0
JPU KPK menghadirkan 5 orang saksi
#Selain itu juga terungkap, jumlah uang “kotor” dari Asosiasi sebesar Rp55 M dan dibagi-bagibagi ke Wakil Bupati, Ketua DRPRD, Komis D, Sekda, BPKAD Kab. Tulungagung, Pejabat Provinsi Jatim dan  anggota DPR RI Ahmad Rizki sadik dari Fraksi PAN#

beritakorupsi.co - Sidang kasus perkara Koruspi Suap Bupati Tulungagung Syahri Mulyo, yang tertangkap Tangan KPK pada tanggal 6 Juni 2018 semakin membuka “kebobrokan dan kotornya” sisitim pemerintahan di Kabupaten Tulungagung, yang melibatkan Asosiasi Pengusaha Konstruksi ikut berperan mengatur puluhan proyek APBD dengan imbalan sejumlan lembaran rupiah yang bernilai miliyaran.

Tidak hanya itu, “kebobrokan dan kotornya” anggota Dewan yang terhormat juga tak ketinggalan. Kewenangan yang dimiliki para anggota DPRD Tulungagung khususnya di Komisi D yang bermitra dengan Dinas PU ini menjadi tak berpungsi bila ada lembaran-lembaran rupiah menutupi agenda pembahasan bersama Dinas PU. Dan sebaliknya, menjadi “garang” bila tak ada rupiah yang masuk ke kantongnya saat rapat berlangsung.

Hal ini bisa jadi terjadi juga di beberapa Kabupaten/Kota yang ada di Indonesia, diantaranya Komisi B DPRD Jatim yang bermitra dengan 10 SKPD atau Organisasi Perangkat Daerah Pemrov Jatim, di mana Ketua dan Wakil Ketua Komisi B DPRD Jatim bersama 2 (dau) Kepala Dinas Pemprov Jatim tertangkap KPK juga, namun 19 anggota Komisi B yang menikmati termasuk 5 Kepala Dinas yang memberikan “duit Kotor” itu “kebal” dari tangan KPK.

Tak ketinggalan di DPRD Kota Mojokerto saat pembahasan APBD, hingga Ketua serta 2 (dua) Wakli Ketua DPRD Mojokerto ditangkap KPK. Nasib 22 anggota DPRD Kota Mojokerto yang turut menikmati duit “kotor” itu sama dengan 19 anggota Komisi B DPRD Jatim,  yang hingga saat ini masih tetap duduk dikursinya sebagai anggota Dewan yang terhormat bahkan sebagai Calon Legis Latif (DPRD) periode 2019 - 2024 mendatang.

Tetapi Berbeda dengan nasib 45 anggota DPRD Kota Malanag yang menikmati duit “kotor” saat pembahasan APBD murni dan APBD Perubahan. Karena KPK langsung meringkus dan memenjarakan 41 dari 45 anggota DPRD Kota Malang peroide 2014 - 2019 yang saat ini sudah menjalani proses persidangan di Pengadilan Tipikor Surabaya.

Belum lagi “kekuatan” yang dimiliki 50 anggota DPRD dan beberapa Pejabat Kabupaten Jebmber dalam kasus raibnya duit Bansos sebesar Rp38 miliyar yang berasal dari APBD Kobupaten Jember yang ditangani oleh Kejari Jember dan Kejati Jatim. Karena Ketua DPRD dan mantan Sekda serta Kepala BPKAD Kabupaten Jember tidak memiliki “kekuatan”, ketiganya pun sudah ditetapkan menjadi tersangka, sementara Ketua DPRD nya sudah divonis pidana penjara selama 2 (dua) tahun.

Sementara “kebobrokan dan kotornya” sisitim pemerintahan di Kabupaten Tulungagung terungkap dari keterangan Ari Kusumawati yang mengatakan, bahwa Ploting atau pembagian proyek di Kabupaten Tulungagung dilakukan oleh 15 Asosiasi pengusaha Kontruksi yang dan di Tulungagung diantaranya Gapeksindo (Gabungan Perusahaan Konstruksi Nasional Indonesia), Gapensi  (Gabungan Pelaksana Konstruksi Seluruh Indonesia) Apeksindo (Asosiasi Pengusaha Kontraktor Seluruh Indonesia), dan halis Ploting itu kemudian diserahkan ke Dinas PU.

Sementara Sukardi mengatakan, bahwa Dinas PU yang bermitra dengan Komis D DPRD Tulungagung sering kali langsung menyetujui tanpa mengadakan rapat pembahasan bersama Dinas PU bila ada sejumlah uang. Tetapi sebaliknya, bila tak ada uang, maka pembahasan rapat bersama Dinas PU akan berlangsung lama.

Keterangan kedua saksi ini (Eka dan Sukardi) di ungkapkan dalam persidangan di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor yang diketuai Agus Hamzah, sementara para terdakwa didampingi masing-masing Penasehat Hukumnya, pada sidang yang berlangsung di ruang sidang Candra, pada Kamis, 15 Nopember 2018.

Dalam persidangan yang berlangsung (Kamis, 15 Nopember 2018), Tim JPU KPK Dodi Sukmono, Abdul Basir dkk menghadirkan 5 (lima) orang saksi yang dibagi dalam II session. Pada session yang pertama, JPU mengadirkan 4 (emapt) saksi yaitu Andriani selaku istri terdakwa Susilo Prabowo alias Embun Direktur PT Moderna Makmur Mandiri,; Eka Yongtomo sebagai Komisaris PT Sarana Multi Usaha yang juga menantu Prabowo alias Embun,; Andriana Yustiningrum karyawan PT Moderna Makmur Mandiri dan Ari Kusumawati pengusaha/Kontraktor yang juga Ketua Asosiasi Apeksindo (Asosiasi Pengusaha Kontraktor Seluruh Indonesia) Tulungagung.

Sedangkan di session ke II, JPU KPK menghadirkan Sukardi Selaku Kepala Bidang (Kabid) Dinas PU Kabupaten Tulungagung sejak 2015 hingga awal Nopember 2018.

Ke- 5 saksi ini dihadirkan JPU KPK untuk 5 (lima) terdakwa, diantaranya Bupati Tulungagung Sahri Mulyo, Kepala Dinas PUPR Tulungagung Sutrisno, Agung Prayitno (Swasta/kontraktor) di Tulungagung, Wali Kota Blitar Mohammat Samanhudi Anwar dan Bambang Purnomo yang berprofesi sebagai Juru jahit Pakaian sekaligus sahabat Wali Kota  Blitar.

Dihadapan Majelis Hakim, Andriani menjelaskan atas pertanyaan JPU KPK terkait uang sebesar Rp1 miliyar yang dititipi suaminya untuk diserahkan ke Agung Prayitno. Saksi ini terkesan tidak jujur dan tidak mengakui isi kardus yang dititipi oleh suaminya, namun dengan kepiawaian JPU KPK, akhirnya saksi mengatakan bahwa isi dalam kardus tersebut adalah uang sebesar 1 miliar.

"Saya hanya dititipi. Katanya Pak Sus loh ya, kalau ada yang ambil kasihkan. Dalam Kardus saya nggak tahu isinya apa. Tapi katanya Pak Embun, Satu miliar" kata Andriani.

Kemudian keterangan saksi Eka Yongtono, menantu terdakwa Susilo Prabowo ini malah sepertinya menuduh penyidik KPK mengarang isi BAP (Berita Acara Pemeriksaan)-nya saat di penyidik KPK, terkait keterangannya yang mengatakan, kalau dirinya disuruh ayah mertuanya (Susilo Prabowo) untuk menghitung keuntungan 1 persen dari proyek yang dikerjajakan selama 3 tahun terakhir di Kabupaten Tulungagung, untuk diberikan ke Bupati Syahri Mulyo.

Karena Tidak mengakui, JPU KPK mengakatan siap untuk menghadirkan penyidik dan bukti rekaman CCTV saat pemeriksaan dirinya dilakukan oleh penidik KPK pada tanggal 23 Juli 2018.

Keterangan foto bawah dari kiri, terdakwa Babang Purnomo, terdakwa Agung Prayitno dan terdakwa Sutrisno
“Anda tidak mengakui nggak apa-apa, itu hak anda, kami siap menghadirkan penyidik bahkan CCTV saat penyidikan, siapa yang benar,” kata JPU KPK kepada saksi.

Sementara saksi Andriana Yustiningrum mengungkapkan, bahwa Susilo Prabowo alias Embun memiliki 12 perusahaan baik PT maupun berupa CV, diantaranya PT Moderna Teknik Perkasa, PT Sarana Multi Perkasa, PT Jala Bumi Megah, PT Saba Karunia Abadi, CV Sapta Sarana, CV Kartika Perkasa, CV Jaya Nusantara, CV Purnama Jaya, CV Erlangga Pura, CV Marga Utama, CV Karya Makmur.

Saksi Andriana Yustiningrum menjelaskan kepada Majelis Hakim, bahwa akte dari masing-masing perusahaan tersebut adalah sendiri-sendiri, namun yang mengelola adalah orang yang sama termasuk kantornya.

“Kalau Aktenya sendiri-sendiri. Yang mengelola Bu Foni, Eka, Herma, Sari (termasuk saksi sendiri),” jawab saksi.

Saat ditanya JPU KPK terkait perusahaan Susilo Prabowo yang mengerjakan proyek dengan menyertakan perusahaan lain yang juga milik Susilo Prabowo, saksi mengatakan tidak pernah, namun skasi mengakui kalau pernah meminjam perusahaan milik Ari Kusumawati untuk mengerjakan proyek gedung SMPN 3 Blitar.

“Tidak pernah. Kalau pinjam pernah (saudara yang mengerjakan ? tanya Ketua Majelis Hakim dan dijawab saksi “Ya”) untuk proyek di Blitar,” kata saksi. Terkai pengelolaan keuangan termasuk menekan Cek, menurut skasi ini dilakukan oleh Susilo Prabowo.

Selanjutnya keterangan saksi Ari Kusumawati. Dari keterangan saksi ini terungkap bahwa dirinya termasuk rekanan lainnya ditelepon oleh Kepala Dinas PU menawarkan proyek dan kemudian dikirimi surat. Saksi menjelaskan, pada saat lelang, para rekanan menyertakan perusahaan pendamping untuk lelang proyek yang diikutinya, namun hal itu hanya sebagai persyaratan.

“Sebagai persyaratan aja,” kata saksi.

Terkait pembagian Proyek APBD, saksi mengakui bahwa Ploting proyek di Kabupaten Tulungagung dilakukan oleh 15 Asosiasi di Kabupaten Tulungagung tanpa dihadiri oleh pihak pemerintah Tulungagung, dan hasli Ploting itu kemudian diserahkan ke Dinas PU oleh perwakilan Asosiasi. Termasuk pertemuan para Ketua Asosiasi bersama dengan Dinas PU di Hotel Bumi Daun Blitar.

“Seluruh perwakilan Asosiasi tanpa dihadiri pemerintah. Hasilnya diserahkan ke Dinas PU oleh perwakilan

Namun saat JPU KPK maupun Ketua Majelis Hakim menanyakan saksi, data proyek yang dimiliki Asosiasi diperoleh darimana, saksi mengatakan tak atau. Bahkan diserahkan kesiapa di Dinas PU, saksi ini juga mengatakan tidak tau. Ketua Majelis Hakim dan JPU KPK pun heran atas keterangan saksi ini. Sebagai seorang Ketua Asosiasi yang membawahi puluhan perusahaan Konstruksi tidak tau darimana data yang dipoperoleh para perhimpunan pengusaha itu.

Namun saksi mengakui, bahwa proyek yang didapatkannya tidak gratis begitu saja, sebab ada imbalan sebesar 15 persen dari nilai anggaran proyek, yang diberikan para kontraktor 10 persen sebelum mengerjakan, dan 5 persen setelah pekerjaan selesai. dari keterangan saksi ini juga terungkap, bahwa saksi sendiri mengerjakan proyek di Tulungagung tahun 2016-2017 salah dengan anggaran sebesar Rp4,7 miliar, dan telah menyerahkan fee 10 persen sebesar 500 juta, sedangkan yang 5 persen belum dibayar oleh saksi.

Saksi ini termasuk “licik dan kotor” juga, dengan menyatut 2 anggota DPRD Tulungangung yaitu Darminto dan Supriyono dari Fraksi PDIP telah menyerahkan uang sebesar 448 juta, dan Wakil Bupati Tulangungung Maryoto Birowo Rp305 juta lebih supaya tidak membayar kewajiabnya ke Dinas PU sebesar 3 persen dari 5 persen sisa yang belum dibayar sebagai fee 15 persen dari total anggaran proyek yang dikerjakannya.

Pada hal menurut saksi, tidak memberikan uang. Alasan Ari Kusumawati  menyebut ke- 3 pejabat di Tulungagung itu karena sudah sangat kenal, dan saksi menganggap bahwa Sutrisno tidak akan berani bertanya ke pejabat yang dimaksud.

“Saya tidak memberikan, saya berpikir nggak mungkin berani bertanya ke beliau bertiga itu,” jawab wanita berkerudung ini sambil tertawa.

Dari keterangan saksi ini juga terungkap, bahwa pembangunan gedung SMPN 3 Blitar bermasalah dari hasil temuan BPK, sehingga diwajibkan mengembalikan kerugian negara sebesar Rp300 juta, dinama saksi ikut membayara sebesar Rp50 juta, dan sisanya oleh Ekonomi Yongtomo. Karena perusahaan yang mengerjakannya adalah milik saksi dan Susilo Prabowo.

Pada sidang session ke II dengan saksi Sukardi. Dari keterangan saksi ini juga mengakui terkait Ploating Ploating proyek yang ada di Kabupaten Tulungagung termasuk pertemuan di Hotel Bumi Daun Blitar bersama pengurus Asosiasi termasuk Ari Kusumawati selaku Ketua Aspeksindo untuk pembagian dan fee proyek.

Terakit fee darki Dana Aspirasi Dewan yang dipertanyakan JPU KPK, menurut saksi, bahwa fee dari dana aspirasi itu langsung disetorkan ke Dewan.

"Kkalau itu langsung disetorkan ke bapak-bapak Dewan " kata saksi menjawab

Pertanyaan JPU KPK kemudian adalah terkait dengan Komisi D sebagai mitra kerja Dinas PU.  Dari keterangan saksi ini terungkap, bahwa Komisi D langsung menyetujui pembahasan bersama Dinas PU tanpa melalui rapat bila ada pemberian sejumlah uang. Namun bila tidak ada, maka rapat bersama Dinas PU bisa berlangsung lama.

"Hal itu sering kali terjadi, ya kalau ada langsung disetujui tanpa rapat" jawab saksi.

Pertanyaan JPU KPK terkait uang sebesar Rp2,22 miliyar ke Aparat Penegak Hukum, Wartawan dan LSM yang berlangsung sejak tahun 2014 sampai 2018, saksi mengakui hal itu ada namun yang lebih tahu adalah bagian Keuangan Dinas PU.

“Itu yang lebih tahu adalah bagian Keuangan Dinas" jawab saksi

Keterangan foto dari atassearah jarum Jam, Majelis Hakim, ke- 4 saksi, para terdakwa degan didampingi Penasehat Hukumnya masing-masing dan JPU KPK
Namun dari catatan pribadi saksi yang disita oleh penyidik KPK terdapat sejumlah nama yang menerima duit “kotor” itu. Buku catatan itu pun ditunjukkan JPU KPK kehadapan Majelis Hakimtan. Dan keterangan saksi yang ada dalam BAP, disetujuinya untuk diambil alih oleh JPU KPK sebagai keterangan resmi yang disampaikan dalam persidangan.

Keterangan saksi Sukarji yang mengejutkan adalah, bahwa duit “kotor” dari para rekanan Asosiasi di Tulungagung yang diterimanya sejak 2014 hingga 2018 sebesar Rp55 miliyar. Duit “kotor” itupun mengalir ke terdakwa, Wakil Bupti, Sekda, BPAK, anggota Dewan, pejapat Provinis Jatim dan anggota DPR RI Ahmad Rizki Sadik.

Seperti yang diberitakan sebelumnya. Dalam surat dakwaan JPU KPK menyatakan, beberapa hari setelah pelantikan terdakwa I Syahri Mulyo selaku Bupati Tulungagung periode 2013 - 2018 pada tanggal 24 April 2013, dan terdakwa Sutrisno bersama-sama dengan Sudigdo Prasetyo selaku Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Tulungagung dan Hendy Setyawan selaku Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Tulungagung menemui Kepala Bappeda Provinsi Jawa Timur guna mendapatkan dukungan pembangunan di Kabupaten Tulungagung.

Setelah pertemuan tersebut, terdakwa Syahri Mulyo menyampaikan kepada terdakwa Sutrisno  “Sudah ya, pintu sudah saya buka. Nanti untuk tindak Ianjutnya silahkan urus bersama-sama dengan Bappeda”, yang maksudnya adalah memerintahkan terdakwa Sutrisno untuk melanjutkan komunikasi dengan Bappeda Provinsi Jawa Timur.

Menindaklanjuti perintah terdakwa Syahri Mulyo, selanjutnya terdakwa Sutrisno menemui Budi Juniarto selaku Kepala Bidang Pembangunan Fisik Bappeda Jawa Timur guna memastikan adanya bantuan keuangan dari Provinsi Jawa Timur untuk Kabupaten Tulungagung.

Dari pertemuan tersebut, diperoleh kesepakatan bahwa untuk memperoleh bantuan keuangan dari Provinsi Jawa Timur, harus memberikan uang fee sebesar 8 hingga 10 persen dari nilai anggaran, dan kesepakatan itu kemudian dilaporkan kepada terdakwa Syahri Mulyo yang langsung menyetujuinya.

Atas persetujuan terdakwa Syahri Mulyo, terdakwa Sutrisno  melakukan pembagian (ploting) proyek di Dinas PUPR kepada para penyedia barang/jasa,  diantaranya Susilo Prabowo alias Embun, Dwi Basuki, Sony Sandra serta beberapa penyedia barang/jasa lainnya dengan kompensasi uang fee sebesar 15 persen dari nilai kontrak, yang pemberiannya dilakukan secara bertahap, yakni sebesar 10 persen sebelum dilaksanakannya pekerjaan, dan sebesar 5 persen setelah selesai pekerjaan.

Guna memastikan pemenang lelang sesuai pembagian (ploting), maka rekanan hanya akan mengajukan penawaran sesuai pembagian (ploting) masing-masing, dan tidak menawar proyek lainnya. Selanjutnya terdakwa II Sutrisno memerintahkan beberapa stafnya, diantaranya Sukarji, Agung Hardianto, Saiful Bakri, Erwin Novoanto, Evi Pervitasari, Farid Abadi dan Niken Setyawati Trianasari untuk mengumpulkan fee dari para penyedia barang/jasa tersebut.

Pola pembagian (ploting) proyek tersebut dilakukan dari tahun anggaran (TA) 2014 sampai dengan TA 2018. Dan sebagai kompensasinya, terdakwa I Syahri Mulyo melalui terdakwa II Sutrisno dan juga terdakwa III Agung Prayitno telah menerima uang fee dari para rekanan dengan rincian sebagai berikut:

Saksi pada sidang Kamis, tanggal 8 Nopember 2018
1. Penerimaan uang fee dari Susilo Prabowo yang total seluruhnya Rp38.331.136.616 (tiga puluh delapan miliar tiga ratus tiga puluh satu juta seratus tiga puluh enam ribu enam ratus enam belas rupiah) dengan rincian sebagai berikut :

1.1. Pada Tahun Anggaran 2014, terdakwa II Sutrisno atas persetujuan terdakwa I Syahri Mulyo memberikan jatah (ploting) proyek yang ada di Dinas PUPR kepada Susilo Prabowo alias Embun. Dari proyek-proyek yang telah dikerjakan Susilo Prabowo alias Embun ini, terdakwa I Syahri Mulyyo dan terdakwa II Sutrisno melalui Sukarji, menerima uang fee seluruhnya Rp4.627.924.317 dalam dua tahap, yaitu pada awal pelaksanaan pekerjaan sejumlah Rp3.506.003.270 setelah pelaksaaan pekerjaan sebesar Rp1.121.921.04

1.2. Pada Tahun Anggaran 2015, terdakwa II Sutrisno atas persetujuan terdakwa I Syahri Mulyo  kembali memberikan jatah (ploting) proyek yang ada di Dinas PUPR kepada Susilo Prabowo alias Embun. Dari proyek-proyek yang telah dikerjakan Susilo Prabowo alias Embun ini, terdakwa I Syahri Mulyyo dan terdakwa II Sutrisno melalui Sukarji, menerima uang fee seluruhnya dari Susilo Prabowo sejumlah Rp6.223.906.719 dalam II tahap, yaitu pada awal pelaksanaan pekerjaan sejumlah Rp4.715.080.848 dan setelah selesainya pekerjaan sejumlah Rp1.508.825.871.

1.3. Pada tahun anggaran 2016, terdakwa II Sutrisno atas persetujuan terdakwa I Syahri Mulyo  kembali memberikan jatah (ploting) proyek yang ada di Dinas PUPR kepada Susilo Prabowo alias Embun. Dari proyek-proyek yang telah dikerjakan Susilo Prabowo alias Embun ini, terdakwa I Syahri Mulyyo dan terdakwa II Sutrisno melalui Sukarji, menerima uang fee seluruhnya dari Susilo Prabowo sejumlah Rp9.947.344.704 dalam dua tahap, yaitu pada awal pelaksanaan pekerjaan sejumlah Rp7.535.867;200 dan setelah selesai pekerjaan sejumlah Rp2.411.477.504.

1.4. Pada tahun anggaran 2017, terdakwa II Sutrisno atas persetujuan terdakwa I Syahri Mulyo  kembali memberikan jatah (ploting) proyek yang ada di Dinas PUPR kepada Susilo Prabowo alias Embun. Dari proyek-proyek yang telah dikerjakan Susilo Prabowo alias Embun ini, terdakwa I Syahri Mulyyo dan terdakwa II Sutrisno melalui Sukarji, menerima uang fee seluruhnya dari Susilo Prabowo sebesar Rp5.331.960.876 dalam II tahap, yaitu sebelum peIaksanaan pekerjaan sejumlah Rp4.039.364.300 dan diterima setelah selesai pekerjaan sejumlah Rp1.292.596.576.

1.5. Pada tahun anggaran 2018, terdakwa II Sutrisno atas persetujuan terdakwa I Syahri Mulyo  kembali memberikan jatah (ploting) proyek yang ada di Dinas PUPR kepada Susilo Prabowo alias Embun. Bahwa untuk uang fee atas proyek-proyek tersebut, terdakwa I Syahri Mulyo  meminta disetorkan seluruhnya sebelum pekerjaan selesai, karena untuk membiayai kepentingannya mengikuti Pilkada Tulungagung tahun 2018. Dan memudahkan penerimaan uang tersebut, terdakwa I Syahri Mulyo  memerintahkan terdakwa II Sutrisno memperkenalkan terdakwa III Agung Prayitno yang merupakan orang dekatnya kepada Susilo Prabowo.

Menindaklanjuti perintah terdakwa I Syahri Mulyo, pada tanggal 23 Mei 2018 terdakwa II Sutrisno mempertemukan terdakwa III Agung Prayitno kepada Susilo Prabowo. Dalam pertemuan tersebut, terdakwa III Agung Prayitno menyampaikan permintaan uang dari terdakwa I Syahri Mulyo guna membiayai kampanye dalam Pilkada Tulungagung tahun 2018, dimana Susilo Prabowo Alias Embun menyanggupinya.

Kemudian secara bertahap, terdakwa III Agung Prayitno telah menerima uang fee dari Susilo Prabowo Alias Embun secara bertahap, yakni Pada tanggal 25 Mel 2018 sejumlah Rp500 juta,; Pada tanggal 30 Mei 2018 sejumlah Rp1 miliyar, dan uang tersebut langsung diserahkan langsung terhadap terdakwa I Syahri Mulyo di dirumah dinas Bupati Tulungagung. Kemudian pada tanggal 6 Juni 2018, terdakwa III Agung Prayitno menerima uang dari Susilo Prabowo melalui istrinya Andriani sebesar Rp1 miliyar.

Selain itu, Terdakwa II Sutrisno juga menerima sejumlah uang dari Susilo Prabowo untuk kepentingan pribadinya secara bertahap yang totalnya sebesar Rp9.700 miliyar dengan perincian sebagai berikut: Tanggal 12 Juli 2014 sejumlah Rp200 juta,; Tanggal 24 Juli 2014 sejumlah Rp500 juta,; Tanggal 2 Desember 2014 sejumlah Rp1.250 miliyar,; Tanggal 29 Januari 2015 sejumlah Rp200.000.000,; Tanggal 2 Februari 2015 sejumlah Rp300 juta,; Tanggal 11 Februari 2015 sejumlah Rp100 juta,; Tanggal 16 Maret 2015 sejumlah Rp200 juta,; Tanggal 27 November 2015 sejumlah Rp500 juta,; Tanggal 16 Desember 2015 sejumlah Rp500 juta,;  Tanggal 13 Januari 2016 sejumlah Rp1.300 miliyar,; Tanggal 26 April 2016 sejumlah Rp500 juta,; Tanggal 6 September 2016 sejumlah Rp1.250 miliyar,; Tanggal 28 Desember 2016 sejumlah Rp700 juta,; Tanggal 10 Februari 2017 sejumlah Rp500 juta,; Tanggal 16 Februari 2017 sejumlah Rp700 juta dan pada tanggal 28 Februari 2017 sejumlah Rp1 miliyar.

2. Penerimaan uang fee oleh terdakwa I Syahri Mulyo dari Sony Sandra dan Tigor Prakasa berjumlah Rp29.622.648.640 (dua puluh sembilan miliar enam ratus dua puluh dua juta enam ratus empat puluh delapan ribu enam ratus empat puluh rupiah) serta dari Dwi Basuki sebesar  Rp350 juta dengan perincian sebagai berikut:

2.1. Pada tahun anggaran 2014, terdakwa II Sutrisno atas persetujuan terdakwa I Syahri Mulyo  kembali memberikan jatah (ploting) proyek yang ada di Dinas PUPR kepada Sony Sandra. Dari proyek-proyek yang telah dikerjakan Sony Sandra, terdakwa I Syahri Mulyo melalui terdakwa II Sutrisno menerima uang fee seluruhnya dari Sony Sandra yang seluruhnya berjumlah Rp5.495.863.560 (lima miliar empat ratus sembilan puluh lima juta delapan ratus enam puluh tiga ribu lima ratus enam puluh rupiah) dalam II tahap, yaitu sebelum pelaksanaan proyek sejumlah Rp4.163.533.000 setelah selesainya pekerjaan sejumlah Rp1.332.330.560.

2.2. Pada tahun anggaran 2015, terdakwa II Sutrisno atas persetujuan terdakwa I Syahri Mulyo  kembali memberikan jatah (ploting) proyek yang ada di Dinas PUPR kepada Sony Sandra. Dari proyek-proyek yang telah dikerjakan Sony Sandra, terdakwa I Syahri Mulyo melalui terdakwa II Sutrisno menerima uang fee seluruhnya dari Sony Sandra yang seluruhnya berjumlah Rp6.799.570.800 dalam II tahap, yaitu sebelum pelaksanaan proyek sejumlah Rp5.151.190.000 dan setelah selesainya pekerjaan sejumlah Rp1.648.380.800.

2.3. Pada tahun anggaran 2016, terdakwa II Sutrisno atas persetujuan terdakwa I Syahri Mulyo  kembali memberikan jatah (ploting) proyek yang ada di Dinas PUPR kepada Tigor Prakasa, anak dari Sony Sandra. Dari proyek-proyek yang telah dikerjakan Tigor Prakasa, terdakwa I Syahri Mulyo melalui terdakwa II Sutrisno menerima uang fee seluruhnya dari Tigor Prakasa yang seluruhnya berjumlah Rp8.684.479.980 dalam II tahap, yaitu sebelum pelaksanaan proyek sejumlah Rp6.579.151.500 dan setelah selesai pekerjaan sejumlah Rp2.105.328.480.

2.4. Pada tahun anggaran 2017, terdakwa II Sutrisno atas persetujuan terdakwa I Syahri Mulyo  kembali memberikan jatah (ploting) proyek yang ada di Dinas PUPR kepada Tigor Prakasa dengan menggunakan PT. Karya Harmoni Mandiri, PT. Ayem Mulya Aspalmix, PT. Kediri Putra. Setelah melakukan penjatahan (ploting) proyek tersebut, Terdakwa II Sutrisno atas persetujuan Terdakwa I Syahri Mulyo menerima fee dari Tigor Prakasa sejumlah Rp3.023.210.000 sebelum pekerjaan, dan setelah selesai pekerjaan sejumlah Rp967.427.200.

Sehingga seluruh fee yang diterima Terdakwa II Sutrisno melalui Sukarji atas proyek-proyek yang diberikan kepada perusahaan Sony Sandra pada Tahun Anggaran 2017 seluruhnya berjumlah Rp3.990.637.200 (tiga miliar sembilan ratus sembilan puluh juta enam ratus tiga puluh tujuh ribu dua ratus rupiah).

2.5. Pada tahun anggaran 2018, Terdakwa II Sutrisno atas persetujuan Terdakwa I Syahri Mulyo kembali melakukan penjatahan (ploting) proyek-proyek pada Dinas PUPR untuk dikerjakan oleh perusahaan milik Soni Sandra yang dikendalikan oleh Tigor Prakasa.

Atas proyek-proyek yang telah dikerjakan Tigor Prakasa tersebut, Terdakwa I Syahri Mulyo melalui II Sutrisno menerima uang fee dari Tigor Prakasa seluruhnya berjumlah Rp2.652.096.900 (dua miliar enam ratus lima puluh dua juta sembilan puluh enam ribu sembilan ratus rupiah). Selain itu, untuk kepentingan pembiayaan Pilkada, Terdakwa I Syahri Mulyo melalui III Agung Prayitno telah menerima uang dari Tigor Prakasa yang seluruhnya berjumlah Rp2 miliyar dan dari Dwi Basuki sebesar Rp350 juta.

3.  Penerimaan uang fee oleh terdakwa I Syahri Mulyo dari penyedia barang/jasa selaku anggota Gapeksindo (Gabungan Perusahaan Konstruksi Nasional Indonesia) di Kabupaten Tulungagung.

Bahwa Terdakwa II Sutrisno atas persetujuan Terdakwa I Syahri Mulyo, sejak dari tahun 2014 sampai dengan tahun 2018, juga memberikan jatah (ploting) proyek kepada anggota asosiasi pengusaha konstruksi yang ada di Kabupaten Tulungagung yang mempunyai kemampuan kecil, dengan kompensasi fee sebesar 15 % yang penyerahannya melalui masing-masing pengurus asosiasi diantaranya Abror, selaku pengurus (Gabungan Perusahaan Konstruksi Nasional Indonesia (Gapeksindo) Kabupaten Tulungagung, Anjar Handriyanto selaku pengurus Gapensi  (Gabungan Pelaksana Konstruksi Seluruh Indonesia) Kabupaten Tulungagung, Santoso  selaku pengurus Apaksindo (Asosiasi Pengusaha Kontraktor Seluruh Indonesia) Kabupaten Tulungagung, Rohmat (pengurus Gapeknas) Kabupaten Tulungagung, Hendro Basuki (pengurus Gapensinas) Kabupaten Tulungagung dan pengurus Asosiasi lainnya.

Selanjutnya terdakwa II Sutrisno  memerintahkan para Kepala Bidang dan Kepala Sub Bagian pada Dinas PUPR untuk menerima dan mengumpulkan uang fee dari para pengurus Asosiasi tersebut, dengan rincian sebagai berikut:

1. Agung Haryanto selaku Kasubbag Keuangan menerima dan mengumpulkan uang fee seluruhnya berjumlah Rp4.286.500.000 (empat miliar dua ratus delapan puluh enam juta lima ratus ribu rupiah) atas proyek yang dikeiola Sekretariat Dinas PUPR dan Bidang Kebersihan yang bersumber dari DAU (Dana Alokasi Umum) dengan perincian sebagai berikut: Tahun 2015 sejumlah Rp1.335.500.000,00 (satu miliar tiga ratus tiga puluh lima juta lima ratus ribu rupiah) dan Tahun 2016 sejumlah Rp1.620.750.000 (satu miliar enam ratus dua puluh juta tujuh ratus lima puluh ribu rupiah) serta tahun 2017 sejumlah Rp1.330.250.000 (satu miliar tiga ratus tiga puluh juta dua ratus lima puluh ribu rupiah)

2. Saiful Bakri selaku Sekretaris Dinas PUPR pada tahun 2014 menerima dan mengumpulkan fee atas proyek-proyek di Dinas PUPR sejumlah Rp403.050.000 (empat ratus tiga juta lima puluh ribu rupiah),; 3. Erwin Novoanto selaku Kabid Infrastruktur Persampahan dan Pertamanan, menerima dan mengumpulkan fee atas proyek-proyek pada Dinas PUPR yang bersumber dari anggaran DAU tahun 2016-2017 seluruhnya berjumlah Rp1.639.500.000 (satu miliar enam ratus tiga puluh sembilan juta lima ratus ribu rupiah),; 4. Evi Purvitasari sebagai Kabid Tata Ruang dan Tata Bangunan, menerima dan mengumpulkan fee atas proyek-proyek pada Dinas PUPR tahun 2014 hingga 2017 sejumlah Rp2.198.200.000  (dua miliar seratus sembilan puluh delapan juta dua ratus ribu rupiah),; 5. Farid Abadi  selaku Kabid Laboratorium dan Perbengkelan, menerima dan mengumpulkan fee atas proyek-proyek pada Dinas PUPR tahun 2015 - 2017 sejumlah Rp259.708.042 (dua ratus lima puluh sembilan juta tujuh ratus delapan ribu empat puluh dua rupiah),; 6. Niken Setuyawati Triansari selaku Kabid Cipta Karya, mengumpulkan uang dari kontraktor dan Asosisi sejak tahun 2014 - 2018 sejumlah Rp4.807.353.868 (empat miliar delapan ratus tujuh juta tiga ratus lima puluh tiga ribu delapan ratus enam puluh delapan rupiah),; 7. Sukarji sebagai Kabid Bina Marga, menerima dan mengumpulkan fee atas proyek-proyek pada Dinas PUPR tahun 2014 - 2018 seluruhnya berjumlah Rp55.908.980.653 (lima puluh lima miliar sembilan ratus delapan juta sembilan ratus delapan puluh ribu enam ratus lima puluh tiga rupiah).

Bahwa uang fee yang diterima terdakwa II Sutrisno melalui para Kepala Bidang dan Kepala Sub Bagian pada Dinas PUPR, secara bertahap diserahkan langsung kepada Terdakwa I Syahri Mulyo sebesar Rp22.275.000.000 (dua puluh dua miliar dua ratus tujuh puluh lima juta rupiah), dan melalui Hendry Setyawan Selaku Kepala BPAKD dan Yamani selaku Kasubag Perencanaan BPKAD sejumlah Rp6.000.000.000 (enam miliar rupiah) dan Yamani selaku Kasubbag Perencanaan BPKAD.

Selain menerima fee dari para penyedia barang/jasa di Dinas PUPR Kabupaten Tulungangung, terdakwa I Syahri Mulyo juga menerima fee atas pembagian (plating) proyek pada Dinas Perhubungan sebesar Rp80 juta melalui Maryani selaku Kepala Dinas Perhubungan secara bertahap yang setiap tahunnya sebesar Rp20 juta, dan dari penyedia barang/jasa pada Dinas Perindustrian dan Perdagangan sejumlah Rp547.570 juta melalui Eko Sugiono selaku Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan.

Bahwa uang “haram” itu dibagi-bagibagikan terdakwa I Syahri Mulyo dengan memerintahkan terdakwa II Sutrisno terhadap pejabat di Kabupaten Tulungagung dan Pejabat di Provinsi Jawa Timur.

Uang yang dibagikan terdakwa I Syahri Mulyo melalui terdakwa II Sutrisno guna memperlancar proses pembahasan APBD Kabupaten Tulungagung dan untuk mempermudah pencairan DAK (Dana Alokasi Khusus) serta Bantuan Keuangan Pemprov. Jatim, diantaranya ;

Pejabat Kab. Tulungagung; 1. Maryoto selaku Wakil Bupati Tulungagung yang saat ini menajabat sebagai Plt Bupati, sebesar Rp4.675 miliyar,; 2. Supriyono selaku Ketua DPRD Tulungagung sejumlah Rp750 juta,;  3. Indra Fauzai selaku Sekretaris Daerah Tuiungagung sebesar Rp700 juta,; 4. Hendry Setiyawan Kepala BPAKD Kab. Tulungagung sejumlah Rp2.985 miliyar,; 5. Aparat Penegak Hukum dan Wartawan serta LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) sebesar Rp2.222 miliyar.

Pejabat Pemprov Jatim; 1. Budi Juniarto selaku Kepala Bidang Fisik Prasarana Bappeda Provinsi Jawa Timur sejumlah Rp8.025 miliyar,; 2. Budi Setiyawan selaku Kepala Keuangan Provinsi Jawa Tlmur sebesar Rp3.750.000 miliar,; 3. Tony Indrayanto selaku Kepala Bidang Fisik Prasarana Provinsi Jawa Timur, sejumlah Rp6.750 miliar,; 4. Chusainuddin  selaku Anggota DPRD Provinsi Jawa Timur Dapil Tulungagung sejumlah Rp1 miliyar dan 5. Ahmad Riski Sadiq  sebesar Rp2.931 miliyar. Sedangkan sisanya dipergunakan untuk kepentingan pribadi terdakwa I Syahri Mulyo dan terdakwa II Sutrisno.

Selan itu, uang yang dipergunakan terdakwa II Sutrsino untuk membeli beberapa aset, berupa 1 (satu) bidang tanah seluas 292 M2 yang berlokasi di Desa Ringin Pitu, Kecamatan Kedungwaru, Kabupaten Tulungagung dengan Sertifikat Hak Milik dari Kantor Pertanahan Kabupaten Tulungagung No.528 atas nama Suhadi,; 1 (satu) bidang tanah seluas 1440 M2 yang benokasi di Desa Joli, Kecamatan Karangrejo, Kabupaten Tulungagung dengan Sertifikat Hak Milik dari Kantor Pertanahan Kabupaten Tulungagung No.109 atas nama Suhadi.

Pembelian 1 (satu) bidang tanah seluas 3195 M2 yang berlokasi di Desa Jeli, Kecamatan Karangrejo, Kabupaten Tulungagung, dengan Sertifikat Hak Milik dari Kantor Pertanahan Kabupaten Tulungagung No.377 atas nama Dewi Basuki dan Supryono,; 1 (satu) bidang tanah seluas 3580 M2 yang berlokasi di Desa Nyawangan, Kecamatan Kras, Kabupaten Kediri dengan Sertifikat Hak Milik dari Kantor Pertanahan Kabupaten Tulungagung No.247 atas nama Dewi Basuki dan Reni Rahmawati,; 1 (satu) bidang tanah seluas 552 M2 yang beriokasi di Desa Boro, Kecamatan Kedungwaru. Kabupaten Tulungagung, dengan Sertifikat Hak Milik dari Kantor Pertanahan Kabupaten Tulungagung No.705 atas nama Suhadi,; 1 (satu) bidang tanah seluas 3195 M2 yang beriokasi di Desa Ngadi, Kecamatan Mojo Kabupaten Kediri dengan Sertifikat Hak Milik dari Kantor Pertanahan Kabupaten Kediri No.201 atas nama Budi Karyanto,; 1 (satu) tanah seluas 2875 M2 beriokasi di Desa Jali, Kecamatan Karangrejo, Kabupaten Tulungagung  dengan sertifikat hak milik dari Kantor Pertanahan Kabupaten Tulungagung nomor 796 atas nama Sukamto.

Serta pembelian 1 (satu) tanah dengan seluas 1140 M2 yang berlokasi di kelurahan Panggungreje. Kecamatan Tulungagung, Kabupaten Tulungagung dengan sertifikat hak milik dari Kantor Pertanahan Kabupaten Tulungagung nomor 485 atas nama Dwi Hary Subagyo, dan 1 (satu) bidang tanah seluas 2186 M2 yang berlokasi di Desa Boro, Kecamatan Kedungwaru,Kabupaten Tulungagung, dengan Sertifikat Hak Milik dari Kantor Pertanahan Kabupaten Tulungagung No.611 atas nama Suhadi.

Bahwa para terdakwa (Syahrli Mulyo selaku terdakwa I, Sutrisno terdakwa II dan Agung Prayitno terdakwa III) mengetahui atau setidak-tidaknya patut menduga, bahwa uang yang berjumlah Rp138.434.647.619 (seratus tiga puluh delapan miliar empat ratus tiga puluh empat juta enam ratus empat puluh tujuh ribu enam ratus sembilan belas rupiah) tersebut, diberikan karena terdakwa I Syahri Mulyo dan Terdakwa II Sutrisno telah memberikan beberapa proyek kepada Susilo Prabowo alias Embun, Sony Sandra, Tigor Prakasa, Dwi Basuki dan penyedia barang/jasa lainnya di Kabupaten Tulungagung melalui Intervensi terhadap proses pengadaan barang/jasa di lingkungan Pemerintah Kabupaten Tulungagung baik secara langsung maupun tidak langsung.

Atas perbuatan terdakwa (Syahrli Mulyo selaku terdakwa I, Sutrisno terdakwa II dan Agung Prayitno terdakwa III) diatur dan diancam pidana dalam pasal 12 huruf b atau pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP. (Rd1)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top