0
Terdakwa/terpidana Abdul Manaf (kiri) saat diruang tahanan Pengadilan Tipikor

beritakorupsi.co – “Mungkin karena saya menyebut Abdulla. Apa yang disampaikan Ahmad Fauzi ke saya, melalui Abdullah. (….Abdulla selalu menjadi perantara anda dengan Ahmad Fauzi ?, tanya wartaan media ini…). Ia, apa yang saya sampaikan ke Ahmad Fauzi, melalui Abdulla. Gampangnya ya. Uang saya nggak dikembalikan, dirampas untuk negara.,”.

Kalimat diatas, diucapkan terdakwa yang juga terpidana 3 tahuan Abdul Manaf, dengan rasa kecewa dari balik jeruji besi ruang tahanan Pengadilan Tipikor Surabaya, usai disidangkan dalam perkara Korupsi “suap” jilid II, pada Kamis, 5 Oktober 2017.

Sidang yang berlangsung, adalah pembacaan putusan Sela oleh Majelis Hakim, terhadap Eksepesi (keberatan) terdakwa, melalui Penasehat Hukum (PH)-nya Totok Prastowo dkk, atas surat dakwaan JPU, yang menjerat terdakwa dengan pasal 5 ayat (2) atau pasal 5 ayat (1) huruf a jo pasal 18 UU Korupsi. Dakwaan ini, hamper sama dengan dengan dakwaan pada jilid I, yakni pasal 5 ayat (2) atau pasal 5 ayat (1) huruf a jo pasal 18 UU Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Rasa kecewa Abdul manaf bukan tidak beralasan. Sebab Abdulla, salah satu staf tata usaha bidang Intelijen Kejaksaan Tinggi Jawa Timur (Kejati Jatim), adalah sebagai perantara suap antara dirinya dengan salah seorang penyik Kejati Jatim, Ahmad Fazi (sudah divonis 4 tahun dari tuntutan JPU 2 tahnun penjara), hingga tercapai nilai sebesar Rp 1,5 milliar, yang kemudian diserahkan langsung oleh Abdul Manaf ke Ahmad Fazi, sebelum Ahmad Faizi mengikuti persidangan Praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, pada Rabu, 23 November 2017, pagi.

Anehnya, Abdullah yang menjadi perantara suap seperti yang disampaikan Abdul Manaf, hingga saat ini “menikmati udara segar dan cahaya mata hari serta tidur nyenyak, serta dapat melaksanakan tugas sehari-harinya di Kejati Jatim”. “Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana, orang yang turut serta melakukan perbuatan pidana, dipidana sebagai pelaku tindak pidana”

Dalam putusan Sela, Majelis Hakim menolak Eksepsi PH terdakwa. Pertimbangan Majelis Hakim, karena locus deliktnya berbeda, dia ditangkap di Surabaya dan penyuapan terhadap pegawai BPN (Badan Pertanahan Nasional) Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, yaitu Wahyu Sudjoko (sudah divonis).

“Eksepsi ditolak. Pertimbangannya, locus deliktinya berbeda dan penyuapan terhadap oknum BPN,” kata Totok singkat.

Pada hal, dalam fakta persidangan, Abdul Manaf “bukan” ditangkap di Surabaya, melainkan “dipanggil/dijemput” ke Kejaksaan Tinggi – Jawa Timur, setelah terlebih dahulu Tim Saber Pungli Kejati Jatim menangkap Ahmad Fauzi, pada Rabu 23 November 2016 sekitar pukul 15.00 WIB, seuai mengikuti sidang Praperadilan yang dimohonkan Dahlan Iskan dalam kasus dugaan Korupsi penjualan asset daerah PT PWU, mewakili Kejaksaan.

Kasus ini bermula, pada saat Kejaksaan Negeri (Kejari) Sumenep dan Kejati Jatim melakukan penyidikan atas kasus dugaan Korupsi penyelewengan dalam pemberian hak atas tanah di BPN Kabupaten Sumenep, dengan tersangka, Kepala Desa (Kades) Kalimook Kabupaten Sumenep, Murhaimin dan Wahyu Sudjoko (Keduanya sudah divonis), kepala seksi pengukuran Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sumenep.

Dalam penyidikan, penyidik memiliki bukti berupa transfer uang kurang lebih Rp 100 juta, dari Abdul Manaf ke kerekening oknum BPN. Dalam fakta persidangan, tanah itu dijual oleh Kades Kalimook ke Abdul Manaf, saat proses pengurusan sertifikat berlangsung, dan biaya pengurusannya ditanggung oleh Abdul Manaf. Perkenalan Abdul Manaf ke oknum BPN melalui Kades Kalimook.

Sementara, Kades Kalimook meminjam 14 KTP milik warga yang “menguasai” tanah tersebut yang kemudian dijadikan untuk mengurus sertifikat hak milik (SHM) dan kemuidan menawarkan ke Abdul Manaf. 

Karena takut dijadikan tersangka, Abdul Manaf kemudian meminta bantuan kepada Abdullah, salah satu staf tata usaha bidang Intelijen Kejaksaan Tinggi Jawa Timur (Kejati Jatim) sebagai perantara ke Ahmad Fauzi, selaku penyidik.

Abdul Manaf menyatakan kepada Abdullah, siap memberikan uang Rp 750 juta. Tapi  yang diminta Jakasa Nakal itu justru senilai Rp 2 milliar yang disampaikannya melalui Abdullah. Namun Abdul Manaf hanya mampu memenuhi setengahnya sebesar Rp 1,5 miliar. Lalu uang itu pun diantarkan Ambul Manaf ke Kejati dan menaruhnya di mobil Ahmad Fauzi.

Keterangan tersebut diucapkan Abdul Manaf di persidangan saat pemeriksaan dirinya sebagai terdakwa, pada Selasa, 11 Januari 2017.

Terkait ucapan Abdul Manaf tentang Abdullah, Kepala Kejaksaan Tinggi – Jawa Timur Maruli Hutagalung, tak memberikan komentar saat dihubungi media ini dengan mengirim pesan singakat (SMS) ke nomor Handphonnya, Kamis, 5 Oktober 2017.  (Redaksi).

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top