0
#Apakah ‘Pemberi Suap kepada ASN’  dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi di Perbolehkan? Lalu bagaimana dengan Pasal 13 dalam UU Tersebut? Ataua karena ada sesuatu?#  
BERITAKORUPSI.CO -
Nyata tapi aneh. Mungkin kalimat inilah yang tepat bila menelisik perkara Tindak Pidana Korupsi pelaksaan Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) atau program sertifikat gratis bagi masyarakat di Desa Klantingsari, Kecamatan Tarik, Kabupaten Sidoarjo pada tahun 2021 yang disidangkan oleh JPU Kejari Sidoarjo bersama dengan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Surabaya sejak Maret hingga April 2022

Nyatanya, Tiga Pejabat Desa Klantingsari, Kecamatan Tarik, Kabupaten Sidoarjo yang Tertangkap Tangan Aparat Penegak Hukum (APH) Polres Sidoarjo pada Kamis Tanggal 07 Oktober 2021 diadili, dituntut dan di Vonis Pidana Penjara masing-masing selama 1 tahun  karena terbukti menerima suap atau  janji atau hadiha berupa uang yang totalnya sebesar Rp80 juta dari warga Desa Klantingsari, Kecamatan Tarik, Kabupaten Sidoarjo selaku ‘pemberi suap’ untuk biaya pegurusan Surat Perolehan atas tanah sebagai persyaratan peserta PTSL

Ketiga Pejabat itu adalah Wawan Setyo Budi Utomo selaku Kepala Desa (Perkara penuntutan tersendiri), Ayu Indah Lestari, S.Pd sebagai Staff Admin Desa dan Supramono selaku Kepala Urusan Perencanaan Desa
Diadilinya Ketiga Pejabat Desa Klantingsari, Kecamatan Tarik, Kabupaten Sidoarjo ini bemula pada Kamis Tanggal 07 Oktober 2021, dimana saat itu Petugas Polres Sidoarjo melakukan Tangkap Tangan atau yang lebih dikenal oleh Masyarakat dengan istilah OTT (Operasi Tangkap Tangan) karena Petugas Polres Sidoarjo mengetahui adanya penerimaan janji atau hadiha “suap”  berupa uang oleh Pejabat Desa yang totalnya sebesar Rp80 juta

Pada saat Petugas Polres Sidoarjo melakukan penangkapan terhadap Wawan Setyo Budi Utomo selaku Kepala Desa, saat itu Wawan Setyo Budi Utomo menerima uang sebesar Rp1.5 juta di rumahnya dari Buradi

Dan saat itu juga Petugas Polres Sidoarjo melakukan penangkapan terhadap Ayu Indah Lestari, S.Pd sebagai Staff Admin Desa dengan barang bukti berupa uang sebesar Rp1.5 juta yang berasal dari Meyki Mufaatul Mahmudah alias Atul.

Serta penangkapan oleh Petugas Polres Sidoarjo terhadap Supramono selaku Kepala Urusan Perencanaan Desa dengan barang bukti berupa uang sebesar Rp1.6 juta yang berasal dari Suhadi dan Siswo masing-masing sebesar 800 ribu rupiah

Uang yang diterima oleh Ke 3 Pejabat Desa ini dari Buradi, Meyki Mufaatul Mahmudah alias Atul, Suhadi dan Siswo adalah untuk biaya pengurusan Surat Perolehan atas tanah sebagai persyaratan peserta PTSL
Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) adalah program pemerintah pusat untuk pemberian sertifikat gratis bagi masyarakat.

Namun yang menjadi pertanyaannya adalah, apakah biaya untuk pengurusan Surat Perolehan atas tanah masyarakat yang belum memeliki bukti kepemilikan tanah seperti letter C, Akte Jual Beli (AJB), Akte Hibaah atau Berita Acara Kesaksian juga dibiayayai ole pemerintah? Apakah penarikan uang sebesar Rp150 ribu yang diperbolehkan oleh pemerintah dalam pelaksanaan PTSL temasuk untuk biaya pengurusan Surat Perolehan atas tanah atau biaya itu ditanggung sendiri oleh masyarakat?

Namun karena Ketiga Pejabat Desa Klantingsari, Kecamatan Tarik, Kabupaten Sidoarjo ini dinggap menerima unag suap yang totalnya sebesar Rp80 juta, sehingga Polres Sidoarjo melakukan penangkapan dan diserhakan ke Kejaksaan agar dibawa ke hadapan Majelis Hakim Pangadilan Tipikor untuk diadili

Oleh Penyidik Polres Sidoarjo dibawah Komando Kapolresta Sidoarjo Kombes Pol Kusumo Wahyu Bintoro dan AKP Oscar Stefanus Setja selaku Kasat Reskrim maupun Jaksa dari Kejari Sidoarjo yang menangani perkara ini dibahwa Komado Lingga Nuarie selaku Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejari Sidoarjo menjerat Ketiga Pejabat Desa Klantingsari, Kecamatan Tarik, Kabupaten Sidoarjo ini dengan 3 Pasal , yaitu;

Kesatu, Pasal 12 huruf e Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang – undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) Ke – 1 KUHP.

Pasal 12 berbunyi: Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah);

Huruf e berbunyi: Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongann, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri;

Atau Kedua, Pasal 11 Undang – undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang – undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) Ke – 1 KUHP

Pasal 11 berbunyi: Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya.

Dalam fakta persidangan dari Tuntutan JPU maupun Putusan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya menyatakan, bahwa perbuatan Terdakwa Wawan Setyo Budi Utomo selaku Kepala Desa (Perkara penuntutan tersendiri), Terdakwa I Ayu Indah Lestari, S.Pd sebagai Staff Admin Desa dan Terdakwa II Supramono selaku Kepala Urusan Perencanaan Desa (satu berkas perkara penuntutan) terbukti melanggar 11 Undang – undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang – undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) Ke – 1 KUHP

Anehyan, Penyidik Polresta Sidoarjo, Jaksa Kejari Sidoarjo maupun Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Suarabaya “sepakat” bahwa pihak pemberi suap atau  janji atau hadiha berupa uang yang totalnya sebesar Rp80 juta terhadap Ke 3 Terdakwa dianggap “tidak” bersalah sebagaimana disebutkan pada Pasal 13 Undang – undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang – undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Sebab Pasal 13 berbunyi: Setiap orang yang memberikan hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah)

Semenara Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejari Sidoarjo Lingga Nuarie, hingga berita ini ditayangkan belum dapat dihubungi karena urusan keluarga.

“Bentar ya masih ngurus anak,” kata Lingga melalui pesan WhastApp kepada beritakorupsi.co, Senin, 18 Apriil 2022 pukul 19.58 WIB
Pakar Hukum Pidana dari Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara (Ubhara) Surabaya, Dr. M. Sholehuddin, SH, MH (Dok BK)
Padahal, menurut Pakar Hukum Pidana dari Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara (Ubhara) Surabaya, Dr. M. Sholehuddin, SH, MH mengatakan, kalau ada penerima berati ada pemberinya dan dapat dijerat dengan pasal 13 Undang-Undang Tikpikor (Tindak Pidana Korupsi) 
 
Dr. M. Sholehuddin, SH, MH menjelaskan, delik2 suap yg diadopsi dari KUHP ke dlm UU Pemberantasan Tipikor itu ada pasangan pasalnya. Selain ada “penyuapan aktif juga ada penyuapan pasif. Jadi Pemberi dan Penerima harus sama-sama dikenakan sanksi pidana

“Kalau ada penerima berarti ada pemberinya, tidak bisa berdiri sendiri. Ada delik penerima suap adalah pasif dan pemberi adalah aktif. Kalau penerimanya dejerat pasal 11, pemberinya dapat dijerat pasal 13 jadi ada pasangannya,” kata Dr. M. Sholehuddin, SH, MH melalui sambungan telepon kepada beritakorupsi.co, senin, 18 April 2022

Dr. M. Sholehuddin, SH, MH yang juga Ketua Presidium Perhimpunan Dosen Ilmu Hukum Pidana Indonesia (DIHPA) ini menambahkan, penegakan hukum itu harus yang adil sebaab menegkkan hukum tanpa menggunakan hukum akana menimbulkan kesewenang-wenangan. Dan sebaliknya, menggunakan hukum tanpa berniat menegkkan hukum pasti menimbulkan ketidak adilan 
 
Apa yang dikatakan Ketua Presidium Perhimpunan Dosen Ilmu Hukum Pidana Indonesia (DIHPA) ini ada betulnya. Sebab ada ungkapan yang berbunyi “ada asap ada api”. Tak mungkin ada asap kalau tidak ada apinya atau tidak mungkin sesuatu menjadi basah kalau tidak ada airnya.

Namun ternyata proses penegakan hukum dalam perkara Tindak Pidana Korupsi suap sebagaimana diatur dalam Pasal 11 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, tak sedikit yang diadili hanya ASN selaku penerima, sementara pihak pemberi yang diatur dalam Pasal 13 Undang-Undang yang sama “aman-aman” saja.
Sementara hukuman pidana penjara terhadap Ketiga Terdakwa (Wawan Setyo Budi Utomo, Ayu Indah Lestari, S.Pd dan Supramono) dibacakan oleh Majelis Hakim yang diketuai Hakim Cokorda Gedearthana, SH., MH dengan dibantu dua Hakim Ad Hoc masing-masing sebagai anggota yaitu Dr. Emma Ellyani, SH., MH dan Abdul Gani, SH., MH serta serta Panitra Pengganti (PP) Siswanto, SH., MH dan Alarico De Jesus, SH dalam persidangan secara Virtual (Zoom) diruang sidang Candra Pengadilan Tipikor pada PN Surabaya Jalan Raya Juanda Sidoarjo, Jawa Timur (Senin, 18 April 2022) dengan agenda putusan yang dihadiri Tim JPU dari Kejari Sidoarjo maupun Penasehat Hukum para Terdakwa dan dihadiri pula oleh para Terdakwa secara Teleconference (Zoom) dari Rutan/Lapas (rumah tahanan negera/Lemabaga Pemasyarakatan) Kabupaten Sidoarjo karena kondisi Pandemi Covid-19 (Coronavirus disease 2019)

Peridangan berangsung dalam II Session, yang pertama adalah putusan Majelis Hakim terhadap Terdakwa Wawan Setyo Budi Utomo selaku Kepala Desa dan kemudian dilanjutkan dengan putusan terhadap Terdakwa Terdakwa I Ayu Indah Lestari, S.Pd sebagai Staff Admin Desa dan Terdakwa II Supramono selaku Kepala Urusan Perencanaan Desa

Dalam putusannya Majelis Hakim mengatakan, Terdakwa Wawan Setyo Budi Utomo menerima uang sebesar Rp1.500.000, Ayu Indah Lestari, S.Pd menerima uang sebesar Rp1.500.000 dan Supramono menerima uang sebesar Rp800.000 dan Rp800.000

Majelis Hakim mengatakan, bahwa perbuatan Terdakwa Wawan Setyo Budi Utomo (dan Terdakwa I Ayu Indah Lestari, S.Pd serta Terdakwa II Supramono) terbukti melanggar dakwaan Kedua Pasal 11 Undang – undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang – undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) Ke – 1 KUHP

“MENGADILI; 1. Menyatakan Terdakwa Wawan Setyo Budi Utomo telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana Korupsi secara bersama-sama sebagaimana Dakwaan Kedua;

2. Menjatuhkan hukuman terhadap Terdakwa Wawan Setyo Budi Utomo dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun dikurangkan selama Terdakwa menjalani tahanan sementara dengan perintah Terdakwa tetap ditahan di rumah tahanan negara dan bayar denda sebesar Rp50.000.000 (lima puluh juta rupiah). Bilamana Terdakwa tidak membayar denda tersebut maka diganti dengan pidana kurungan selama 2 (enam) bulan,” ucap Ketua Majelis Hakim

Kemudian Majelis Hakim melanjutakan Putusan (Vonis) terhadap Terdakwa I Ayu Indah Lestari, S.Pd serta Terdakwa II Supramono. Kedua Terdakwa ini juga sama-sama dijerat Pasal yang dan hukuman yang sama persis

Hukuman pidana dari Majelis Hakim terhadap Ketiga Terdakwa ini lebih ringan 6 bulan dari Tuntutan pidana JPU. Dan atas putusan tersebut, Dua Terdakwa yaitu Wawan Setyo Budi Utomo dan Terdakwa II Supramono menerima. Sedangkan Terdakwa I Ayu Indah Lestari, S.Pd termasuk JPU masih pikir-pikir

“Pikir-pikir Yang Mulia,” jawab Terdakwa I Ayu Indah Lestari, S.Pd
Dalam dakwaan JPU dijelaskan, bahwa mereka Terdakwa I. AYU INDAH LESTARI, S.Pd sebagai Staff Admin Desa Klantingsari dan Terdakwa II. SUPRATONO sebagai Kepala Urusan Perencanaan Desa Klantingsari bersama – sama dengan Saksi WAWAN SETYO BUDI UTOMO yang menjabat sebagai Kepala Desa Klantingsari Kecamatan Tarik Kabupaten Sidoarjo (yang diajukan Penuntutan secara terpisah) pada hari Kamis Tanggal 07 Bulan Oktober Tahun 2021 atau   setidak – tidaknya dalam Tahun 2021 bertempat dirumah Saksi WAWAN SETYO BUDI UTOMO di Dusun Bokong Duwur RT. 019 RW. 006 Desa Klantingsari Kecamatan Tarik  Kabupaten Sidoarjo,

Atau setidak – tidaknya pada suatu tempat yang termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Surabaya yang berwenang memeriksa dan mengadili perkaranya berdasarkan ketentuan Pasal 35 ayat (2) Undang – undang Republik Indonesia  Nomor 46 Tahun 2009 Tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi

Bahwa sebagai orang yang melakukan, menyuruh lakukan atau turut serta melakukan perbuatan, yaitu Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya, yang dilakukan oleh mereka terdakwa dengan cara dan rangkaian sebagai berikut :

Bahwa Terdakwa I. AYU INDAH LESTARI, S.Pd sebagai Staf Admin Pemerintah Desa Klantingsari Kecamatan Tarik Kabupaten Sidoarjo berdasarkan Surat Keputusan Kepala Desa Klantingsari Nomor : 141 / 16 / 404.7.12.03 Tahun 2016 Tanggal 13 Desember 2016 Tentang Pengangkatan Staf Admin    Desa Klantingsari Kecamatan Tarik Kabupaten Sidoarjo.

Bahwa sebagai Staf Admin Pemerintah Desa Klantingsari Kecamatan Tarik Kabupaten Siodarjo, Terdakwa I. AYU INDAH LESTARI, S.Pd mempunyai tugas dan tanggung jawab sebagai berikut :
a. Membantu Kepala Desa;
b. Membantu Kasi Pelayanan dalam Pelayanan Umum;
c. Membantu Kasi Kesra dalam pelayanan administrasi;
Bahwa Terdakwa II. SUPRATONO sebagai Kepala Urusan Perencanaan Desa Klantingsari Kecamatan Tarik Kabupaten Sidoarjo berdasarkan Surat Keputusan Kepala Desa Klantingsari Nomor : 141 / 05 / 404.7.12.03 Tahun 2016 Tanggal 13 Desembr 2016 Tentang Pengangkatan Perangkat Desa Klantingsari Kecamatan Tarik Kabupaten Sidoarjo Dalam Jabatan Kepala Urusan Perencanaan.

Bahwa sebagai Kepala Urusan Perencanaan Desa Klantingsari Kecamatan Tarik Kabupaten Sidoarjo, Terdakwa II. SUPRATONO mempunyai tugas dan tanggung jawab secara umum yaitu membantu Kepala Desa menjalankan Pemerintah Desa.  

Bahwa Saksi WAWAN SETYO BUDI UTOMO menjabat sebagai Kepala Desa Klantingsari Kecamatan Tarik Kabupaten Sidoarjo berdasarkan Keputusan Bupati Sidoarjo Tanggal 14 Mei 2018 Nomor : 188 / 380 / 438.1.1.3 / 2018 Tentang Pengesahan Kepala Desa Terpilih Desa Klantingsari Kecamatan Tarik Kabupaten Sidoarjo.

Bahwa pada sekitar bulan September 2021 Terdakwa II. SUPRATONO bersama – sama dengan Saksi WAWAN SETYO BUDI UTOMO mendatangi  Kantor Badan Pertanahan Kabupaten Sidoarjo, dengan tujuan akan mengajukan  Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) untuk Desa Klantingsari.

Bahwa ketika di Kantor Badan Pertanahan Kabupaten Sidoarjo bertemu dangan Saksi AGUS RAHMANTO, SH. MH sebagai Kasi. Survey dan Pemetaan dengan menyampaikan Surat Permohonan Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) untuk Desa Klantingsari,

Namun karena surat ada kesalahan maka dikembalikan untuk direvisi, dan saat itu juga dijelaskan bahwa yang ikut PTSL harus 90% dari warga, dengan dikenakan biaya hanya sebesar Rp. 150.000,- (seratus lima puluh ribu rupiah) per-pemohon dan tidak ada biaya yang lainnya.

Bahwa beberapa hari kemudian Saksi WAWAN SETYO BUDI UTOMO datang lagi sendiri ke Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Sidoarjo untuk melihat peta Desa Klantingsari dan memang benar masih ada beberapa RT yang belum bersertipikat, sehingga oleh BPN dipersilahkan jika memang mau mengajukan permohonan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap  (PTSL), namun pada saat itu belum ada berkas – berkas yang diserahkan termasuk surat permohonan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).
Bahwa karena RT. 01 sampai dengan RT. 12 sebelumnya telah dilakukan sertipikasi massal, maka selanjutnya adalah Giliran RT 13 sampai dengan RT. 21 yang akan diajukan dalam rangka PTSL meskipun Desa Klantingsari belum mendapatkan Keputusan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Sidoarjo tentang penetapan lokasi pendaftaran tanah sistematis lengkap (PTSL),

Pada sekitar Tanggal 29 September 2021, Terdakwa I. AYU INDAH LESTARI, S.Pd dan Terdakwa II. SUPRATONO mengikuti rapat yang dipimpin oleh Saksi WAWAN SETYO BUDI UTOMO rapat justru diadakan di rumah Saksi WAWAN SETYO BUDI UTOMO selaku Kepala Desa, bukan di Kantor Desa / Balai Desa Klantingsari yang dihadiri oleh Para Ketua RT. 13 s/d RT. 21 dan Ketua RW. 04 SUTOPO SARIONO, Perangkat Desa MUSTOFA DIMYATI, ABDUL KARIM, dan ABDUL ROHMAN, yang membahas akan ada PTSL agar semua RT dan relawannya untuk melakukan sosialisasi kepada warganya yang mau ikut mendaftar sebagai Pemohon PTSL.

Bahwa kemudian Terdakwa I. AYU INDAH LESTARI, S.Pd dan Terdakwa II. SUPRATONO juga menghadiri rapat yang kedua pada Tanggal 06 Oktober 2021, tetap dlaksanakan dirumah Saksi WAWAN SETYO BUDI UTOMO, yang dihadiri oleh MUSTOFA DIMYATI Kaur. Keuangan, ABDUL ROHMAN Kasun. Bokong Duwur, serta HERI KISWANTO Ketua RT 16, KARIYA Ketua RT. 18, KUNADI Ketua RT. 19 dan SUHADI Ketua RT. 21.

Bahwa terhadap warga yang akan mengajukan Permohonan PTSL namun belum memiliki Surat Perolehan atas tanah yang diajukan PTSL, diharuskan melengkapi Surat Perolehan atas tanah yang berupa Surat Hibah, Surat Waris, atau Surat Jual Beli Tanah, yang dikeluarkan oleh Pemerintah Desa Klantingsari.

Bahwa secara melawan hukum Terdakwa I. AYU INDAH LESTARI, S.Pd dan Terdakwa II. SUPRATONO bersama – sama dengan Saksi WAWAN SETYO BUDI UTOMO, terhadap warga yang mengurus Surat Perolehan atas tanah untuk persyaratan PTSL, diharuskan membayar sejumlah uang dengan perincian sebagai berikut :
1. Surat Hibah sebesar Rp350.000 (tiga ratus lima puluh ribu rupiah)
2. Surat Keterangan Waris sebesar Rp800.000 (delapan ratus ribu rupiah)
3. Surat Jual beli sebesar 5% (lima persen) dari harga jual beli.

Bahwa terhadap warga yang mengurus Surat Perolehan Tanah untuk mendaftarkan PTSL, dengan cara datang ke rumah Saksi WAWAN SETYO BUDI UTOMO membawa berkas – berkas dan surat – surat yang diperlukan, 
Kemudian oleh Terdakwa I. AYU INDAH LESTARI, S.Pd dicatat dalam buku register yang dibuatnya sendiri, terhadap warga yang telah membayar sejumlah uang diberi centang / ceklist, ada yang menyerahkan uangnya sendiri ke Terdakwa I. AYU INDAH LESTARI, S.Pd dan Terdakwa II. SUPRATONO ada juga yang diterima oleh Saksi WAWAN BUTI SETYO UTOMO.

Bahwa selanjutnya Terdakwa I. AYU INDAH LESTARI, S.Pd sebagai Staff Admin Desa Klantingsari dan Terdakwa II. SUPRATONO sebagai Kepala Urusan Perencanaan Desa Klantingsari bersama – sama dengan Saksi WAWAN SETYO BUDI UTOMO selaku Kepala Desa Klantingsari telah menerima uang dari warga yang akan mengurus PRONA melalui Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).

Bahwa selanjutnya Terdakwa I. AYU INDAH LESTARI, S.Pd mengumpulkan uang pembayaran dari warga yang mengurus Surat Perolehan Tanah sebanyak 160 (seratus enam puluh) berkas, semuanya terkumpul sejumlah Rp. 80.000.000 (delapan puluh juta rupiah), yang diterima oleh Terdakwa I. AYU INDAH LESTARI, S.Pd dan Terdakwa II. SUPRATONO sebagai Kepala Urusan Perencanaan, telah menerima sejumlah uang dari warga yang mengurus Surat Perolehan Atas Tanah yaitu dari :

a. AYU / SATUPAH sebesar Rp3.000.000 (tiga juta rupiah).
b. NGATEMO sebesar Rp700.000 (tujuh ratus ribu rupiah).
c. JAMALIYAH sebesar Rp800.000 (depalan ratus ribu rupiah).
d. SUHADI sebesar Rp800.000 (delapan ratus ribu rupiah).

Dan setelah menerima uang sejumlah tersebut kemudian diserahkan kepada Terdakwa I. AYU INDAH LESTARI, S.Pd, yang kemudian dikumpulkan dan dimasukkan kedalam rekening pribadi Terdakwa I. AYU INDAH LESTARI, S.Pd maupun oleh Saksi WAWAN SETYO BUDI UTOMO.

Bahwa Saksi WAWAN SETYO BUDI UTOMO sebagai Kepala Desa Klantingsari meminta uang kepada Terdakwa I. AYU INDAH LESTARI, S.Pd  yang diterimanya dari warga yang mengurus Surat Perolehan atas Tanah sebanyak 2 (dua) tahap yaitu yang pertama sebesar Rp10.000.000 (sepuluh puluh juta rupiah) pada Tanggal 27 September 2021,
Sedangkan yang kedua sebesar Rp10.000.000 (sepuluh puluh juta rupiah) pada Tanggal 28 September 2021 dan dipergunakan untuk kepentingan pribadi Saksi WAWAN SETYO BUDI UTOMO, bukan untuk pengurusan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) sehingga tersisa sejumlah Rp60.000.000 (enam puluh juta rupiah).

Bahwa Terdakwa I. AYU INDAH LESTARI, S.Pd, pada Tanggal 06 Oktober 2021 telah menyimpan dan masukkan uang dari para warga yang mengurus perolehan atas tanah sebesar Rp60.000.000 (enam puluh juta rupiah) kedalam rekening pribadi milik Terdakwa I. AYU INDAH LESTARI, S.Pd pada Bank Jatim Cabang Pembantu Prambon dengan Nomor Rekening 1966018727.

Bahwa selanjutnya pada hari Kamis Tanggal 07 Oktober 2021, bertempat di rumah Saksi WAWAN SETYO BUDI UTOMO, telah dilakukan penangkapan oleh Petugas Kepolisian Resor Kota Sidoarjo terhadap Saksi WAWAN SETYO BUDI UTOMO yang pada saat itu ada warga yang mengurus Surat Perolehan Tanah yaitu Saksi BURADI yang saat itu sedang membayar uang kepada Saksi WAWAN SETYO BUDI UTOMO sebesar Rp1.150.00 (satu juta seratus lima puluh ribu rupiah),

Dan saat itu juga di tangan Terdakwa I. AYU INDAH LESTARI, S.Pd juga didapatkan uang tunai sebesar Rp1.500.000 (satu juta lima ratus ribu rupiah) yang berasal dari warga yang mengurus Surat Perolehan Tanah atas nama   MEYKI MUFAATUL MAHMUDAH alias ATUL, serta dari tangan Terdakwa II. SUPRATONO didapatkan uang tunai sebesar Rp1.600.000       (satu juta enam ratus ribu rupiah) yang berasal dari warga yang mengurus Surat Perolehan atas Tanah atas nama SUHADI sebesar Rp800.000 (delapan ratus ribu rupiah) dan atas nama SISWOYO sebesar Rp800.000 (delapan ratus ribu rupiah).

Perbuatan mereka Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana sesuai dengan Pasal 11 Undang – undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang – undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) Ke – 1 KUHP. (Jnt)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top