0
Rohayati (juga terdakwa, Selaku Kadis Peternakan) saat menjadi saksi untuk terdakwa Bambang (Kadis Pertanian) dan ajudannya Anang Basuki Rahmat

beritakorupsi.co – Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya merasa heran dan tak percaya, saat mendengar keterangan saksi dalam sidang lanjutan perkara Korupsi Operasi Tangkap Tangan pada Juni lalu, yang dilakukan oleh KPK terhadap pajabat Pemprov dan Ketua Komisi B DPRD Jawa Timur.

Sebab, Rohayati, yang menjabat sebagai Kepala Dinas Peternakan Pemrov. Jatim (juga terdakwa dalam perkara terpisah), dihadirkan JPU Budi Nugraha, Atti Novianti, Muhammad Ridwan Dandito  dan Jaelani dari KPK, menjadi saksi untuk terdakwa I, Bambang Heriyanto, selaku Kadis Pertanian dan Ketahanan Pangan Pemprov. Jatim bersama terdakwa 2 Anang Basuki Rahmat, terdakwa 2 (selaku ajudan terdakwa 1), yang didampingi Penasehat Hukum (PH)-nya Suryono Pane dkk, dalam persidangan, dengan Ketuai Majelis Hakim Rochmat, digelar pada Senin, 4 September 2017.

Kepada Majelis Hakim, Rohayati menjelaskan bahwa, uang sebesar Rp 75 juta yang sudah diseterorkan kepada Ketua Komisi B DPRD Jatim Moh. Basuki dan Moh. Ka’bil Mubarok (Keduanya tersangka setelah ditangkap KPK), adalah sebahagian dari setoran sebesar Rp 500 juta per tahun, terkait pengawasan anggaran tahun 2017 dan 2018 serta, revisi Perda No 3 Tahun 2012, yang dilakukan oleh DPRD Jatim berjalan lancar, dan sekaligus menghantarkannya ke penjara, adalah uang pribadinya.

“Baru Tujuh puluh Lima juta bulan Maret, itu uang pribadi,” jawab saksi Rohayati atas pertanyaan Ketua Majelis Hakim. Namun, jawaban Rahayati, justru membuat Ketua majelis Hakim tak percaya begitu saja.

“Nggak mungkin uang sendiri, jujur ajalah,” kata Hakim Rochmat.
Namun, saat Ketua Majelis Hakim menanyakan kembali, “apakah saksi tahu berapa setotan terdakwa kepada Dewan ?,”. Saksi Rohayati menjawab tidak tahu.

Apa yang disampaikan Rohayati ini memang tak masuk akal sehat. Seorang pejabat setingkat Kepala Dinas, meyetorkan uang pribadi atau gajinya kepada Dewan sebesar Rp 75 juta atau sebesar Rp 500 juta per tahun. Lalu, berapa puluh juta per bulan gaji seorang pejabat golongan IV/A ?

Timbul pertanyaan, apakah pejabat Kepala Dinas ini hanya menyetorkan uang “Suap” kepada Dewana atau ada juga kepada pejabat lain, agar kinerjanya dianggapa beres ? Apakah revisi Perda menjadi tanggung jawab masing-masing Kepala SKPD ?

Apah tugas pengawasan yang dilakukan oleh DPRD terhadap penggunaan anggaran dan revisi Perda (Peraturan Daerah) di SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah), dimana Perda dan Anggaran, dibahas dan disahkan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur bersama DPRD Jatim, harus ada “uang pelican” agar semuanya dianggap beres ?

Sementara kasus yang menjerat terdakwa Bambang Heriyanto dan terdakwa Anang Basuki Rahmat selaku ajudan terdakwa Bambang Heriyanto, bermula pada sekitar bulan Pebruari 2017, saat diadakan rapat dengar pendapat (Hearing) antara terdakwa Bambang Heriyanto dengan komisi B DPRD.

Setelah selesai, terdakwa Bambang Heriyanto, bertemu dengan  Moh. Ka’bil Mubarok. Dalam pertemuan tersebut, Moh. Ka’bil Mubarok menyampaikan kepada terdakwa Bambang Heriyanto, mengenai pemberian uang yang bersumber dari iuran Dinas-Dinas yang bermitra dengan komisi B Provinsi Jatim akan berubah menjadi Triwulan, sehingga pemberiannya dilakukan 3 bulan sekali. Pemberian uang Triwulan kepada komisi B DPRD Jatim tersebut, agar komisi B DPRD Jatim, dalam rangka melakukan evaluasi Triwulan, tidak mempersulit Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Jatim, terhadap pelaksanaan anggaran APBD 2017, sehingga tidak berdampak pada alokasi anggaran tahun berikutnya.

Terdakwa Bambang Heriyanto, menyetujui perubahan yang disampaikan oleh Moh. Ka’bil Mubarok tersebut, dengan nominal sebagaimana yang telah disepakati antara terdakwa dengan komisi B DPRD Jatim yaitu, 1 tahun anggaran sebesar Rp 600.000.000, sehingga dibagi Triwulan menjadi Rp 150 juta per bulan.

Sekitar bulan Maret 2017, terdakwa 2 yakni, Anang Basuki Rahmat, sebagai ajudan dari terdakwa 1, menerima telepon dari Moh. Ka’bil Mubarok, untuk bertemu di ruas jalan Perumahan Central Park Ketintang Surabaya, kemudian dilakukan pertemuan dan pembicaraan di dalam mobil Fortuner milik Moh. Ka’bil Mubarok, yang membicarakan agar terdakwa 2 menyampaikan kepada terdakwa 1 untuk segera menyetorkan uang sebesar Rp 150 juta, sebagai komitmen Triwulan pertama.

Setelah pertemuan tersebut, terdakwa 2 melaporkan kepada terdakwa 1, sambil menawarkan bantuan dengan cara meminjamkan uangnya kepada terdakwa 1, dan terdakwa 1 pun menyetujuinya, lalu terdakwa 1, menyiapkan uangnya sebesar Rp 150 juta.

Masih pada bulan yang sama, terdakwa 2, menghubungimu Moh. Ka’bil Mubarok melalui telepon menyampaikan bahwa, uang sebesar Rp 150 juta telah siap untuk diserahkan. Moh. Ka’bil Mubarok, mengajak terdakwa 2 untuk bertemu kembali di ruas Jalan Perumahan Central Park Ketintang Surabaya. Setelah disepakati tempat pertemuan, terdakwa 2 pun langsung menghampiri mobil Fortuner milik Moh. Ka’bil Mubarok, sambil membawa Paper Bag yang berisi uang sebesar Rp 150 juta dan menyerahkannya kepada Moh. Ka’bil Mubarok.

Dalam perjalanan pulang, terdakwa 2, melaporkan kepada terdakwa 1 melalui SMS yang berisi, “proposal” sudah diterima oleh komisi B, yang dijawab oleh terdakwa satu “Oh ya terima kasih”. Setelah menerima uang komitmen Triwulan pertama tersebut, Moh. Ka’bil Mubarok, membagikan kepada pimpinan, anggota dan staf dari komisi B DPRD Jatim.

Sekitar Mei 2017, terjadi pergantian wakil ketua komisi B DPRD Jatim, dari Moh. Ka’bil Mubarok kepada Anis Maslachah.  Sedangkan untuk ketua komisi B, tetap dijabat oleh Muhammad Basuki. Masih bulan yang sama, dilakukan hearing kembali antara Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Jatim yang diwail Ahmad Nurfalaki dengan komisi B, untuk membahas kebutuhan pokok menjelang bulan Ramadhan. Sebelum dilakukan hearing, terdakwa 1 dipanggil oleh Muhammad Basuki keruangannya, dan menanyakan komitmen Triwulan 2 sebesar Rp 150 juta, yang belum dipenuhi terdakwa 1, sambil mengatakan “iuran sekarang saya yang pegang, karena Pak Ka’bil pindah ke Komisi E, nanti untuk evaluasi Triwulan ke II ditiadakan”. Dan terdakwa 1 menjawab akan mengusahakan secepatnya.

Atas permintaan Mochammad Basuki, terdakwa 1 mengumpulkan pejabat Eselon III berjumlah 13 orang yang terdiri dari, Kabid dan kepala UPTD. Pada pertemuan tersebut, terdakwa 1 menyampaikan, adanya kebutuhan uang sebesar Rp 150 juta, terkait komitmen Triwulan ke II kepada komisi B DPRD Jatim, untuk evaluasi pelaksanaan APBD Tahun Anggaran 2017, dan kemudian hal itu disepakati oleh masing-masing Eslon III, akan mendapat tanggung jawab sebesar Rp 17. 500.000, yang nantinya uang tersebut dikumpulkan melalui Sri Wilujeng, selaku staf keuangan pada Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Jatim.

Pada tanggal 2 Juni 2017, Mochammad Basuki melalui telepon, terkait belum adanya kepastian mengenai pemberian komitmen Triwulan ke II, sebelum tanggal 15 Juli 2017. Terdakwa 1 menyatakan kesiapannya, untuk menyerahkan komitmen perubahan kedua, paling lambat hari Senin, tanggal 5 Juni 2017, yang akan diserahkan terdakwa 1 kepada staf Mochammad Basuki di kantor DPRD Provinsi Jatim

Beberapa hari kemudian, Sri Wilujeng menyerahkan uang sebesar Rp 150 juta yang sudah terkumpul kepada terdakwa 1. Setelah menerima uang tersebut, terdakwa 1 mendatangi terdakwa 2 di ruangannya, sambil membawa Paper Bag yang berisi uang sebesar Rp 150 juta, untuk diserahkan kepada Mochammad Basuki sambil mengatakan, disampaikan ke komisi B.

Uang sebesar Rp 150 juta diamasukkan ke dalam Paper Bag motif batik, dan terdakwa 2 menghubungi Rahmat Agung, staf komisi B DPRD Jatim melalui telepon, dan meminta nomor Hand Phone (HP) Mochammad Basuki, lalu Rahman Agung,  mengirimkan nomor HP Mochammad Basuki kepada terdakwa melalui pesan pendek (SMS).

Terdakwa 2 kemudian menghubungi Mochammad Basuki melalui telepon, minta arahan mengenai penyerahan uang Triwulan ke II dari terdakwa 1, dengan istilah “proposal”. Kemudian, Mochammad Basuki menyarankan, agar uang diserahkan kepada Rahman Agung. Selanjutnya, terdakwa 2 pun menghubungi Rahman Agung melalui telepon yang mengatakan, akan menuju kantor DPRD untuk menyerahkan uang Triwulan ke II dengan didampingi oleh supir kantor yaitu, Mulyono.

Sesampainya dikantor DPRD Provinsi Jawa Timur, terdakwa 2 langsung menuju ruang komisi B sambil membawa Paper Bag motif batik yang berisi uang sebesar Rp 150 juta, dan bertemu dengan Santoso yang juga staf komisi B. Kemudian terdakwa 2 menanyakan kepada Santoso, mengenai keberadaan Rahmat Agung, namun ternyata Rahman Agung tidak berada ditempat, sehingga terdakwa 2 menyerahkan Paper Bag motif batik yang berisi uang tersebut kepada Santoso, dan mengatakan, untuk “Pak Basuki”.

Setelah itu, terdakwa 2 memberikan uang sebesar Rp 500.000 sebagai tanda pertemanan antara terdakwa 2 dengan Santoso. Tak lama kemudian, setelah uang tersebut diserahkan terdakwa 2 kepada Santoso, keduanya pun langsung diringkus Tim KPK untuk diproses hukum.

Dari pengakapan Keduanya, KPK melakukan penangkapan terhadap Ketua Komis B DPRD Jatim, Moh. Basuki dan Rohayati, serta beberapa hari kemudian, KPK menetapkan Moh. Ka’bil Mubarok menjadi tersangka.

Kedua terdakwa pun dijerat dengan pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999  tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi  pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana junto pasal 64 ayat 1 KUHAP.  (Redaksi)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top