0
Mari kita menggalang, Gerakan Memperbaiki Ahlak, Moral, Pikiran, dan Hati (GEMAMPIH) Oleh: Jentar Sitinjak (Pemimpin Redaksi)

Hari ini, tepatnya tanggal 17 Agustus 2018, rakyat Indonesia di seluruh dunia  merayakan Ke 73 Tahun Hari Kemerdekaan. Usia yang sangat dewasa dalam kehidupan manusia. Dalam cita-cita yang di proklamasikan para pejuang Kemerdekaan Indonesia Khususnya Ir. Soekurno sebagai Presiden pertama, adalah untuk menuju rakyat Indonesa yang merdeka, dan makmur sejahtera.

Bebagai upaya dilakukan pemerintah untuk membangun Indonseia menuju rakyat yang sejahtera, namun disisi lain masih banyak pula terdapat rakyat yang menderita baik dari segi pendidikan maupun pembangunan yang tidak merata. Indonesia memang kaya raya akan alam semestanya. Gunung-gunung yang dipenuhi butiran-butiran emas, dilautan dengan kekayaan ikan dan gas bumi, namun rakyat tetap menderita karena pajak yang semakin tahun semakin naik termasuk harga sembako (Sembilan bahan pokok) dan biaya sekolah yang semakin mahal menabah pendertaan rakyat.

Calon-calon Kepala Daerah maupun calon Legislaitif (DPR dan DPRD) selalu mengatasnaman kesejahteraan rakya saat mereka menyampaikan tentang Visi dan Misinya disaat kempanye. Tak ada yang mengatakan demi keluarga atau kroni-kroninya. Kesajahteraan akyat dan pembangunan yang menjadi utama. Namun tak sedikit pula Kepala Darah maupun anggota Legislatif yang masuk penjara karena Korupsi anggaran maupun menerima suap demi kepentingannya sendiri. Mereka lupa akan janji kampanye terutama sumpah jabatan saat dilantik untuk menduduki jabatannya.

Rakyat yang tidak memeiliki Identitas Diri atau Kartu Tanda Penduduk (KTP) sebagai warga negara  Indonesia asli,tak sedikit pula yang terjaring petugas Yustisi. Disisi lain, uang rakyat yang terkumpul dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) yang disediakan pemerintah untuk pembuatan KTP untuk rakyat, telah habis lebih dari setengahnya di Korupsi oleh oknum-oknu pejabat-pejabat yang "tidak bermoral". Anehnya, hukum pun tak mampu untuk menyentuh sebahagian dari mereka yang terlibat.
 
Ironisnya, kasus Korupsi di negeri tercinta ini ibarat akar Ilalang yang sulit dimusnahkan menjadi salah satu hambatan untuk mencapai rakyat yang makmur dan sejahtera. Karena akarnya sudah menjalar ke mana-mana baik ke kiri dan ke kanan, ke depan dan ke belakang maupun ke bawah serta  ke atas. Yang telibat dalam kasus Korupsi itupun tidak hanya pejabat pusat di Jakarta, melainkan hampir seluruh Desa maupun Kota di 34 provinsi di negeri tercinta ini.

Sebaba yang terseret ke pusaran kasus korupsi adalah mulai dari oknum  Kelompok Tani (Poktan), LSM (Lembaga Suwadaya Masyarakat), Lurah/Kepala Desa, Kepala Dinas, Bupati, Wali Kota, Gubernur, Menteri, DPRD, DPR RI, Polisi, Pengacara, Jaksa dan Hakim serta pengusaha. Oknum-oknum tersebut pun sudah ada yang dihukum dengan pidana penjara seumur hidup (mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Aqil Muktar), ada pula yang dihukum penjara 1 tahun oleh oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) setempat, serta masih ada dalam proses hukum.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, maupun Undang-Undang serta Peraturan Pemerintah lainnya tentang pejabat yang Bersih,  Bebas dari Kolusi Korupsi dan Nepotisme (KKN) sepertinya hanya dijadikan sebagai buku bacaan biasa.
 

Anehnya, sekalipun sudah banyak oknum pejabat yang dihukum penjara karena Korupsi, bukannya  membuat jera bagi oknum pejabat lainnya, melainkan justru semakin tahun semakin bertambah. Oknum-oknum pejabat di negeri ini sepertinya memegang prinsip meneruskan atau mengikuti jejak pendahulunya.
 

Yang lebih anehnya lagi, sejak tahun 2016, Kepala Daerah semakin banyak yang dipenjarakan oleh Khususnya KPK karena tertangkap tangan maupun karena penyidikan, seperti yang terjadi di Jawa Timur salah satu kota terbesar di Indonesia. Dari 38 Kepala Derah (Bupati/Wali Kota), 11. diantaranya sudah menjadi tersangka, ada yang sudah divonis dan ada yang masih dalam proses persidangan maupun penyidikan, yaitu 1. Wali Kota Madiun (hasil penyidikan KPK, sudh divonis),; 2. Wali Kota Batu (tertangkap tangan KPK, sudah divonis),; 3. Bupati Nganjuk (tertangkap tangan KPK, sudah divonis),; 4. Bupati Pamekasan (tertangkap tangan KPK, sudah divonis),; 5. Wali Kota Mojokerto (tertangkap tangan KPK, proses persidangan),; 6. Bupati Jombang (tertangkap tangan KPK, proses persidangan),; 7. Bupati Mojokerto (masih dalam tahap penyidikan), 8. Wakil Bupati Malang (masih dalam tahap penyidikan),; 9. Bupati Tulungagun (tertangkap tangan KPK, proses penyidikan), 10. Wali Kota Blitar (tertangkap tangan KPK, proses penyidikan),; 11. Wali Kota Malang (penyidikan KPK, sudah divonis) bersama dengan 19 dari 45 anggota DPRD Kota Malang menjadi tersangka karena kasus suap APBD Kota Malang.

Menyusul Provinsi kedua, yakni Sumatra Utara. Dari 27 Kepala Daerah (Kabupaten/Kota), 9 diantaranya sudah dipenjarakan oleh KPK karena terlibat kasus Korupsi, yaitu 1. Bupati Labuhan Batu Pangonal Harahap,; 2. Wali Kota Medan Rahudman Harahap,; 3. Wali Kota Siantar Robert Edison Siahaan,; 4. Bupati Nias Selatan Fahuwusa Laia,; 5. Bupati Nias Binahati Benedictus Baeha,; 6. Wali Kota Medan Abdillah,; 7. mantan Wakil Wali Kota Medan Ramli Lubis,’ 8. Gubernur Sumatra Utara (non aktif) Syamsul Arifin dan 9. Gubernur Sumatra Utara Gatot Pujo Nugroho serta 38 dari jumlah anggota DPRD Medan juga menjadi tersangka oleh KPK. Belum lagi di daerah-daerah lainnya di 34 Provinsi Indonesia.

Pada hal, sebagai Kepala Daerah (Eksekutif) maupun sebagai anggota Legislatif yang membuat suatu Undang-Undang atau Peraturan Daerah (Perda) tentang penyelenggara negara yang bersih dari Kolusi Korupsi dan Nepotisme (KKN), justru melanggar aturan itu sendiri. Pada hal, kasus Korupsi itu adalah suatu kejahatan yang luar biasa, yang terencana namun tidak meninggalkan bekas luka, tetapi dapat merusak pembangunan dan perekonomian serta kesejahteraan masyarakat Indonesia.

Melihat kasus Korupsi yang semakin tahun semakin bertambah, Pemerintah memang tidak  tinggal diam begitu saja. Presiden RI Ir. Joko Widodo, berupaya keras untuk memberantas praktek-praktek korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) oleh oknum-oknum pejabat maupun pengusaha yang “bermoral rusak” hanya demi kepentingan pribadinya.

Salah satu bentuk upaya tegas yang dilakukan oleh Presiden RI Ir. Joko Widodo, adalah dengan mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 87 Tahun 2016 tanggal 20 Oktober 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar atau yang disebut Satgas Saber Pungli.

Sepertinya, Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, keberadaan KPK, dan Stagas Saber Pungli, tidak membuat rasa takut para oknum pejabat yang masih melakukan Korupsi dengan berbagai cara dilakukan untuk memperkaya diri sendiri, orang lain dan/atau Korporasi. Apakah rakyat Indonesia terutama para pejabatnya selama ini hanya berpangku tangan dengan tetap menerima gaji sehingga ada Gerakan Indonesia kerja ?. Kerja dengan moral dan ahklah yang sudah “rusak" akan tetap melahirkan pejabat yang Korupsi. Tetapi apa bila dengan moral, ahklah, pikiran dan hati yang baik dan bersih, maka akan melairkan pejabat yang bersih dan megutamakan nasib rakyatnya.

Lalu apa yang harus kita lakukan untuk menuju Indonseia yang bebas dari Kolusi, Korupsi dan Nepotisme (KKN) menuju rakyat Indonesia yang makmur dan sejahtera dengan kakyaan alam yang terdapat di bumi nusantara Ini ?

Saatnya Indonesia bukan hanya Bekerja, melainkan mari kita kita  menggalang Gerakan Memperbaiki Ahlaq, Moral, Pikiran, dan Hati (GEMAMPIH), sebagai anggota masyarakat baik sebagai swasta, BUMD, BUMN terutama sebagai PNS (Pegawai Negeri Spil) atau yang saat ini dikelan dengan ANS (Aparatur Negara Spil) terutama para pejabat di negeri ini, serta mengubah sistim lama dengan istilah “loyal dan patuh pada pimpinan” serta melaksanakan keterbukaan informasi publik secara total “bukan setengah hati”. Bila Akhlaq, Moral, Pikiran, dan Hati sudah baik, kasus Korupsi secara perlahan-lahan akan berkurang, dan cita-cita Kemerdekaan yang di Proklamasikan para penjuang kemerdeakaan negeri tercinta ini untuk  menuju rakyat Indonesia  yang Makmur dan Sejahtera dapat tercapai. (*)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top