1
BERITAKORUPSI.CO –
“Hanya tersenyum kini yang mungkin bisa aku lakukan, Walau ku tau hati sedikitpun tak bisa di bohongi, Seakan teman yang kini kurasa untuk mengalihkan, Semua yang kurasakan sebenarnya sangat menyakitkan”. Ini adalah sebahagian dari lirik lagu yang berjudul Kecewa.

Dan mungkin itulah yang dirasakan oleh Tim Penasehat Hukum Terdakwa Novi Rahman Hidhayat selaku Bupati Nganjuk termasuk Terdakwa sendiri, karena Eksepsi atau Keberatan atas Dakwaan Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Nganjuk ditolak oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Suarabaya (Senin, 20 September 2021)  dalam sidang perkara Tindak Pidana Korupsi (TPK) Tangkap Tangan Penyidik Mabes Polri bersama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada tanggal 9 Mei 2021 sekira pukul 10.00 WIB terhadap Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidhayat bersama 6 Terdakwa lainnya, yaitu 1. M. Izza Muhtadin (Ajudan Bupati selaku perantara);  2. Dupriono (Camat Pace); 3. Edie Srijanto (Camat Tanjunganom); 4. Haryanto (Camat Berbek); 5. Bambang Subagio (Camat Loceret); dan 6. Tri Basuki Widodo (Mantan Camat Sukomoro)

Baca juga: Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidhayat Tertangkap Tangan, PH-nya Bilang Dakwaan Jaksa Tidak Jelas - http://www.beritakorupsi.co/2021/09/bupati-nganjuk-novi-rahman-hidhayat.html

Dan baca juga: Bupati Nganjuk, Novi Rahman Hidhayat Diadili Dalam Perkara Korupsi Tangkap Tangan ‘Sebesar Rp629 Juta’ - http://www.beritakorupsi.co/2021/08/bupati-nganjuk-novi-rahman-hidhayat.html

Dalam kasus perkara ini, Tim JPU sekaligus selaku Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Nganjuk Nophy Tennophero Suoth, SH., MH dkk membacakan Dakwaannya di Persidangan Pengadilan Tipikor pada PN Suarabaya (Senin, 30 Agustus 2021) yang mengatakan, bahwa perbuatan Terdakwa Novi Rahman Hidhayat selaku Bupati Nganjuk sebagaimana diatur dan diancam pidana dengan pasal berlapis, yaitu Dakwaan Pertama Pasal 12 huruf e dan Dakwaan Kedua, Pertama Pasal 12 huruf B atau Dakwaan Kedua, Kedua Pasal 5 ayat (2) junckto Pasal Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Dakwaan Kedua Ketiga Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP
Pasal 12 berbunyi:  Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah);

Huruf e berbunyi: Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongann, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri;


Dalam dakwaan JPU terkait pasal 12 huruf e menyebutkan, bahwa perbuatan terdakwa yang telah memaksa para Kepala Desa yang wilayahnya mengadakan seleksi perangkat desa untuk memberikan uang sebesar Rp10.000.000 (sepuluh juta rupiah) sampai dengan sebesar Rp15.000.000 (lima belas juta rupiah) sebagai pengkondisian dalam seleksi perangkat desa yang disampaikan  melalui  para camat untuk diteruskan dan ditujukan kepada para kepala desa dimaksud

Ke 5 (lima) orang Kepala Desa di Kecamatan Pace yang telah melaksanakan seleksi perangkat desa tersebut terpaksa untuk memenuhi permintaan uang oleh terdakwa selaku Bupati Nganjuk terhadap kepala desa yang wilayahnya mengadakan seleksi perangkat desa, dengan mengumpulkan uang seluruhnya sebesar Rp10.000.000 (sepuluh juta rupiah) yang akan diberikan kepada terdakwa melalui Duprino

Kemudian Tim Penyelidik Bareskrim Mabes Polri yang bekerjasama dengan KPK secara berturut-turut telah mengamankan Jumali, Sadiko dan Dupriono yang selanjutnya ditindaklanjuti dengan mengamankan Edie Satrio, Haryanto, Tri Basuki Widodo, Bambang Subagio, M. Izza Muhtadin dan Terdakwa (Novi Rahman Hidhayat selaku Bupati Nganjuk) untuk diserahkan kepada Penyidik Bareskrim Mabes Polri yang kemudian dilakukan penangkapan dan penyidikan pada tanggal 10 Mei 2021 terhadap Dupriono, Edie Satrio, Haryanto, Tri Basuki Widodo, Bambang Subagio, M. Izza Muhtadin dan Terdakwa (Novi Rahman Hidhayat selaku Bupati Nganjuk)
Pasal 12 B ayat (1) berbunyi: Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggaran negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan sebagai berikut : a. yang nilainya Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) atau lebih, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi; b. yang nilainya kurang dari Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah), pembuktian bahwa gratifikasi tersebut suap dilakukan oleh penuntut umum.

ayat (2) berbunyi: Pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggaran negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).


Terkait Pasal ini, dalam dakwaan JPU menyebutkan, bahwa adanya penerimaan uang oleh terdakwa sebesar Rp692.900.000 (enam ratus sembilan puluh dua juta sembilan ratus ribu rupiah) atau setidak-tidaknya bagian jumlah uang sebesar Rp255.000.000 (dua ratus lima puluh lima juta rupiah) melalui M. Izza Muhtadin tersebut adalah gratifikasi karena sejak uang diterima oleh terdakwa dalam waktu 30 (tiga puluh) hari setelah penerimaan, terdakwa tidak melaporkan uang yang diterimanya tersebut kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 12 C ayat (1) dan ayat (2) Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 Jo Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pasal 5 ayat (2) berbunyi: Bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau huruf b, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

Pasal 5 ayat (1) berbunyi : Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang :

huruf a berbunyi: memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya; atau

Terkait Pasal ini, dalam dakwaan JPU menyebutkan, bahwa uang yang diterima Terdakwa sebesar Rp255.000.000 (dua ratus lima puluh lima juta rupiah) melalui M. Izza Muhtadin atau janji pemberian uang melalui Dupriono selaku Camat Pace, Edie SriJanto selaku Camat Tanjunganom, Haryanto selaku Camat Brebek, Bambang Subagio selaku Camat Loceret dan Tri Basuki Widodo selaku Mantan Camat Sukomoro dari pegawai-pegawai adalah dengan maksud supaya Terdakwa selaku Bupati Nganjuk memberikan promosi dan mutasi jabatan di lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Nganjuk tahun 2021 (pengisian jabatan untuk Camat dan Kasi pada kecamatan di Kabupaten Nganjuk)

Pasal 11 yang berbunyi: Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya.

Dalam dakwaan JPU juga menjelaskan tentang perbuatan Terdakwa Novi Rahman Hidhayat selaku Bupati Nganjuk, yaitu pada tanggal 3 Mei 2021 sekira pukul 16.00 WIB, Terdakwa  telah memerintahkan M. Izza Muhtadin (ajudan Bupati) untuk mengumpulkan atau mengkoordinir para Camat yang wilayahnya akan melaksanakan seleksi pengisian perangkat desa yang bertempat di Pringgitan/Rumah Dinas Bupati Nganjuk di Jl. Basuki Rahmat No. 1 Kelurahan Mangundikaran, Kecamatan Nganjuk, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur.
Dalam pertemuan dengan para camat tersebut, kemudian Terdakwa Novi Rahman Hidhayat selaku Bupati Nganjuk memanggil para camat satu persatu dan menanyakan tentang kondisi wilayah masing-masing Kecamatan. Kesiapan panitia seleksi perangkat desa dan selanjutnya memerintahkan kepada para Camat agar dapat mengkondisikan Kepala Desa di wilayahnya yang melakukan seleksi dalam pengisian perangkat desa agar mau mengumpulkan uang sebesar Rp10.000.000 (sepuluh juta rupiah) sampai dengan Rp15.000.000 (lima belas juta rupiah) per kepala desa.

Namun hal ini ‘dibantah’ oleh Terdakwa melalui Tim Penasehat Hukumnya, yaitu Ade Dharma Maryanto, A.H. Simaela dan Tis’at Afriyandi lewat Ekesepsi atau Keberatan yang dibacakan dalam persidangan (Senin, 6 September 2021) yang menyebutkan, bahwa surat dakwaan JPU Kejaksaan Negeri Nganjuk kabur, tidak jelas dan tidak cermat.

Entah dimana yang kabur dan tidak jelas serta tidak jelasnya Dakwaan Tim JPU Kejari Nganjuk. Pada hal, dalam surat dakwaan JPU yang dibacakan dalam persidangan begitu jelas dan terang benderang terkait apa yang di dakwakan atas perbuatan Terdakwa selaku Bupati Nganjuk termasuk 6 Terdakwa lainnya.

Alasan Penasehat Hukum Terdakwa merasa kebaratan, karena dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Nganjuk tidak menjelaskan perbuatan Terdakwa. Selain itu, Penasehat Hukum Terdakwa juga menyingung uang sebesar Rp629.900.000 atau atau setidak-tidaknya bagian dari jumlah uang sebesar Rp255.000.000 berada dalam brankas pribadi Terdakwa

“Apakah itu hasil korupsi mengingat Terdakwa adalah pengusaha?,” kata Penasehat Hukum Terdakwa seusai persidangan.

Itulah sebabnya, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada PN Surabaya menolak keberatan dari Tim Penasehat Hukum Terdakwa Novi Rahman Hidhayat selaku Bupati Nganjuk termasuk 5 Terdakwa lainnya, kecuali Terdakwa M. Izza Muhtadin selaku ajudan Bupati yang tidak mengajukan Eksepsi alias menerima Dakwaan
Penolakan Eksepsi Tim Penasehat Hukum Terdakwa Novi Rahman Hidhayat selaku Bupati Nganjuk termasuk 5 Terdakwa lainnya, dibacakan secara Virtual (Vidio Conference) dalam persidangan diruang sidang Cakra Pengadilan Tipikor pada PN Surabaya dengan agend Putusan Sela oleh Majelis Hakim yang diketuai Hakim I Ketut Suarta, SH., MH dengan dibantu 2 Hakim Ad Hock masing-masing sebagai anggota yaitu Dr. Emma Ellyani, SH., MH dan Abdul Gani, SH., MH serta Panitra Pengganti (PP) Achmad Fajarisma, SH., MH (dan Eni Fauzi, SH, Dias Suroyo, SH., MH, I Gusti Ngurah Cemeng Wijaya Kesuma, SH., MH dan Swarningsih, SH., M.Hum) yang dihadiri Tim JPU Nophy Tennophero Suoth, SH., MH selaku Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten maupun Tim Penasehat Hukum dari masing-masing Terdakwa. Sementara Terdakwa Novi Rahman Hidhayat (dan 6 Terdakwa lainnya) mengkuti persidangan melalui Zoom dari Rutan (rumah tahanan negara) Kabupaten Nganjuk karena kondisi Pandemi Covid-19 (Coronavirus disease 2019)
 
Pertimbangan Majelis Hakim dalam Putusan Selanya adalah, bahwa Eksepsi Penasehat Hukum Terdakwa sudah masuk dalam pokok perkara. Sementara Dakwaan Jaksa, menyebutkan dengann jelasa Nomor Perkara, Identitas Terdakwa, Jabatan Terdakwa dan perbuatan Terdakwa sendiri. Sehingga Majelis Hakim menyebutkan, perlu dibuktikan di persidangan

“Menolak Eksepsi dari Penasehat Hukum Terdakwa dan memerintahkan kepada Jaksa Penuntut Umum untuk menghadirkan saksi-saksi, barang bukti dan menghadirkan Terdakwa,” ucap Ketua Majelis Hakim I Ketut Suarta, SH., MH

“Kalau saudara mau banding, nanti sekaligus dengan berkas pokok perkara,” ucap Ketua Majelis Hakim I Ketut Suarta, SH., MH kepada Penasehat Hukum Terdakwa

Dan atas perintah Ketua Majelis Hakim, Tim JPU yang dihadiri Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejari Kabupaten Nganjuk Andie Wicaksono, SH., MH memohon kepada Majelis Hakim diberi waktu sepekan untuk menghadirkan saksi-saksi

“Kami mohon waktu Satu Minggu,” jawab Andie Wicaksono, SH., MH.  (Jnt)

Posting Komentar

  1. Eksepsi dlm kasus ini... Memang Hak sih.. Tetapi kok rasanya terlalu dipaksakan Bosquee... Semoga selamat BEBAS MURNI ajach...

    BalasHapus

Tulias alamat email :

 
Top