0
8 terdakwa dengan serius mendengarkan Majleis Hakim membacakan surat putusan/Foto : BK
beritakorupsi.co – Masyarakat ibarat “Sapi perahan” dari suatu program pemerintah yang dapat menambah “tumpukan uang” bagi sebahagian pejabat yang akhirnya terseret dalam kasus Korupsi.

Seperti kasus Korupsi Prona dalam program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) Sertifikat gratis bagi masyarakat di Desa Ploso, Kecamatan Krembung, Kabupaten Sidoarjo Jawa Timur pada tahun 2017, yang menyeret seluruh perangkat Desa mulai dari Kepala Desa termasuk panitia Prona.

Dalam pelaksanaan program Prona di Desa Ploso, pemerintah pusat melalui BPN Kabupaten Sidoarjo, mengeluarkan anggaran untuk memberikan sertifikat gratis bagi masyarakat Desa Ploso yang berjumlah sekitar 800 Kepala Keluarga (KK) selaku pemohon.

Memang proses sertifikat tidak seluruhnya grais, sebab ada beberapa aitem yang ditanggung oleh pemohon, diantara Materai, pembelian Patok batas tanah dan biaya foto kopy dokumen termasuk biaya pemisahan satu pidang tanah yang dimiliki oleh 2 orang.

Ternyata, para pejabat di Desa Ploso memanfaatkan pelaksanaan program Prona untuk menambah “pundi-pundi” pribadinya dari 800 KK dengan cara menarik biaya sebesar Rp 500 ribu per KK. Penarikan biaya oleh pejabat Desa dan panitia Prona tak ada aturan yang menaturnya, sehingga bertentangan peraturan perundang-undangan dan sumpah jabatan, terutama melanggar Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.

Pada hal, sebagai pejabat pemerintah, mereka sudah digaji dari APBD dan juga ada biaya bagi panitia dalam pelaksanaan Prona, yang sudah tentu anggaran tersebut berasal dari masyarakat pula. Sebab APBD/APBN juga berasal dari masyarakat.

Akibat dari “ulah nakal” para pejabat Desa Ploso ini, masyarakat pun menajdi korban, karena pelayanan di kantor Desa hampir lumpuh karena seluruh pejabatnya ditetapkan menjadi tersangka oleh Polresta Sidoarjo dengan barang bukti berupa uang hasil penarikan dari masyarakat sebesar Rp 500 juta lebih, sehingga tidak ditahan oleh penyidik. Kemudian para terdakwa ini “diseret” oleh Jaksa Penuntut Umum (PJU) dari Kejaksaan Negeri Sidoarjo ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Surabaya untuk di adili dihadapan Majelis Hakim.

Ke- 8 pejabat Desa Ploso yang menjadi terdakwa dalam kasus Korupsi Prona ini, diantaranya Saiful Efendi selaku Kepala Desa Ploso, Kecamatan Krembung,; Abdul Rofiq Sekdes Ploso, dan 6 perangkat Desa yang menjadi panitia adalah Moch Ali Imron, Basuki, Muhammad Fuadz Rosyadi, Mochammad Ja’far, Samsul, sera Siti Rosyidah.

Pada persidangan sebelumnya, JPU Wahid, Wahyu dan Wido dari Kejari Sidoarjo menjerat para terdakwa dengan pasal 3 jo pasal 18 UU Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana, dengan tuntutan pidana penjara selama 1 tahun dan 6 bulan.

Pada Jumat, 24 Nopember 2017, Majelis Hakim yang diketuai Hakim I Wayan Soesiawan dan dibantu  2 Hakim Ad Hock sebagai anggota Majelis yakni, Hakim Moch. Mahin dan Sudariwanto menjatuhkan hukuman pidana penjara terhadap 8 terdakwa masing-masing 1 tahun.

Dalam amar putusannya Majelis Hakim menyatakan, bahwa berdasarkan fakta persidangan dalam pelaksanaan Prona bagi 800 masyarakat di Desa Ploso tidak sesuai dengan prosedur yang ditentukan oleh pemerintah. Sehingga terdakwa (Saiful Efendi, Abdul Rofiq, Moch Ali Imron, Basuki, Muhammad Fuadz Rosyadi, Mochammad Ja’far, Samsul dan Siti Rosyidah) terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diancam dan diatur dalam pasal 3 jo pasal 18 UU Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke- 1 KUHPidana.

“Mengadili; menghukum terdakwa (Saiful Efendi, Abdul Rofiq, Moch Ali Imron, Basuki, Muhammad Fuadz Rosyadi, Mochammad Ja’far, Samsul dan Siti Rosyidah) dengan pidana penjara selama Satu tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan negara,” ucap Ketua Majelis Hakim.

Atas putusan Majelis Hakim ini, para terdakwa yang didampingi Penasehat Hukumnya maupun JPU Wahyu mengatakan pikir-pikir

Usai persidangan, JPU Wahyu menngatakan, masih pikir-pikir atas putusan Majelis Hakim yang menjatuhkan hukuman 1 tahun pidana penjara terhadap pera terdakwa. Wahyu menambahkan, memang para terdakwa ini telah mengembalikan uang yang ditarik dari masyarakat ke masyarakat itu sendiri.

“Kita masih pikir-pikir dari putusan itu. Terdakwa telah mengembalikan uang yang ditarik dari masyarakat ke masyarakat itu sendiri. mereka menarik biaya sebesar Rp 500 ribu per pemohon. Kalau jumlah pemohon sekitar 800 Kepala Keluarga. Dari sejumlah uang yang ditarik dari masyarakat, 800 juta sudah dipergunakan untuk keperluan Prona,” ujar JPU Wahyu.  (Redaksi)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top