0
#Kota Malang Raya pun saat ini “bernasib malang, ibarat Kota tak bertuan” karena Wali Kota bersama 41 dari 46 anggota DPRD Kota Malang, masuk penjara karena terjerat kasus Korupsi. Dan ini adalah sejarah pertama dijaman Naw sejak 73 tahun Indonesia Merdeka, “dengan slogan Indonesia Kerja meraih Prestasi dan Revolusi Mental”#

beritakorupsi.co. - Senin, 3 september 2018, Penyidik KPK menetapkan dan menahan 22 anggota DPRD Kota Malang Jilid III dalam kasus korupsi suap pembaasan APBD Kota Malang Tahun Anggaran (TA) 2015, setelah seblumnya menjalani pemeriksaan di Mapolres Malang, pada Sabtu, 1 September 2018, dan dilanjutkan pemeriksaan di gedung KPK, pada Senin, 3 September 2018.

Ke- 22 anggota DPRD Kota Malang saat ini yang dimaskud adalah terdiri dari ; PDIP (4 orang) 1. Arief Hermanto,; 2. Eka Satria Gautama diganti Diana Yanti (PAW karena meninggal),; 3. Hadi Susanto,; 4. Erni Farida; PKB (2 orang) 1. Mulyanto,; GOLKAR (2 orang) 1. Choeroel Anwar,; 2. Ribut Harianto; DEMOKRAT (2 orang) 1. Indra Tjahyono,; 2. Sony Yudiarto; GERINDRA (3 orang) 1. Een. Ambarsari,; 2. Teguh Puji Wahyono,; 3. Letkol. Purn. Suparno; PAN (1 orang) 1. Harun Prasojo,; HANURA (2 orang) 1. Afdhal Fauza,; 2. Ec. Imam Ghozali;  PKS (3 orang) 1. Sugiarto,; 2. Bambang Triyoso,; 3. Choirul Amri; PPP (2 orang) 1. Syamsul Fajrih,; 2. Asia Iriani; NasDem (1 orang) 1. Mohammad Fadli.

Para tersangka ditahan di beberapa Rutan (Rumah Tahanan Negara) yang berbeda selama 20 hari untuk proses penyidikan lebih lanjut

"Para tersangka ditahan 20 hari pertama di sejumlah rutan," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, yang dikutip dari Merdeka.com, Senin 3 September 2018.
















Hal itu diakui juga oleh Ketua DPRD Kota Malang Abdulrahman, yang menggantikan Ketua DPRD sebelumnya, yakni Mohc. Arif Wicaksono (sudah divonis pidana penjara selama 5 tahun dalam kasus ini pula) saat dihubungi wartawan media ini, Senin, 3 September 2018.

“Ia, sudah ditahan kalau mendengar berita hari ini,” kata Abdulrahman.

Hingga saat ini, jumlah anggoat DPRD Kota Malang yang masih aktif dan belum “dperiksa” terkait penerimaan uang suap dalam pembahasan APDB Kota Malang TA 2015 sebanyak 5 orang, dan 3 diantaranya dikabarkan karena sakit, yaitu Ec.RB. Priyatmoko Oetomo dari PDIP, Tutut Hariyani (PDIP) dan H. Subur Triono dari PAN.

Sedangkan 2 orang lagi yakni Abdulrahman dan Irma, tidak terlibat sama sekali karena menjadi anggota DPRD adalah PAW (Pergantian Antara Waktu) ditahun 2017.

Abdulrahman PAW dari Rasmuji karena meinggal, sedangkan Erni PAW dari Ya’quban Ananda Gudban (Ketua Fraksi Hanura-PKS) yang mencalonkan menjadi Cawali (Calon Wali) Kota Malang pada Pilkada 27 Juni 2018 yang saat ini sudah terdakwa.

“Jumlah anggoat DPRD Kota Malang saat ini 27 orang, namun yang diperiksa di KPK Jakarta sebanyak 22 orang. Sedangkan yang 5 orang lagi, ada yang sakit 3 orang, yaitu Pak Moko dari PDIP (Ec.RB. Priyatmoko Oetomo.Red), kemudian Bu Tutut dari PDIP (Tutut Hariyani.Red), kemudian Pak Subur (H. Subur Triono.Red), dan yang 2 orang tidak terlibat sama sekali, karena PAW tahun 2017, yaitu saya dan Irma. Irma menggantikan Ya’quban Ananda Gudban (Ketua Fraksi Hanura-PKS) yang mencalonkan menjadi Cawali (Calon Wali), dan saya menggantikan H. Rasmuji karena meninggal dunia,” kata Abdulrahman, Minggu, 2 Sepetember 2018.

Saat ditanya terkait adanya kabar, kehadiran Tim dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) ke Kota Malang, Abdulrahman mengakui. Namun Ia mengatakan, belum ada agenda pertemuan antara Kemendagri dengan Legislatif.

“Ya, tapi dengan pihak Eksekutif (Pemkot Malang). Kalau Diskresi yang pertama, dimantapkan dulu dengan pihak Eksekutif bari diteruksan ke kita. Saya tidak bertemu karena tadi ada acara. Belum ada agenda pertemuan antara Kemendagri dengan Legislatif (DPRD Kota Malng),” ujar Abdulrahman.

 Hingga saat ini, KPK telah menetapkan 41 dari 46 jumlah anggota DPRD Kota Malang periode 2014 - 2019. Yang sebelumnya dalam Jilid I, KPK menetapkan Ketua DPRD Kota Malang Moch. Arif Wicaksono, dan sudah divonis terlebih dahulu dengan pidana penjara selama 5 tahun.

Kemudian tersangka dalam Jilid II sebanyak 18 orang yang saat ini sudah menajalani prsoes persidangan di Pengadilan Tipikor Surabaya, yang terdiri dari Wakil Ketua DPRD, Ketua Komisi dan  Ketua Frkasi.

Ke- 18 terdakwa itu adalah Sulik  Lestyowati (Ketua Komisi A/Demokrat), Abd. Hakim (Ketua Komis B/PDIP), Bambang Sumarto (Ketua Komisi C/Golkar), Imam Fauzi (Ketua Komisi D/PKB), Syaiful Rusdi (Fraksi PAN) dan Tri Yudiani (Fraksi PDIP) (satu perkara).

Dan terdakwa Rahayu Sugiarti (Wakil Ketua/Partai Golkar), Ya’quban Ananda Gudban (Ketua Fraksi Hanura-PKS), Hery Subiantono (Ketua Fraksi Demokrat), Heri Pudji Utami (Ketua Fraksi PPP-Nasdem), Abdul Rahman (Fraksi PKB). dan Sukarno selaku Ketua Fraksi Golkar (satu perkara).

Serta terdakwa Sprapto (Ketua Fraksi PDIP), Sahrawi (Ketua Fraksi PKB), Mohan Katelu (Ketua Fraksi PAN), Slamet (Ketua Fraksi Gerindra), H.M. Zainuddin AS (Wakil Ketua/PKB) dan Wiwik Hendri Astuti, Wakil Ketua/Partai Demokrat (satu perkara)

Sementara dari pihak Pemkot yang sudah ditetapkan menjadi tersangka/terdakwa, dan sudah divonis pidana penjara, yaitu Jilid I Jarot Edy Sulistyono selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Pembangunan Perumahan Rakyat (PUPPR), dan Jilid II Moch. Anton selau Wali Kota Malang periode 2013 - 2018. Keudanya divonis pidana penjara masing-masing selama 2 tahun.
Bagaimana dengan Cipto Wiyono selaku Sekda saa itu, dan Teddy Sijadi Soemama, selaku Kepala Bidang PUPPR Kota Malang, yang berperan penting terkait pengumpulan duit sebesar Rp900 juta, yang diserahkan ke anggota DPRD melalui Moch. Arif Wicaksono sebesar Rp700 juta dalam  pembahasan Perubahan APBD Kota Malang TA 2015,  sementara yang Rp200 juta diterima Cipto Wiyono dari Teddy Sujadi Soemama. Belum lagi para rekanan dilingkungan Dinas PU yang menjadi sumber uang tersebut ?.

Kota Malang Raya pun saat ini “bernasib malang, ibarat Kota tak bertuan”, karena Wali Kota bersama 41 dari 46 anggota DPRD Kota Malang, masuk penjara karena terjerat kasus Korupsi. Dan ini adalah sejarah pertama dijaman Naw sejak 73 tahun Indonesia Merdeka, “dengan slogan Indonesia Kerja meraih Prestasi dan Revolusi mental”.

Kasus ini berawal pada tanggal 25 Juni 2015, bertempat di ruang rapat paripurna DPRD Kota Malang, dilakukan Rapat Paripurna I dengan agenda penyampaian sambutan Walikota Malang dalam menghantar Konsep Kesepakatan Bersama antara Pemerintah Kota Malang dengan DPRD Kota Malang tentang Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) Perubahan APBD TA 2015.

Dalam pembahasan tersebut. dibahas juga tentang anggaran kegiatan pokok-pokok pikiran (Pokir) anggota DPRD yang hasilnya, setiap anggota DPRD mendapatkan anggaran sebesar Rp200 juta dimasukkan pada Dinas PUPPB Kota Malang yang seluruhnya sebesar Rp9 milliar. Terkait anggaran Pokir tersebut, Ketua DPRD Moch. Arief Wicaksono mengadakan pertemuan dengan pimpinan DPRD, yaitu terdakwa l Rahayu Sugiarti, Wiwik Hendri Astuti, H.M Zainuddin AS dan para Ketua Fraksi, yaitu terdakwa II Ya'qud Ananda Gudban, terdakwa III Heri Subiantono, terdakwa IV Sukarno, terdakwa V Hery Pudji Astuti, Suprapto, Mohan Katelu, Salamet, Sahrawi serta dihadiri Ketua Komisi C Bambang Sumarto diruangan Ketua DPRD Kota Malang, terkait usulan kegiatan pokok-pokok pikiran yang ada di Dinas PUPPB Kota Malang, dan menyepakati bahwa anggota DPRD tidak usah mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang berhubungan dengan pekerjaan pokir di Dinas PUPPB yang diusulkan oleh Konstituen, dan sebagai penggantinya akan diberikan imbalan fee dengan istilah 'uang pokir' dengan besaran 10 persen dari nilai kegiatan anggaran pokir atau sebesar Rp 900 juta.

Pada tanggal 6 Juli 2015, sebelum dimulainya rapat paripurna dengan agenda penyampaian pendapat Badan Anggaran (Banggar) DPRD Kota Malang dan pendapat Fraksi-fraksi terhadap Konsep Kesepakatan Bersama antara Pemerintah Kota Malang dan DPRD Kota Malang tentang KUA dan PPAS Perubahan APBD TA 2015, Ketua DPRD Kota Malang Moch. Arief Wicaksono, terdakwa l Rahayu Sugiarti, Wiwik Hendri Astuti, H.M Zainuddin AS dan para Ketua Fraksi DPRD Kota Malang, yaitu terdakwa Il Ya'qud Ananda Gudban, terdakwa III Heri Subiantono, terdakwa IV Sukarno, terdakwa V Hery Pudji Astuti, Suprapto, Mohan Katelu, Salamet, dan Sahrawi melakukan pertemuan dengan Walikota Malang Moch. Anton, Wakil Walikota Malang Sutiadji, dan Sekretaris Daerah Kota Malang Cipto Wiyono bertempat di ruangan Ketua DPRD Kota Malang.

Pada pertemuan tersebut, Moch. Arief Wicaksono dan Suprapto menjadi juru bicara para Ketua Fraksi yang mewakili seluruh anggota DPRD Kota Malang. meminta kepada Walikota Malang Moch. Anton untuk memberikan uang imbalan fee pembahasan Rancangan Perubahan APBD TA 2015 dengan istilah 'uang pokir' kepada anggota DPRD Kota Malang, agar pembahasan berjalan lancar dan tidak ada halangan dari Anggota DPRD Kota Malang sehingga dapat disetujui.
Atas permintaan tersebut, Moch Anton menyanggupi dengan memerintahkan Cipto Wiyono untuk menyiapkan 'uang pokir' dimaksud. Setelah pertemuan di ruangan Ketua DPRD tersebut, Moch. Arief Wicaksono membicarakan kembali dengan Moch. Anton secara berdua saja, agar Moch. Anton memenuhi permintaan uang oleh anggota DPRD tersebut, dan Moch Anton menyanggupinya.

Hal itu disampaikan kepada seluruh anggota DPRD Kota Malang dan seluruh anggota DPRD Malang menyetujuinya. Selanjutnya Cipto Wiyono meminta Jarot Edy sulistyono untuk memerintahkan Teddy Sujada sumama selaku Kepala Bidang PUPPB Kota Malang untuk menemui dirinya. Setelah Teddy Sujada sumama menghadap, Cipto Wiyono meminta Teddy Sujada sumama agar mengumpulkan uang dari para rekanan atau kontraktor pada Dinas PUPPB  Kota Malang sebesar 9p900 juta, yang mana uang sebesar Rp700 juta diserahkan kepada Moch. Arif Wicaksono, dan uang Rp200 juta diserahkan kepada Cipto Wiyono.

Atas permintaan tersebut, Teddy Sujada sumama melaporkannya kepada Jarot Edy Sulistyono,  dan diperintahkan untuk melaksanakannya. Setelah uang terkumpul sebesar Rp900 juta, pada tanggal 13 Juli 2015 pagi hari, Teddy Sujada sumama menyerahkan uang pokir kepada Jarot Edy sulistyono di kantor Dinas PUPPB Kota Malang Jalan Bingkil No 1 Kota Malang. Selanjutnya, Jarot Edy Sulistyono melaporkan kepada Cipto Wiyono.

Pada tanggal 14 Juli 2015 sekitar pukul 13.00 WIB, Moch. Arif Wicaksono menghubungi Cipto Wiyono, meminta realisasi uang pokir untuk anggota DPRD Kota Malang, yang kemudian Cipto Wiyono menyampaikan bahwa uang akan segera diserahkan oleh Jarot Edy sulistyono. Sekitar pukul 14.00 WIB,
atas perintah Cipto Wiyono, Jarot Edy Sulistyono menghubungi Moch. Arif Wicaksono, menanyakan ke mana penyerahan uang pokir sebesar Rp700 juta. Kemudian Moch.  Arif Wicaksono meminta agar uang Pokir diserahkan di rumah dinasnya Jalan Panji Suroso No 7 Kota Malang dengan terlebih dahulu dipisahkan jatah untuk dirinya sebesar Rp100 juta, dan untuk seluruh anggota DPRD Kota Malang sebesar Rp600 juta dibungkus tersendiri. Kemudian,  pada pukul 14.24 WIB, Moch. Arif Wicaksono menyampaikan kepada Bambang Sumarto,  bahwa uang pokir dari Moch. Anton akan segera diterima.

Sekitar pukul 15.00 WIB, Jarot Edy Sulistiyono meminta Teddy Sujadi Soemama untuk menyerahkan uang sebesar Rp700 juta kepada Moch. Arief Wicaksono, dan uang sebesar Rp200  juta kepada Cipto Wiyono. Kemudian Tedy Sujadi Soemama menyerahkan uang sebesar Rp700  juta yang terbungkus dalam kardus kepada Moch. Arief Wicaksono dirumah dinasnya, dan Rp200 juta kepada Cipto Wiyono di rumah dinasnya, namun Cipto Wiyono tidak ada sehingga Teddy Sujadi Soemama menyerahkan uang tersebut melalui staff Cipto Wiyono yang berada dirumah dinas.

Setelah mendapat laporan penyerahan "uang pokir", Cipto Wiyono melaporkannya kepada Moch. Anton. Setelah Moch. Arief Wicaksono menerima uang tersebut, Moch. Arief Wicaksono kemudian memberitahukan kepada Suprapto, bahwa “uang pokir" sebesar Rp700 juta sudah diterima, dan meminta Suprapto datang ke rumah dinasnya. Setelah Suprapto datang, Moch. Arief Wicaksono meminta Suprapto untuk menghubungi para Ketua Fraksi DPRD Kota Malang supaya datang ke rumah dinasnya untuk membagi-bagi “uang pokir” kepada seluruh anggota DPRD Kota Malang.

Setelah para anggota DPRD Kota Malang menerima uang tersebut, proses pembahasan Perubahan APBD Kota Malang TA 2015 berjalan lancar tanpa ada hambatan dari para anggota DPRD Kota Malang. Sehingga pada tanggal 22 Juli 2015, dapat dilaksanakan kegiatan penyampaian Pendapat Akhir Fraksi DPRD Kota Malang terhadap Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Pembahan APBD TA 2015 yang pada pokoknya, menyetujui Rancangan Perubahan APBD TA 2015 menjadi APBD-P TA 2015 Kota Malang sebagaimana dituangkan dalam Keputusan DPRD Kota Malang Nomor:  188.4/48/35.73.201/2015 tanggal 22 Juli 2015 tentang Persetujuan Penetapan Recangan Peraturan Daerah Kota Malam Tentang Perubahan Anggaran Pendapatan dan Beianja Dumh Tahm Anggaran 2015 yang ditandatangani oleh Moch. Arief Wicaksono selaku Ketua DPRD Kota Malang.

Dalam fakta persidangan yang terungkap, bahwa terjadinya keributan diantara para anggota Dewan yang terhormat itu bukan karena tidak kebagian “fulus”, melainkan karena pembagian yang tidak merata. Ada anggota Dewan yang menrima Rp12.5 juta, dan ada pula yang menerima Rp15 juta, dan bahkan ada yang menerima Rp17.5 juta. Sehingga Ketua DPRD sempat diancam akan didemo dengan cara menginap di rumah ketua DPRD malam itu.

Untuk mengatasi hal tersebut, Ketua DPRD Moch. Arif Wicaksono pun akhirnya menambah “fulus” ke anggota Dewan itu sebesar Rp5 juta. Pada hal, uang yang diterima anggota DPRD melalui Ketua adalah 10 persen dari Rp9 milliar anggaran Pokir (Pokok-pokok Pikiran) yang setiap anggota memperoleh anggaran Pokir sebesar Rp200 juta.

Ternyata tidak hanya uang Pokir yang dibagi-bagi anggota Dewan yang terhormat ini. Melainkan ada juga uang sampah sebesar Rp300 dan penerimaan uang pada tahun 2014 dalam pembahasan APBD Kota Malang TA 2015 sebesar Rp5.5 milliar. Sehingga uang “haram” yang diabgi-bagi para politikus ini adalah uang Pokir sebesar Rp700 juta, uang sampah Rp300 juta dan uang pembahasan APBD murni sebesar Rp5.5 milliar. Dan uang “haram” itulah yang dibagi bersama.

Tak salah bila KPK menyeret seluruh anggota DPRD Kota Malang dan pejabat Pemkot Malang lainnya yang terlibat dalam kasus ini menjadi tersangka, seperti mantan Sekda Kota Malang Cipto Wiyono dan Teddy Sujadi Soemama yang berperan penting mengumpulkan uang pokir itu, dan kemudia diserahkan ke DPRD melalui Ketua DPRD Moch. Arif Wicasono.

Apa lagi Cipto Wiyono yang mengakui dihadapan Majelis Hakim, bahwa dirinya menerima uang sebesar Rp200 juta dari Teddy Sujadi Soemama, bagian dari uang yang terkumpul sebesar Rp990 juta. Sehingga yang diserahkan ke DPRD melalui Moch. Arif Wicaksono sebesar Rp700 juta.

Belum lagi para “donator” dari kalangan kontraktor sebagai sumber terkumpulnya duit Rp900 juta itu. Apakah para kontraktor itu akan diminta pertanggungjawaban hukum ?.

Para terdak itu, selain melanggar Pasal 5 angka 4 dan 6 UU RI Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) juncto Pasal 400 ayat (3) UU RI Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD juncto UU RI Nomor 42 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD, terlebih melanggar UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.  (Rd1)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top