0
“Mengapa penyerahan uang sebanyak Rp500 juta dari hasil penjulan barang-barang sitaan Sat Pol PP Surabaya oleh Sunadi (Cak Sun), saksi Yateno (Yatno), saksi M Mohammad S Hanjaya (abah Yaya), dan saksi Slamet Sugianto (Sugi) kepada Terdakwa Ferri Jacom, S.Sos., M.Si di ruang kerja Lurah Pradah Kali Kendal, Hajar Sulistyono, S.Sos,M.Si? Sudah adakah kesepakan sebelumnya atau Pak Lurah Dapat “Kue” juga?”
BERITAKORUPSI.CO -
“Doa tidak selalu terkabul, harapan tidak selalu tercapai dan mimpi tidak selalu indah”. Barangkali seperti kalimat inilah yang dialami oleh Terdakwa Ferri Jacom, S.Sos., M.Si atau Ferri maupun Penasehat Hukum-nya karena Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Surabaya pada Rabu, 19 Oktober 2022 menolak Ekespsi atau Keberatannya atas surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejari (Kejaksaan Negeri) Surabaya yang mendakwa Terdakwa Ferri Jacom, S.Sos., M.Si selaku Kepala Bidang (Kabid) Ketertiban Umum dan Ketentraman (Trantib) Masyarakat  Satuan Polisi Pamong Praja (Sat Pol PP) Kota Surabaya, diduga melakukan Tindak Pidana Korupsi Penjualan Barang-barang Hasil Sitaan petugas Sat Pol PP (Satuan Polisi Pamong Praja) Kota Surabaya dari gudang penyimpanan milik Sat Pol PP di Jalan Tanjung Sari No. 11 - 15 Surabaya pada bulan Mei 2022 sebesar Rp500 juta

Perbuatan Terdakwa Ferri Jacom, S.Sos., M.Si yang menjual Barang-barang Hasil Sitaan petugas Sat Pol PP Surabaya inipun dijerat Pasal Subsideritas yaitu Primer Pasal 10 huruf (a) jo pasal 15 Atau Subsider Pasal 10 huruf (b) jo pasal 15 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dirubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 53 ayat (1) KUHPidana

Baca juga: Kabid Trantib Sat Pol PP Surabaya Diadili Korupsi Karena Jual Barang Sitaan Sebesar Rp500 Juta - http://www.beritakorupsi.co/2022/09/kabid-trantib-sat-pol-pp-surabaya.html
Anehnya, kasus yang menjerat Terdakwa Ferri Jacom, S.Sos., M.Si yang menjual barang-barang milik masyarakat Surabaya sebagai hasil sitaan anggota Sat Pol PP Surabaya “ibarat misteri yang sulit terjawab bila dibandingkan dengan kasus pungli atau pungutan liar PTSL (program Pendaftaran Tanah Sistem Lengkap) yang dilakukan Budi Santoso selaku Lurah Lidah Kulon, Kecamatan Lakarsantri Surabaya yang terjadi pada Juli 2019

Saat itu, Budi Santoso selaku Lurah Lidah Kulon, Kecamatan Lakarsantri Surabaya tertagkap tangan Unit Tipidkor Satreskrim Polrestabes Surabaya dengan barang bukti uang sebesar Rp35 juta dari total Rp100 juta yang diminta si Lurah dari warga

Namun nasib Budi masih lebih baik dari Ferri Jacom, S.Sos., M.Si karena Budi Santoso dianggap melanggar disiplin berat sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) 53 tahun 2010 dan Budi Santoso pun dipecat dan tidak diadili sebagai Terdakwa Korupsi

Apakah karena nilainya sehingga Kejari Surabaya enggan melakukan proses hukum? Atau karena Polrestabes Surabaya tidak menyerahkannya ke Kejaksaan melainkan ke Pemkot Surabaya? Bisa jadi memang, sehingga lebih mengutamakan “persaudaraan” dari pada proses hukum yang dijalani Budi Santoso

Baca juga: Permohonan Bantuan Sarpras Masjid Oleh Kepala SMPN 9 Ke Alumni Jadi Polemik? - http://www.beritakorupsi.co/2022/06/permohonan-bantuan-sarpras-masjid-oleh.html 
Dan tidak hanya disitu. Kejari Surabaya pun enggan menindak lanjuti laporan masyarakat yang masuk ke Kejari Surabaya pada tahun 2019 terkait salah satu Kepala SMPN di Surabaya yang bekerja sama dengan salah satu pengurus almuni SMPN tersebut membuat surat dengan Kop Surat Pemkot Surabaya Dinas Pendidikan Surabaya untuk mengumpulkan uang gunakan pembelian sarana prasana Mesjid yang di bangun Pemkot Surabaya di lokasi SMPN tersebut

Padahal, pengurus alumni SMPN yang tercantum dalam surat permintaan bantuan tersebut bukanlah pengurus resmi, sebab Ketua alumni sesuai akta Notaris adalah salah satu Hakim Tipikor Surabaya yang kini menjadi Hakim HAM Pelanggaran Berat.

Ditolaknya Ekespsi atau Keberatan Terdakwa melalui Penasehat Hukum-nya, Iwan Harimurti dan Abd. Saleh oleh Majelis Hakim, bukan berarti Terdakwa Ferri Jacom, S.Sos., M.Si sudah terbukti bersalah melainkan Majelis Hakim meminta JPU untuk membuktikan dakwaannya di persidangan dengan menghadirkan saksi-saksi termasuk alat/barang bukti

Itulah sebabnya Majelis Hakim memerintahkan JPU JPU R. Harwiadi, SH., MH., Li, Nur Rachmansyah, SH., MH dkk untuk menghadirkan saksi-saksi pada persidangan yang akan digelar pada pekan depan, Rabu, 26 Oktober 2022
Ditolaknya Ekespsi atau Keberatan Terdakwa melalui Penasehat Hukum-nya, termuat dalam Putusan Sela yang dibacakan oleh Majelis Hakim secara Virtual (Zoom) diruang sidang Candra Pengadilan Tipikor pada PN Surabaya (Rabu, 19 Oktober 2022) dengan Ketua Majelis Hakim A.A. Gd Agung Parnata, SH., CN dengan dibantu 2 Hakim Ad Hoc masing-masing sebagai anggota yaitu Fiktor Panjaitan, SH., MH dan Alex Cahyono, SH., MH serta Panitra Pengganti (PP) Achmad Fajarisman, S.Kom., SH., MH yang dihadiri oleh JPU Nur Rachmansyah, SH., MH dari Kejari Surabaya maupun Tim Penasehat Hukum Terdakwa, Iwan Harimurti dkk dan dihadiri pula oleh Terdakwa secara Teleconference (Zoom) dari Rutan (rumah tahanan negera) Kejaksaan Tinggi Jatinggi – Jawa Timur Cabang Surabaya

“Karena Eksepsi Penasehat Hukum Terdakwa masuk dalam pokok perkara maka haruslah di tolak dan meminta kepada Jaksa Penuntut Umum untuk mengadirkan saksi-saksi,” ucaap Ketua Majelis Hakim A.A. Gd Agung Parnata, SH., CN

“Sadara Jaksa supaya mengadirkan saksi,” lanjut Ketua Majelis Hakim A.A. Gd Agung Parnata, SH., CN

“Siap, jumlah saksi ada dua puluh empat tapi yang akan kami hadirkan minggu depan sebanyak enam orang,” jawab JPU Nur Rachmansyah, SH., MH

Dari kasus inipun menggelitik untuk disimak dan juga mengundang pertanyaan terkait tempat penyerahan uang sebesar Rp500 juta dari hasil penjulan barang-barang sitaan petugas Sat Pol PP Surabaya yaitu di ruang kerja Lurah Pradah Kali Kendal Hajar Sulistyono, S.Sos,M.Si

Mengapa penyerahan uang sebanyak Rp500 juta dari hasil penjulan barang-barang sitaan Sat Pol PP Surabaya oleh Sunadi (Cak Sun), saksi Yateno (Yatno), saksi M Mohammad S Hanjaya (abah Yaya), dan saksi Slamet Sugianto (Sugi) kepada Terdakwa Ferri Jacom, S.Sos., M.Si di ruang kerja Lurah Pradah Kali Kendal, Hajar Sulistyono, S.Sos,M.Si?

Sudah adakah pembicaraan antara Terdakwa Ferri Jacom, S.Sos., M.Si yang bukan pegawai Kelurahan melainkan pejabat Sat Pol PP Surabaya selaku Kepala Bidang (Kabid) Ketertiban Umum dan Ketentraman (Trantib) Masyarakat  Satuan Polisi Pamong Praja (Sat Pol PP) Kota Surabaya  bahwa Terdakwa akan “doa” sehingga Lurah Pradah Kali Kendal, Hajar Sulistyono, S.Sos,M.Si memberikan kunci ruang kerjanya terhadap Terdakwa?
Apakah Lurah Pradah Kali Kendal, Hajar Sulistyono, S.Sos,M.Si dan pihak lain dapat bagian “doa” dari Terdakwa Ferri Jacom, S.Sos., M.Si mengingat “doa” alias duit sebesar Rp300 juta dibungkus dalam dua tempat kotak roti?

Lalu apakah hanya Terdakwa Ferri Jacom, S.Sos., M.Si yang terseret dalam kasus ini atau ada pihak lain? Sebab Pasal yang dikenakan terhadap Terdakwa Ferri Jacom, S.Sos., M.Si yang termuat dalam surat dakwaan JPU adalah Pasal 53 ayat (1) KUHPidana

Pasal 53 ayat (1) KUHP berbunyi: Mencoba melakukan kejahatan dipidana, jika niat untuk itu telah ternyata dari adanya permulaan pelaksanaan, dan tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan semata-mata disebabkan  karena kehendaknya sendiri

“Lurahnya jadi saksi Camatnya juga. Nanti kita lihat perkemabangannya dalam persidangan,” kata JPU Nur Rachmansyah, SH., MH seusai persidangan

Ketika ditanya, apakah dalam perkara ini hanya hanya memenjarakan Terdakwa mengingat dalam dalam dakwaan JPU tidak menyebutkan kerugian negara atau jumlah uang yang nantinya akan dituntut untuk dikembalikan Terdakwa? Mengingat Pasal yang dikenanakan JPU terhadap Terdakwa adalah Primer Pasal 10 huruf (a) jo pasal 15 Atau Subsider Pasal 10 huruf (b) jo pasal 15 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dirubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 53 ayat (1) KUHPidana

Pasal 10 berbunyi: Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja :

Huruf a berbunyi: Menggelapkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat  dipakai barang, akta, surat, atau daftar yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan di muka pejabat yang berwenang, yang dikuasai karena jabatannya; atau

Huruf b berbunyi: Membiarkan orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar tersebut, atau

Pasal 15 berbunyi: Setiap orang yang melakukan percobaan, pembantuan, atau pemufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud Pasal 2, Pasal 3, Pasal 5     sampai dengan Pasal 14.

“Kita lihat nanti dalam persidangan, makanya teman-teman bisa mengikuti perkembangan sidang ini,” kata JPU Nur Rachmansyah, SH., MH

Apakah uang sebesar Rp500 juta dari hasil penjualan barang-barang sitaan Sat Pol PP Surabaya akan dituntut untuk dikembalikan Terdakwa? Kalau dikembalikan, uang tersebut mau diserahkan kemana? Ke kas Keuangan Pemkot Surabaya atau Kas keuangan Sat Pol PP Surabaya?

Apakah barang-barang yang di jual oleh Terdakwa adalah milik Pemkot Surabaya atau Sat Pol PP Surabaya sehingga uang tersebut akan disetorkan ke kas keuangan Pemkot Surabaya atau kas Sat Pol PP Surabaya sebagai penerimaan negara bukan pajak (PNBP)?

Bukankah barang-barang yang dijual oleh Terdakwa adalah milik masyarakat yang berjualan atau membuka usaha tanpa ijin sesuai Perda Kota Surabaya sehingga anggota Sat Pol PP melakukan penyitaan yang sewaktu-waku dapat diambil kembali oleh pemiliknya ? Atau barang-barang tersebut otomatis menjadi milik Pemkot atau Sat Pol PP Surabaya sehinga uang sebesar Rp500 juta dari hasil penjualan barang-barang tersebut akan menambah keuangan Pemkot atau Sat Pol PP Surabaya?. (Jnt)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top