokasi jasa pelayanan dana kapitasi hingga 10 persen yang disetorkan dan dimasukkan ke dalam rekening pribadi terdakwa, telah mengakibatkan penggunaan dana kapitasi yang sesuai dengan peruntukan. Sehingga program Pemerintah cq BPJ S Kesehatan dalam sistem Jaminan Kesehatan Nasional menjadi tidak tercapai dengan apa yang diharapkan dan direncanakan.

Bahwa perbuatan terdakwa tersebut telah memperkaya dirinya sendiri atau orang atau korporasi yang mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp2.451.370.985 (dua miliar empat ratus lima puluh satu juta tiga ratus tujuh puluh ribu Sembilan ratus delapan puluh lima rupiah)  berdasarkan Laporan Hasil Perhitungan Kerugian Negara Auditor Asisten Pengawasan Kejaksaan Tinggi Jawa Timur nomor: R-01/Hkt.3/08/2018 tanggal 27 Agustus 2018 Tentang Laporan Hasil Perhitungan Kerugian Keuangan Negara dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi Pengelolaan.

Atas perbuatannya, terdakwapun dijerat Pasal berlapis, yakni Pasal 2 ayat (1) atau (Pasal 3 atau Pasal 12 huruf e atau Pasal 12 huruf f) Jis Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jis Pasal 64 ayat (l) KUHP. (Rd1)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top