0
Terdakwa Agus Mulyadi/Foto : BK
beritakorupsi.co – “Tak ada maling yang mengaku”. Ungkapan ini yang barangkali tepat bagi terdakwa Agus Mulyadi sipenyuap Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Pamekasan Rudi Indra Prasetya, yang terjaring dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK, pada Rabu, 2 Agustus 2017 lalu.

Saat itu (2 Agustus 2017), KPK menangkap Rudi Indra Prasetya selaku Kajarai Pamekasan dengan barang bukti berupa uang sebesar Rp 250 juta bersama Sutjipto Utomo Kepala Inspektorat Kab. Pamekasan serta Noer Salahuddin alias Margono Kabag Administrasi Inspoktorat. Kemudian Bupati Pamekasan Achmad Syafii dan Agus Mulyadi selaku Kepala Desa Dasok, Kecamatan Pademawu, Kabupaten Pamekasan.

Uang sebanyak Rp 250 juta itu, adalah pemberian Agus Mulyadi ke Rudi Indra Prasetya, melaui transfer ke rekening Noer Salahuddin dan kemudian diserahkan ke Sutjipto Utomo, selanjutnya keduanya menyerahkan duit tersebut ke Rudi, pada 2 Agustus 2017.

 Pemberian duit oleh Agus ke Rudi, atas permintaan Rudi ke Sutjipto Utomo, untuk penghentian penanganan kasus dugaan Korupsi penyalahgunaan Dana Desa (DD) yang bersumber dari APBN sebesar Rp 645.155.378 dan Alokasi Dana Desa (ADD) dari APBD senilai Rp 499.332.000 atau sejumlah Rp1.144.487.378 pada tahun 2016 lalu, di Desa Dasok Kecamatan Pademawu, Kabupaten Pamekasan, yang sedang ditangani oleh Kejari Pamekasan tahun 2017.

Sebelumnya, Kajari Pamekasan bertemu dengan Bupati Pamekasan. Dalam pertemuan itu, Rudi menyampaikan ke Achmad Syafii, kalau pihak Kejari sedang menangani kasus dugaan penyalahgunaan DD dan ADD di Desa Dasok Kecamatan Pademawu. Dari pembicaraan kedua penguasa di Kabupaten Pameksan itu, Bupati minta agar dihentikan, dan Kepala Inspektorat akan menyelesaikannya.

“Konyolnya”, Aparat Penegak Hukum  (APH) dan Kepala Daerah, yang sehaurusnya berdiri paling depan untuk menegakkan hukum Khususnya dalam pemberantasan Korupsi, malah seakan “mengejek” dengan terperangkapnya masuk kedalam lingkaran hitam kasus Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) demi “meraup uang” yang tidak sepantasnya. Dan tidak demikian, ketika para pejabat didatangai atau menghadapi jurnalis yang diangap “mengancam” kinerjanya, atau membuat berita yang dianggap Hoax, maka tak ada ampun, hukumpun harus ditegakkan paling depan.

Tak heran memang, bila ada kasus dugaan Korupsi atau kasus hukum yang melibatkan Kepala Daerah atau koleganya, apalagi dekat dengan penguasa, maka APH (Aparat Penegak Hukum) tak “punya keberanian dan kemampuan” untuk memprosesnya sekalipun itu ada dalam putusan Majelis Hakim, seperti kasus Korupsi Pariwisata Kota Batu, kasus pelepasan Aset daerah Kab. Blitar. Andai saja Wali Kota Madiun (sudah di vonis 6 tahun), Wali Kota Batu dan Bupati Nganjuk tidak ditangani KPK, Kepala Daerah itu akan tetap “melenggak lenggok” menjalankan aktifitasnya.

Jumat, 24 Nopember 2017, untuk yang kedua kalinya, Sutjipto Utomo, Agus Mulyadi, Noer Salahuddin dan Achmad Syafii duduk bersama di 1 kursi pesakitan Pengadilan Tipikor Surabaya, bukan untuk membahas anggaran APBD atau mendengarkan surat dakwaan dari JPU KPK, melainkan unuk saksi diantara mereka, sekaligus mendengarkan keterangan sebagai terdakwa.

Nah, dalam persidangan kali inilah kebohongan demi kebohongan terucap dari terdakwa Agus Mulyadi, saat JPU KPK menanyakkan terkait dirinya sebagai tim sukses Achmad Syafii pada saat Pilkada beberapa tahun lalu. Kepala Desa yang bayak mengenal Pejabat di Kabupaten Pamekasan ini, berkali-kali membantah kalau dirinya bukan tim sukses, walau dirinya sudah sukses menjadi orang nomor 1 di Desa Dasok.

Lucunya, saat JPU KPK memperlihatkan beberapa foto dirinya dengan mengenakan baju kebesaran salah satu Partai Politik pengusung Achmad Syafii, dalam suatu kegiatan, foto saat dirinya yang dikatakan sakit dan foto-foto saat bersantai ditempat rekreasi serta transkrip pembicaraannya dengan Achmad Syafii, Kades sipenyuap Kajari ini masih berusaha mengelak. Sehingga JPU KPK dan pengunjung sidang, serta tak ketinggalan Majelis Hakim pun tak dapat menahan tertawa mendengarnya.

Kebohongan Agus Mulyadi tidak hanya disitu, tetapi termasuk uang yang diberikannya ke terdakwa Rudi Indra Prasetya. Terdakwa Agus Mulyadi mengatakan, tidak tau uang yang diberikannya ke Rudi untuk apa. Dari jawaban-jawaban Agus Mulyadi, JPU KPK Tri, pun sempat menaikkan nada suaranya saat menanyakkan Agsu Mulyadi terkait DD dan ADD di Desa yang dipimpinya.

“Saudara bilan tidak tau. Anda merasa salah nggak dalam penggunaan Dana Desa, sehongga memberikan uang itu. Dari tadi anda jawabnya siap, siap apa. kalau ia, ia kalau tidak, tidak ?,” tanya Tri dengan sedikit nada tinggi.

Ternyata nyali Agus Mulyadi pun keder juga. terdakwa pun langsung menjawab salah. “Ia, salah. Saya salah dan saya sangat menyesal,” kata Agus Mulyadi.

Sementara Achmad Syafii, sepertinya juga ikut berbohong saat gilirannya mendapat pertanyaan dari JPU KPK. pada sidang sebelumnya, saat Rudi Indra Prasetya menjadi saksi untu dirinya terungkap, bahwa yang meminta untuk dihentikan terkait penangan kasus DD dan ADD di Desa Dasok adalah Bupati.

Namun kali ini, keterangan Rudi Indra Prasetya dibantah oleh Achmad Syafii. Achmad Syafii mengatakan, kalau Rudi hanya meyampaikan kepada dirinya, sedang ada temuan di Desa Dasok terkait penggunaan DD dan ADD, serta mengatakan akan membantu. namun Bupati ini tak menanggapi karena sedang sibuk. Pada hal, dalam surat dakwaan JPU KPK terdapat, bahwa yang meminta untuk dihentikan adalah Achmad Syafii.

“Kajari dating dan menyampaikan kalau ada temuan. lalu mengatakan akan membantu. Tapi saya tidak menanggapinya karena sedang sibuk,” kata Achmad Syafii.

Berbeda dengan Sutjipto Utomo dan Noer Salahuddin, yang dengan jujur dan terus terang menjelaskan kepada Majelis Hakim, bahwa uang sebesar Rp 250 juta itu, adalah untuk menghentikan kasus yang sedang ditangani Kejari Pamekasan. Kepala Inspektorat Kab. Pamekasan ini juga mengakui, uang sebesar Rp 250 juta adalah atas permintaan Kajari.

“Ia untuk menghentikan kasus. Yang minta Kajari ke saya, Dua ratus Lima puluh juta,” kata Sutjipto Utomo

“Uang itu dari Agus, ditransfer. Saya memasukkan uang itu ke jok sepeda motor, terus saya ke rumah dinas Kajari. Kajari sedang duduk diteras. lalu saya kembali mau mengabil uang, tiba-tiba ditangkap,” ungkap Noer Salahuddin alias Margono.  (Redaksi)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top