0

beritakorupsi.co - Pasal 35 ayat (1) Undang-undang Tindak Pidana Korupis berbunyi ; Setiap orang wajib memberi keterangan sebagai saksi atau ahli, kecuali ayah, ibu,kakek, nenek, saudara kandung, istri atau suami, anak, dan cucu dari terdakwa.

Sayangnya, pasal ini mewajibkan setiap orang untuk memberi keterangan sebagai saksi atau ahli  (dipersidangan), namun anehnya tak ada sangsi yang mengatur apabila saksi tersebut tak kunjung memenuhi beberapa kali panggilan Jaksa untuk menghadiri dan memberikan keterangan di muka persidangan dihadapan Majelis Hakim untuk terdakwa dalam kasus Tindak Pidana Korupsi.

Seperti dalam sidang perkara Korupsi pemerasan sebesar Rp1 miliyar yang dilakukan oleh terdakwa Retno Tri Utomo, selaku Plt (Pelaksana Tugas) Manajer Pemeliharaan Jaringan Pipa Distribusi yang juga sebagai Pimpinan Pproyek (Pimpro) sekaligus selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) untuk proyek pekerjaan Pembangunan Jaringan Pipa DN-300 dan DN-200 di Jalan Rungkut Madya - Jalan Kenjeran (MERR) sisi Timur milik PDAM Surya Sembada Kota Surabaya tahun 2017, terhadap Candra Arianto selaku Dirut PT. Cipta Wisesa Bersama (PT CWB) yang mengerjakan proyek milik PDAM dengan ancaman akan menghabat pekerjaan yang dikerjakan oleh Candra Arianto, dan juga melakukan intimidasi dengan cara membuat berita di harian Jawa Pos pada tanggal 4 September  2018 dengan judul berita “Molor Terus, Kontraktor Kena SP II, PDAM Kecewa Proyek Tak Kunjung Selesai" yang tertuang dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) T.W. Ebrianti Raisi dan Dano dari Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI)

Dalam sidang perkara ini harus tertunda hingga beberapa kali karena saksi yang akan dihadirkan JPU dari Kejagung RI, yakni Direktur Utama (Dirut) PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) Kota Suraba tak kunjung memenuhi panggilan sebanyak 5 (lima) kali. Akibatnya, terdakwa Retno Tri Utomo pun merasa kecewa untuk memperoleh kepastian hukum yang dijalaninya.

Hal itu diungkapkan terdakwa sendiri kepada beritakorupsi.co dari balik jeruji besi atau ruang tahanan Pengadilan Tipikor Surabaya seusai sidang yang hanya berlangsung beberapa menit saja, di mana JPU menyampaikan kepada Majelis Hakim yang diketuai Hisbulla Idris, Selasa, 6 Agustus 2019.

“Dirutnya sudah lima kali dipanggil tapi tidak hadir. Coba aja tanyakan kepada Ibu Jaksa itu,” kata terdakwa dari balik jeruji besi kepada beritakorupsi.co

Sementara kedua JPU dari Kejagung ini tak mau memberikan komentar kepada beritakorupsi.co saat ditemui. Keduanya hanya terlihat sibuk. JPU T.W. Ebrianti Raisi langsung masuk ke ruang saksi Prima yang berada di lobby utama sebelah kiri gedung Pengadilan Tipikor Surabaya yang Khusus disediakan oleh Kejari Surabaya beberapa tahun lalu sedang membicarakan sesuatu dengan JPU Widi dari Kejari Surabaya. Sedangkan JPU Dano sibuk menelopon seseorang.

Anehnya, Kehadiran kedua JPU yang datang dari Jakarta dengan menggunakan maskapai penerbangan Jakrta - Surabaya pulang pergi hanya sidang tunda dengan alasan bahwa saksi tidak hadir.

Terpisah. Saat beritakorupsi.co menemui Ketua Majelis Hakim Hisbulla Idris megatakan, bahwa sidang tunda karena JPU tidak dapat menghadirkan saksi. Dari catatan agenda persidangan yang dimiliki Ketua Majelis Hakim ini terdapat sebanyak 6 kali sidang tunda.

“Sidang ditunda karena saksinya tidak hadir. Ada enam (6) kali sidang ditunda karena saksi tidak hadir, tapi bukan hanya saksi ini. Kalau saksi kali ini untuk yang kedua kalinya,” kata Ketua Majelis Hakim.

Ketua Majelis Hakim Hisbulla Idris menambahkan, kalau saksi tidak hadir pada sidang yang akan datang, maka akan tetap dilanjutkan agenda berikutnya.

Kasus perkara ini pun boleh dibilang “aneh tapi nyata”, dan mungkin untuk yang pertama kalinya terjadi di Indonesia Khususnya di Jawa Timur, seorang pengusaha kontraktor melaporkan tindakan pememerasan yang dilakukan  seorang pejabat selaku PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) yaitu terdakwa Retni Tri Utomo terkait proyek pemerintah yang sedang dikerjakan si pengusaha itu sendiri yakni Candra Arianto selaku Dirut PT. Cipta Wisesa Bersama

Anehnya, kasus yang dilaporkan Candra Arianto selaku Dirut PT. Cipta Wisesa Bersama ke Kajaksaan Agung RI, setelah mentransfer duit sebanyak 8 (delapan) kali sejak 18 September 2017 hingga 29 Juni 2018 yang totalnya sebesar Rp900 juta.

Logikanya, kalau memang terdakwa melakukan pemerasan terhadap si Candra Arianto selaku Dirut PT. Cipta Wisesa Bersama, mengapa baru melaporkannya setelah satu tahun dan mengapa tidak melaporkannya sejak awal ?

Pada hal tahun 2018, PT. Cipta Wisesa Bersama masih mendapatkan proyek di lingkungan PDAM sebanyak 5 paket pekerjaan dengan nilai miliaran. Apakah kasus ini murni pemerasan atau suap menyuap, seperti beberapa kasus perkara Korupsi yang Khususnya ditangani KPK ?

Sementara dalam persidangan, JPU belum membuktikan bagaimana cara terdakwa melakukan pemerasan yang dimaksud oleh si Candra Arianto.

Pada hal bukan rahasia umum lagi, adanya “kong kali kong” antara pejabat dengan kontraktor terkait pengadaan maupun pekerjaan proyek yang didanai oleh pemerintah, termasuk 14 Kepala Daerah (Bupati/Wali Kota) di Jawa Timur dan 2 Bupati dari NTT (Nusa Tenggara Timur) serta beberapa pengusaha kontraktor yang diseret JPU KPK ke Pengadilan Tipikor Surabaya untuk diadili setelah Tertangkap Tangan maupun dari penyidikan yang dilakukan oleh Tim Penyidik KPK karena kasus Korupsi Suap fee proyek.

Dari kasus Korupsi Suap fee proyek oleh beberapa Kepala Daerah bersama beberapa pengusaha kontraktor di Jawa Timur yang sudah dinyatakan terbukti bersalah melakukan Tindak Pidana Korupsi memberi dan menerima suap, salah satu diantaranya yang paling menarik adalah kasus tangkap tangan KPK terhadap Bupati Tulungagung Syahri Mulyo.

Bayangkan saja. Duit yang diterima Syahri Mulyo dari beberapa pengusaha Kontraktor termasuk dari puluhan Assosiasi Kontruski terkait fee proyek yang di danai dari APBD Kab. Tulungagung sejak 2016, 2017 dan 2018 adalah sebesar Rp140 miliyar. Walau KPK belum menyeret para pengusaha itu, yang mungkin masih menunggu waktu.

Lalu adakah rekayasa dalam kasus Korupsi pemerasan yang dilakukan oleh terdakwa Retno Tri Utomo terhadap Candra Arianto selaku Dirut PT. Cipta Wisesa Bersama (PT CWB) sehingga menjadi pemerasan dan bukan suap menyuap ?

Anehnya lagi, proyek pekerjaan itupun sudah selesai di akhir Tahun Anggaran 2017, yaitu 31 Desember 2017. Namun Candra Arianto selaku Dirut PT CWB masih melakukan transfer duit hingga 8 (delapan) kali terhadap terdakwa sejak tanggal 18 September 2017 hingga 29 Juni  2018 atau hampir setahun, Retno Tri Utomo baru dilaporkan oleh Candra Arianto ke Kejaksaan Agung RI dalam kasus Korupsi pemerasan.

Yang menarik dari kasus ini ialah, setelah terdakwa Retno Tri Utomo diadili, dan JPU menghadirkan 3 orang saksi dari PT CWB yaitu Candra Arianto selaku Dirut PT CWB, Suwartini Bagian Keuangan PT Cipta Wisesa Utomo yang juga ibu kandung Candra Arianto serta Aida Fariskhi, Staf keuangan PT CWB selaku adik kandung Candra Arianto.

Dalam peridangan saat itu, Ketiga saksi ini menjelaskan kepada Majelis Hakim, bahwa pemberian uang pertama kali dari permintaan terdakwa sejumlah Rp1 miliyar adalah sebelum terdakwa selaku PPK mengeluarkan SP (Surat Peringatan) I (Pertama) terhadap PT CWB terkait belum dikerjakannya proyek pekerjaan Pembangunan Jaringan Pipa DN-300 dan DN-200 di Jalan Rungkut Madya - Jalan Kenjeran (MERR) sisi Timur milik PDAM Surya Sembada Kota Surabaya tahun 2017 yang menealan anggaran sebesar Rp27.162.729.050.

Namun anehnya, jawaban ketiga saksi inipun tak tegas alias plin plan yang mengatakan, bahwa pemberian uang terhadap terdakwa sebelum dikeluarkan SP, namun beberapa detik kemudian dijawab “lupa”. Pengusaha muda ini tak membawa satupun lmbar dokumen pun terkait proyek yang dikerjakannya termasuk SP (suar peringatan) yang dimaksud.

Tidak hanya itu. Si Candra bersama sang ibunda dan adiknya sepertinya sengaja memenuhi panggilan JPU sebagai saksi ke persidangan untuk kasus yang dilaporkannya tanpa membawa dokumen apapun, sehingga jawabannya lebih sering menjawab “lupa”. Namun bila berkaitan dengan uang yang ditransfernya terhadap terdakwa melalui beberapa nomor rekening, ketiga saksi yang terdiri dari anak dan ibu ini begitu lancar menceritakan.

Sementara menurut Anton Cristiyan, Staf Teknis CV Azzahra selaku Konsultan Pengawas, yang menjelaskan kepada Majelis Hakim dalam persidangan (Selasa, 9 Juli 2019) mengatakan, bahwa SP yang dikeluarkan terdakwa setelah pihak Konsultan Pengawas mengeluarkan surat teguran kepada PT CWB karena pekerjaan belun dikerjakan hingga September 2017, pada hal penandatanganan kontra kerja antara pihak PDAM dengan PT CWB dilakukan pada Juli 2019.

Kepada Majelis Hakim Anton yang mengatakan saat itu dalam persidangan, bahwa terdakwa dikenal sangat tegas dan tak mau diajak kompromi terkait proyek pekerjaan yang ditanganinya. Lalu adakah rekayasa dalam kasus ini ?

Seperti yang diberitakan sebelumnya. Dalam surat dakwaan JPU mengatakan, bahwa kasus ini bermula pada tahun 2017, dari adanya lelang pekerjaan Proyek Pembangunan Jaringan Pipa DN-300 dan DN-200 di Jalan Rungkut Madya - Jalan Kenjeran (MERR) sisi Timur milik PDAM Surya Sembada Kota Surabaya dengan nilai anggaran sebesar Rp27.162.729.050 (dua puluh tujuh miliyar seratus enam puluh dua juta tujuh ratus dua puluh sembilan ribu lima puluh rupiah).
Dari hasil lelang tersebut, PT. Wisesa Cipta Bersama (PT WCB) dietapkan sebagai Pemenang lelang berdasarkan Surat PDAM Surya Sembada Kota Surabaya Nomor : 047lSPPBJNIl/PDAM72017 tanggal 26 Juli 2017 Perihal Penunjukan PT WCB sebagai Penyedia Barang/Jasa dan Kontrak Pengadaan Jasa Nomor : BAP/320/PDAM/2017 tanggal 09 Agustus 2017 antara PDAM dengan PT. CWB

Kemudian pada tanggal 29 Juli 2017, terdakwa selaku Plt. Manajer Pemeliharaan Jaringan Pipa Distribusi PDAM Surya Sembada Kota Surabaya sekaligus selaku Pemimpin Proyek Pekerjaan pembangunan Jaringan Pipa Primer dan Sekunder di PDAM Surya Sembada Kata Surabaya mengundang Candra Arianto selaku Direktur Utama (Dirut) PT. Cipta Wisesa Bersama untuk bertemu di Gerai J.CO Delta Plaza Jl. Pemuda Surabaya dengan maksud, bahwa terdakwa akan menawarkan marial yang diperlukan dalam proyek yang akan dikerjakan oleh Candra Arianto dengan harga murah.

Dalam pertemuan antara terdakwa dengan Candra Arianto, tetnyata tidak membahas masalah material, melainkan terdakwa justru meminta uang sebanyak Rp1.000.000.000 (satu milyar rupiah), dan jika tidak memberikan uang, terdakwa  mengancam akan menghambat pekerjaan yang akan dilaksanakan oleh Candra Arianto.

Setelah pertemuan tersebut, pada tanggal 9 Agustus 2017, dilakukan penandatangan kontrak antara PDAM Surya Sembada Kota Surabaya yang diwakili oleh terdakwa Retno Tri Utomo selaku Pemimpin Proyek atau Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dengan Candra Arianto selaku Direktur Utama PT Cipta Wisesa Utomo dengan Kontrak Nomor BA.P/320/PDAM/2017 tanggal 09 Agustus 2017 di Kantor PDAM Surya Sembada Kota Surabaya yang beralamat di Jalan Mayjen Prof. DR. Moestopo Nomor 2 Kota Surabaya.

Setelah penandatangan Kontrak tersebut, pada tanggal 11 Agustus 2017, terdakwa kembali mengundang Candra Arianto untuk menemui terdakwa di Kantor PDAM Surya Sembada Kota Surabaya di Jalan Mayjen Prof. DR. Moestopo Nomor 2 Kota Surabaya.

“Dalam pertemuan tersebut, terdakwa kembali meminta uang sebanyak Rp1.000.000.000 (satu milyar rupiah) kepada Candra Arianto dengan alasan untuk pengamanan di Kepolisian dan Kejaksaan,” ujar JPU

Setelah sekian waktu Candra Arianto belum juga memenuhi permintaan terdakwa, sehingga terdakwa kembali memanggil Candra Arianto untuk menemuinya di Kantor PDAM Surabaya.  Dalam pertemuan tersebut, terdakwa meminta Candra Arianto untuk menandatangani kwitansi bermaterai dengan maksud seoIah-olah Candra Arianto  memiliki hutang kepada terdakwa sebesar Rp1.000.000.000 (satu milyar rupiah), dan harus dibayar pada saat uang proyek cair.

Namun Candra Arianto menolak permimaan terdakwa, sehingga terdakwa marah dan merobek kwintasi bermaterai tersebut lalu melemparkannya ke arah Candra Arianto serta menyampaikan ancaman, jika tahun depan PT Cipta Wisesa Utomo tidak boleh Iagi ikut lelang pekerjaan di PDAM, dan PT Cipta Wisesa Utomo akan di black list.

Karena Candra Arianto tidak juga memberikan sejumlah uang yang diminta oleh terdakwa, kemudian dengan kewenangannya selaku PPK Pembangunan Janringan Pipa Primer dan Sekunder milik PDAM Surya Sembada Kota Surabaya, terdakwa mengeluarkan Surat Peringatan I kepada PT Cipta Wisesa Utomo Nomor : 65.1/PJPPS/IX/2017 tanggal 18 September 2017 dan Surat Peringatan II Nomor : 88/PJPPSIX/2017 tanggal 26 Oktober 2017.

Selain memberikan Surat Peringatan, terdakwa juga mengintimidasi pekerjaan yang   dilakukan oleh PT. Saburnaya yang merupakan grup perusahaan PT Cipta Wisesa Utomo dengan melakukan tindakan menerbitkan Surat Peringatan I Nomor : 89/PJPPSNIII/2018 tanggal 13 Agustus 2018, dan Surat Peringatan II Nomor : 94/PJPPS/lX/2018 tanggal 03 September 2018 serta  membuat berita dalam Harian Jawa Pos tanggal 4 September 2018 berjudul “Molor Terus, Kontraktor Kena SP II PDAM Kecewa Proyek Tak Kunjung Selesai"

Dari keterangan saksi Anton dikaitkan dengan surat dakwaan JPU yang mengatakan bahwa  terdakwa melakukan intimidasi dengan cara membuat berita dalam Harian Jawa Pos tanggal 4 September 2018 berjudul “Molor Terus, Kontraktor Kena SP II PDAM Kecewa Proyek Tak Kunjung Selesai", menjadi pertanyaan.

Sebeb Anton menjelaskan Kepada Majelis Hakim, bahwa ST yang dikeluarkan oleh Konsultan yang ditujukan kepada PT CWB, karena pekerjaan tak kunjung selesai.

Atas ancaman-ancaman dan juga tindakan-tindakan yang dilakukan oleh terdakwa dengan cara mengeluarkan Surat Peringatan tersebut baik kepada PT Cipta Wisesa Utomo maupun kepada PT Saburnaya, Candra Arianto merasa tidak nyaman dan mengalami tekanan secara psikologis, sehingga kemudian Candra Arianto  menyampaikan hal yang dialaminya kepada Suwartini selaku Kepala Bagian Keuangan PT Cipta Wisesa Utomo yang juga merupakan Ibu kandung Candra Arianto, dan meminta untuk mengeluarkan kas perusahaan guna diberikan kepada terdakwa.

Kemuidan secara berturut-turut, Suwartini melalui staf bagian keuangan PT Cipta Wisesa Utomo melakukan penyetoran sebanyak 8 (delapan) kali ke rekening Bank Mandiri yang telah ditentukan oleh terdakwa dengan perincian sebagai berikut :

No.  Tanggal        -        No. rek              -         tas nama            -    Penyetor/PT.CWB    -   Setoran (Rp)
1. 18 Sep 2017   -   142 0015833220  -   Chandra Agus Adie    -    Aida Fariskhi                 100 juta
2.  7 Des 2017    -   1420015833220   -   Chandra Agus Adie    -    Aida Friskhi                   150 juta
3. 29 Des 2017   -   9000040230782   -   Winda Oktaniasari      -    Anef Ar Rachman          150 juta
4. 9 Jan 2018      -   9000040230782   -   Winda Oktaniasari      -    Arief Ar Rachman          150 juta
5. 21 Mar 2018   -  1420015833220   -   Chandra Agus Adie     -   Aida Fariki                     100 juta
6. 21 Mar 2018   -  1420015833220   -   Chandra Agus Adie     -   Dodi Kirawan                 50 juta
7. 21 Mar 2018  -   1420015833220  -    Chandra Agus Adie     -   Dodi Kirawan                 50 juta
8. 29 Jun 2018    -  1420015833220   -   Chandra Agus Adie      -   Irkham Efendi                 100 juta
                                                                                                              Total sebesar Rp900.000.000.
Pada tanggal 19 Juni 2017, terdakwa Retni Tri Utomo mendapatkan rekening atas nama Chandra Agus Adie, dan kemudian terdakwa mengajak Chandra Agus Adie sebagai rekanan Mekanikal Elektrikal di PADAM yang sudah dikenal oleh terdakwa sebelumnya untuk membuka rekening di Bank mandiri Cabang PDAM Surabaya demgan Nomor rekening  1420015833220 3135 dengan setoran awal sebesar Rp500 ribu. Dan buku tabungan serta kartu ATMnya diminta oleh terdakwa untuk selanjutnya menerima transferan uang dari Candra Arianto

Kemudian terdakwa mendapatkan rekening Bank Mandiri atas nama Winda Oktaniasari yang sudah dikenal oleh terdakwa, karena anak terdakwa diasuh Ibu kandung Winda Oktaniasari. Dan pada bulan Desember 2017, terdakwa mandatangi rumah Winda Oktaniasari di Ketintang 2 Nomor 48 RT 003 RW 001 Kelurahan Wonokromo Surabaya dan meminjam buku tabungan Bank Mandiri dengan Nomor rekening 9000040230782 besertaa ATMnya yang tidak dipergunakan lagi oleh Winda Oktaniasari untuk selanjutnya dipergunakan terdakwa menerima transferan uang dari Candra Arianto.

Tindakan terdakwa melakukan intimidasi terhadap Candra Arianto dalam beberapa kali pertemuan, melalui komunikasi telepon dan Whatsapp serta menerbitkan Surat Peringatan I dan II kepada PT Cipta Wisesa Utomo dan PT Saburnaya, tidak berdasarkan syarat pemberian Surat Peringatan I dan II sebagaimana Peratumn Meneri Pekerjaan Umum Nomor : 06/PRT/M/2008  tanggaI 27 Juni 2008 diatur pada humf E : Pengawasan tehadap pelaksanaan Fisik Kontruksi di dalam angka 2 haruf I dan berdasarkan fakta di lapangan, jarak waktu dan hasil progress realisasi masih diatas dari jadwal rencana, sehingga masih wajar dan pekerjaan dari yang dulaksanakan sudah sesuai dengan kontrak dan sampai sekarang sudah bisa digunakan oleh PDAM Kota Surabaya sesuai keterangan Anton Cristiyan sebagai Staf Teknis CV Azzahra selaku Konsultan Pengawas.

Bahwa pekerjaan Pembangunan Jaringan Pipe DN300 dan DN200 di Jalan Rungkut Madya -  Jalan Kenjeran (MERR sisi Timur) tahun 2017 yang dikerjakan oleh PT Cipta Wisesa Utomo,  sehingga belum layak diberikan SP I dan SP II. Hal mana semata-mata hanya merupakan cara  terdakwa untuk menekan Candra Arianto agar merasa takut dan terpaksa bersedia memberikan sejumlah uang sesuai yang diminta  oleh terdakwa.

Menurit JPU, bahwa perbuatan terdakwa Retno Tri Utomo bertentangan dengan kewajibannya selaku PPK sebagaimana diatur dalam Etika Pengadaan yang berlaku di PDAM Surabaya sebagaimana diatur dalam Peraturan Perusahaan PDAM Surya Sembada Kota Surabaya Nomor 02 Tahun 2017 Tentang Pedoman Pengadaan Barang/Jasa PDAM Surya Sembada Kota Surabaya tanggal 10 Februari 2017 pada Pasal 6 huruf 'h' yang menyebutkan, “Tidak menerima, tidak menawarkan atau tidak menjanjikan untuk memberikan atau menerima hadiah, imbalan, komisi, rabat dan berupa apa saja dari atau kepada siapapun yang diketahui atau patut diduga berkaitan dengan pengadaan Barang/Jasa.

Menurut JPU, perbuatan terdakwa Retno Tri Utomo sebagaimana diancam pidana yang diatur dalam Pasal 12 huruf “e" (Pasal 23) Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 421 KUHPidana. (IRd1/*)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top