0

#Sebanyak 22 anggota DPRD Kota Mojokerto periode 2014 - 2019, akankah jadi terangka oleh KPK?#

beritakorupsi.co - Pembahasan APBD (anggaran pendapatan daerah) antara eksekutif (Pemerintah) dan legislatif (Dewan) yang mengatasnamakan demi masyarakat dan pembangunan daerah sepertinya hanyalah suatu pembodohan rakyat untuk menutupi “kebobrokan”, sebab dijadikan sebagai penambah penghasilan para dewan yang terhormat.

Anehnya, penegakan hukum yang dilakukan oleh APH (aparat penegak hukum) terkadang dianggap tebang pilih. Yang lebih anehnya lagi, para pelau Korupsi yang dianggap merugikan keuangan negara serta merusak perekonomian, banyak yang tak tersentuh hukum, yang justru pelanggaran hukum lainnya seperti pengendara yang tidak membayar pajak tahunan yang diatur dalam Perda (Peraturan Daerah), justru dianggap lebih berbahaya sehingga dapat dipidana maupun ditilang oleh Kepolisian.

Kasus Korupsi suap dalam pembahasan Perubahan APBD (anggaran pendapatan daerah) yang terjadi di Kota Malang Tahun Anggaran (TA) 2015 lalu, yang menyeret Kepala Dinas PU PPR Kota Malang, Wali Kota Malang, Ketua dan 18 anggota DPRD Kota malang periode 2014 - 2019 belum tuntas, kasus yang sama saat ini kembali disidangkan di Pengadilan Tipikor pada pengadilan Negeri (PN) Surabaya Jalan Raya Juanda, Sidoarjo Jawa Timur, pada Kamis, 2 Agustus 2018.

Pada Kamis, 2 Agustus 2018, Mas’ud Yunus, Wali Kota Mojokerto (non aktif) periode 2013 - 2018, “diseret” oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Budi Nugraha, Iskandar Marwanto, Muhammad Riduwan, Ari karniasari,   Tito Jaelani dan Tri Anggoro Mukti,  dan didudukan dikursi pesakitan Pengadilan Tipikor Sutrabaya sebagai terdakwa untuk diadili dihadapan Majelis Hakim yang diketuai Dede Suryaman dengan dibantu Paniytra Pengganti (PP) H. Tamjiz, dalam kasus Korupsi suap pembahasan Perubahan APBD Kota Mojokerto TA 2017, sementara terdakwa didampingi Penasehat Hukum (PH)-nya Mahfud.

Kasus yang menyeret terdakwa Mas’ud Yunus selaku Wali Kota Mojokerto ini, bermula saat KPK melakukan Tangkap Tangan terhadap Wiwiet Febriyanto selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Mojokerto, bersama Purnomo (Ketua DPRD Kota Mojokerto), Umar Faruq (Wakil Ketua Kota Mojokerto) dan Abdullah Fanani (Wakil Ketua Kota Mojokerto), pada Sabtu, 16 Juni 2017 tahun lalu.

Wiwiet Febriyanto, Purnomo, Umar Faruq dan Abdullah Fanani tertangkap tangan KPK karena diketahui Wiwiet Febriyanto meberikan uang suap terhadap 3 pimpinan Dewan yang terhormat di Kota Mojokerto, yang bersumber dari persentase atas  pelaksanaan anggaran di Dinas PUPR pada program pembangunan infrastruktur pedesaan dengan nama kegiatan penataan lingkungan pemukiman penduduk pedesaan (Penling), dan program jaring aspirasi masyarakat atau (Jasmas) sejumlah Rp 26 millyar, serta tambahan fee setip tahun yang besarnya Rp65 juta untuk masing-masing anggota, Rp 70 juta untuk Wakil Ketua dan Rp 80 juta untuk Ketua DPRD Kota Mojokerto dengan realisasi per triwulan, agar para Dewan yang terhormat itu memperlancar pembahasan Perubahan APBD Kota Mojokerto TA 2017.

Tiga pimpinan DPRD Kota Mojokerto saat sebagai terpidana dalam kasus ini
Bisa jadi KPK tidak hanya menyeret Mas’ud Yunus dan terpidana 2 tahun Wiwiet Febriyanto serta terpidana Purnomo, Umar Faruq dan Abdullah Fanani (masing-masing 4 tahun penjara), melainkan termasuk 22 orang anggota DPRD Kota Mojokerto yang saat ini masih duduk di kursiya dengan sebutan Dewan yang terhormat.

Sebab, dalam surat dakwaan JPU KPK terhadap terdakwa Mas’ud Yunus disebutkan, bahwa 22 anggota DPRD Mojokerto periode 2014 - 2019 turut kebagian duit “haram” itu.

Ke- 22 orang anggota Dewan itu diantaranya, adalah Dedi Novianto (Partai Demokrat), Puji Pramono (Partai Demokrat), Kholid Firdaus Wajdi (PKS), Edy Prayitno (PKS), Raihan Mustafa (PPP), Gunawan (PPP), Yuli Veronica (Fraksi PAN), Maschur (Fraksi PAN), Suryono (Fraksi PAN), Aris Satrio Budi (Fraksi PAN), Junaidi Malik (Ketua Fraksi PKB), Choiroiyaro (Fraksi PKB), Soni Basuki Rahardjo (Ketua Fraksi Golkar), Ardyah Santy (Fraksi Golkar), Anang Wahyudi (Fraksi Golkar), Darwanto (Fraksi PDIP), Yunus Supryitno (Fraksi PDIP), Febriana Meldyawati (Fraksi PDIP), Suliat dan Gusti Patmawati (Fraksi PDIP), Purnomo kepada Edwin Indrapraja (Ketua Fraksi Gerindra)  Moch. Harun (Fraksi Gerindra) dan Ita Primaria Lestari (Fraksi Gerindra).

Pembacaan Surat Dakwaan JPU KPK Dalam Persidangan

Dalam sidang yang berlangsung diruang sidang Candra Pengadilan Tipikor Surabaya, dihadapan Majelis Hakim membeberkan kronologis kasus yang menyeret orang nomor 1 (satu) di Kota mojokerto ini.

JPU KPK menyebutkan, bahwa terdakwa Mas’ud Yunus selaku Wali Kota Mojokerto periode 2013 sampai dengan 2018, bersama-sama dengan wiwiet Febryanto selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Rumah (Kadis PUPR) Kota Mojokerto, pada sekitar bulan Desember 2016, Senin tanggal 5 Juni 2017, Sabtu tanggal 10 Juni 2017, dan Jumat tanggal 16 juni 2017 bertempat di rumah dinas Walikota Mojokerto Jalan Hayam Wuruk Nomor 51 Mojokerto, di parkiran Restoran Mc Donald Jalan Sepanjang Geluran Sidoarjo, di rumah PAN Jalan Kyai Hasyim Mansyur Nomor 13 Kelurahan Gedongan Kecamatan Magersari Mojokerto, yang masing-masing termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Tindak pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN)  Surabaya yang berwenang memeriksa dan mengadili perkara ini, telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang mempunyai hubungan sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai perbuatan berlanjut, memberi atau menjanjikan sesuatu yaitu uang sejumlah Rp150 juta dan Rp300 juta sebagai realisasi pemberian janji tambahan penghasilan bagi Pimpinan dan anggota DPRD kota Mojokerto, yaitu Purnomo, Umar Faruq dan Abdulah Fanani yangg masing-masing selaku pimpinan DPRD Kota Mojokerto, yang kemudian uang tersebut dibagikan kepada anggota DPRD kota Mojokerto periode 2014-2019 lainnya dengan maksud, agar DPR Kota Mojokerto memperlancar pembahasan dan menyetujui laporan pelaksanaan anggaran pendapatan belanja daerah (APBD) Dinas PUPR Tahun Anggaran (TA) 2017 maupun memperlancar pembahasan Perubahan (PAPBD) tahun 2017, yang bertentangan dengan kewajibannya sebagaimana diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2014 Tentang MPR, DPD, DPR dan DPRD sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 42 tahun 2014 tentang perubahan atas UU RI Nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPD, DPR dan DPRD, selain itu juga diataur dalam UU RI Nomor 28 tahun 1991 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) serta peraturan DPRD Kota Mojokerto Nomor 1 Tahun 2014 tentang tata tertib DPRD Kota Mojokerto, dan perubahan tata tertib DPRD Kota Mojokerto Nomor 2 Tahun 2014 tentang kode etik DPRD Kota Mojokerto yang dilakukan sebagai berikut;

JPU KPK menyatakan, terdakwa Mas’ud Yunus sejak pembahasan RAPBD TA 2016 telah menyepakati adanya pemberian tambahan penghasilan bagi Pimpinan dan anggota DPRD Kota Mojokerto untuk memperlancar pembahasan APBD TA 2016 dan menyetujui laporan pelaksanaan APBD TA 2016. Terdakwa Mas’ud Yunus merealisasikan pemberian tambahan penghasilan untuk pimpinan dan anggota DPRD kota Mojokerto tersebut, dari bulan November 2015, Maret 2016, Juli 2016, November 2016 dan Desember 2016 hingga mencapai jumlah keseluruhan Rp1.465.000.000 (Satu milliar Empat ratus Enam puluh Lima juta rupiah)

Terdakwa Mas’ud Yunus telah merealisasikan tambahan penghasilan untuk pimpinan dan anggota DPRD Kota Mojokerto tersebut, juga mengetahui adanya pemberian Fee berupa uang dari kegiatan jaring aspirasi masyarakat (JASMAS) dari anggaran di Dinas PUPR pada program pembangunan infrastruktur pedesaan dengan nama kegiatan penataan lingkungan pemukiman penduduk pedesaan (PENLING) tahun 2016 oleh Wiwiet Febriyanto selaku Kepala Dinas PUPR kepada pimpinan dan anggota DPRD Kota Mojokerto secara bertahap, yakni sejak bulan April 2016, Agustus 2016, September 2016 dan Desember 2016 hingga mencapai keseluruhan Rp573 juta

 Terdakwa Mas’ud Yunus selanjutnya pada bulan Desember 2016, bertempat di rumah dinas Walikota bertemu dengan Purnomo, Abdullah Fanani dan Umar Faruq. Dalam pertemuan itu, Tiga pimpinan DPRD Kota Mojokerto itu menanyakan kepada terdakwa tentang kepastian diberikan-nya tambahan penghasilan untuk pimpinan dan anggota DPRD Kota Mojokerto tahun 2017 sejumlah Rp65 juta per tahun, kenaikan tunjangan perumahan serta kepastian diberikan-nya komitmen fee dari kegiatan Jasmas tahun 2017, supaya anggota DPRD Kota Mojokerto tidak mempergunakan fungsi pengawasan dan fungsi penganggaran yang dimilikinya, agar dapat mempercepat pembahasan Perubahan APBD tahun 2017.

Terdakwa Mas’ud Yunus kemudian menyanggupi akan memberikan tambahan penghasilan kepada 22  orang anggota DPRD masing-masing sebesar Rp65 juta, Wakil Ketua masing-masing sebesar Rp70 juta dan Ketua sebesar Rp80 juta per tahun, yang akan diberikan setiap triwulan pada tahun berjalan. Sedangkan berkenan dengan komitmen fee untuk kegiatan Jasmas tahun 2017, terdakwa pada awalnya menjanjikan 4 persen dari nilai kegiatan Jasmas. Namun untuk memastikannya, terdakwa selanjutnya memanggil Wiwiet Febryanto, yang kemudian di sepakati akan memberikan komitmen fee kegiatan Jasmas senilai 7 - 8 persen dari nilai anggaran Rp26b miliar.

“Pada bulan Februari 2017, bertempat di apartemen Kelapa Gading Jakarta Utara, pada saat kegiatan PDIP, terdakwa Mas’ud Yunus bertemu dengan Purnomo. Dalam pertemuan itu,  membicarakan perihal kepastian realisasi pemberian tambahan penghasilan yang akan diberikan kepada anggota DPRD Kota Mojokerto, pada saat itu menyetujui permintaan Purnomo. Namun tidak bisa segera memberikan dan meminta anggota DPRD untuk untuk “tiarap” terlebih dahulu,” ucap JPU KPK

JPU KPK menyatakan, terdakwa Mas’ud Yunus dan Wiwiet Febriyanto sampai dengan bulan Mei 2017 belum merealisasikan janji pemberian tambahan penghasilan sebesar Rp65 juta per tahun maupun komitmen fee 7 - 8% dari kegiatan Jasmas tahun 2017 kepada DPRD Kota Mojokerto. Pada hal Terdakwa Mas’ud Yunus dan Wiwiet Febryanto mengetahui adanya permasalahan berkenaan dengan APBD TA 2017, yaitu; a. Adanya penundaan sebagian kegiatan di Dinas PUPR TA 2017 pada kegiatan Penling sebesar Rp13 miliar. Hal ini mengakibatkan berkurangnya anggaran kegiatan Penling dari sejumlah Rp38.568 milliar menjadi Rp25.568 juta yang berpotensi pada berkurangnya jatah kegiatan Jasmas anggota DPRD Kota Mojokerto.

Selain itu, adanya kekeliruan penganggaran pembangunan gedung Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS) di Mojokerto yang telah dianggarkan dalam anggaran dinas PUPR Tahun TA 2017 sebesar sebesar Rp13.0096.913.000 karena dicantumkan dalam mata anggaran belanja modal. Pada hal supaya gedung PENS dapat dihibahkan, seharusnya penganggarannya dicantumkan dalam mata anggaran belanja barang dan jasa

Dengan adanya permasalahan tersebut serta belum direalisasikannya janji pemberian tambahan penghasilan dan fee kegiatan Jasmas tahun 2017, Terdakwa Mas’ud Yunus yang menginginkan agar pimpinan dan anggota DPRD Kota Mojokerto, tidak mempergunakan fungsi pengawasan dan penganggaran yang dimilikinya, yang dapat menghambat pelaksanaan APBD Dinas PUPR maupun menghambat pembahasan Perubahan APBD TA 2017.

“Pada hari Selasa, tanggal 5 Juni 2017 bertempat di rumah dinas Walikota, pada saat Purnomo, Abdulah Fanani dan Umar Faruq menanyakan kepastian realisasi tambahan penghasilan sebesar Rp65 juta per tahun maupun komitmen fee kegiatan Jasmas tahun 2017, terdakwa kemudian menyanggupinya. Pada pertemuan tersebut, Terdakwa Mas’ud Yunus memanggil Wiwiet Febriyanto untuk merealisasikan janji pemberian uang komitmen fee kegiatan Jasmas, dan triwulan serta meminta Wiwiet Febriyanto untuk membicarakan hal itu dengan pimpinan DPRD,” kata JPU KPK dalam surat dakwaannya

Menindaklanjuti arahan Terdakwa Mas’ud Yunus, pada keesokan harinya Wiwiet Febriyanto datang menemui Purnomo dan Abdullah Fanani di kantor DPRD untuk membicarakan mengenai rencana realisasi uang tambahan penghasilan yang akan diberikan per triwulan, serta uang komitmen fee kegiatan Jasms, Purnomo dan Abdullah Fanani meminta agar Wiwiet Febriyanto segera merealisasikan tambahan penghasilan untuk 2 triwulan pertama, yakni sejumlah Rp790 juta dan meminta diberikan terlebih dahulu komitmen fee kegiatan Jasmas sejumlah Rp500 juta menjelang hari raya Idul Fitri. Atas permintaan tersebut, wiwiet Febriyanto menyanggupi akan memberikan terlebih dahulu komitmen fee kegiatan jasma sejumlah Rp500 juta.

“Wiwiet Febriyanto kemudian meminta uang kepada Irfan Dwi Cahyanto alias Ipang selaku Direktur CV Bintang Persada, dan Dodi Setiawan selaku Direktur Operasional PT. Indo Jaya Sejahtera yang merupakan rekanan di Dinas PUPR, akan dikompensasikan dengan pekerjaan yang akan dianggarkan pada APBD Perubahan tahun 2017,” kata JPU KPK mengungkapkan

“Pada dini hari tanggal 10 Juni 2017, kemudian bertempat di parkiran KFC Jalan Adityawarman depan Surabaya Town Square, Wiwiet Febriyanto menerima penyerahan uang dari Irfan Dwi Cahyanto alias Ipang dan Dodi Setiawan sebesar Rp380 juta. Kemudian sekitar pukul 10.00 WIB, bertempat di parkiran Restoran Mc Donald Jalan Panjang Kelurahan Sidoarjo, menyerahkan uang sejumlah Rp150 juta kepada Purnomo sebagai realisasi komitmen fee, dan kegiatan dengan mengatakan, bahwa sisanya sejumlah Rp350 juta akan diberikan oleh Wiwiet Febriyanto pada pertengahan Juni 2017,” ungkap JPU KPK lagi

JPU KPK Membeberkan Cara Pembagian Uang Oleh Ketua DPRD Kepada Anggotanya

Menurut JPU KPK, setelah menerima uang sejumlah Rp150 juta dari Wiwiet Fenriyanto, kemudian Purnomo membagi-bagikan uang tersebut kepada 22 anggota DPRD Kota Mojokerto masing-masing sejumlah Rp5 juta. Umar Faruq dan Abdullah Fanani masing-masing selaku Wakil Ketua DPRD sebear Rp12 juta, serta Purnomo selaku Ketua DPRD sebesar Rp15 juta yang dilakukan dengan cara;

1. Pada tanggal 10 Juni 2017, sekitar pukul 12.00, di alun-alun Kota Mojokerto, Purnomo memberikan uang Rp 57.500.000 kepada Umar faroq, selanjutnya Umar Faruq menyerahkan uang tersebut kepada Gunawan sejumlah Rp30 juta untuk dibagikan kepada 6 anggota Fraksi gabungan masing-masing Rp 5 juta, yakni Dedi Novianto (Partai Demokrat), Puji Pramono (Partai Demokrat), Kholid Firdaus Wajdi (PKS), Edy Prayitno (PKS), Raihan Mustafa (PPP) dan Gunawan (PPP). Selain itu, Umar Faruq juga memberitahukan kepada masing-masing anggota Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), yakni Yuli Veronica, Maschur, Suryono dan Aris Satrio Budi, bahwa masing-masing mendapat bagian uang Rp5 juta yang disepakati dipergunakan untuk membeli parcel.

2. Sekitar pukul 17.30 WIB, Purnomo menemui Abdulah Fanani  di  rumahnya di Jalan Surodinawan Mojokerto dan menyerahkan uang sebesar Rp 37.500.000. Selanjutnya Abdullah Fanani menyerahkan uang sejumlah Rp10 untuk Junaidi Malik (Ketua Fraksi PKB) dan Choiroiyaro. Setelah itu Abdul Fani juga menyerahkan uang sejumlah Rp15 juta untuk Soni Basuki Rahardjo (Ketua Fraksi Golkar), Sony Basuki Rahardjo Ardyah Santy dan Anang Wahyudi.

Sedangkan sisanya dibagikan Purnomo kepada 5 anggota Fraksi PDIP masing-masing sejumlah Rp5 juta, yakni Darwanto, Yunus Supryitno, Febriana Meldyawati, Suliat dan Gusti Patmawati. Kemudian Rp15 juta diberikan  Purnomo kepada Edwin Indrapraja (Ketua Fraksi Gerindra)  Moch. Harun dan Ita Primaria Lestari

“Pada tanggal 16 Juni 2017 sekitar pukul 21.00 WIB, Wiwiet Febryanto melalui Taufik Fajar alias Kaji, menerima uang sebesar Rp500 juta dari Agung Haryanto yang merupakan orang suruhan Irfan Dwi Cahyanto alias Ipang dan Dodi Setiawan di depan Gang Suratan 1 Jalan Mojopahit Kota Mojokerto. Kemudian Wiwiet Febryanto meminta Taufik Fajar alias Kaji untuk menyerahkan uang sebesar Rp300 juta kepada Umar Farooq melalui Hanif Mashudi. Kemudian  Taufik Fajar alias Kaji menyerahkan bungkusan plastic berisi unag sebesar Rp300 juta kepada Hanif Mashudi di depan Gang Suratan 1 Jalan Mojopahit Kota Mojokerto,” ungkap JPU KPK

Di hari yang sama, pada tanggal 16 Juni 2017 malam hari itu sekitar pukul 21.00 WIB, Wiwiet Febriyanto dan Umar Farooq menghadiri rapat dengar pendapat (RDP) sebagai permulaan dilakukannya pembahasan rencana Perubahan APBD TA 2017 terkait permasalahan penganggaran PENS  yang sekaligus tindak lanjut atas hasil konsultasi dengan Kementerian Dalam Negeri. Pada saat berlangsungnya RDP, Umar Faruq mendapat kabar dari Hanif Mashudi,  telah menerima uang sejumlah rp300 juta dari Wiwiet Febryanto. Selanjutnya Umar Faruq menginformasikan kepada Abdullah Fanani mengenai jumlah uang tersebut.

Umar Faruq mendatangi kantor Hanif Mashudi di Jalan Surodinawan Mojokerto untuk melihat uang tersebut, dan meminta Hanif Mashudi untuk menyimpannya. Selanjutnya Umar Faruq memberitahu Purnomo dan Abdullah Fanani mengenai jumlah uang yang dibawa oleh Hanif Mashudi sebesar Rp300 juta. Setelah itu Umar Faruq pergi menuju rumah PAN di Jalan Kyai Haji Mansyur Nomor 13 Mojokerto.

Sekitar pukul 23.00 WIB (16 Juni 2017), Wiwiet Febriyanto menyampaikan bahwa uang komitmen fee tahap pertama program Jasmas yang dapat direalisasikannya adalah sejumlah Rp300 juta, dan telah diserahkan melalui Umar Faruq, sedangkan sisanya akan direalisasikan di kemudian hari.

“Pada dini hari (16 Juni 2017) setelah pelaksanaan RDP, Purnomo menemui Umar Faruq  di rumah PAN. Tak lama kemudian Umar Faruq menghubungi Hanif mashudi supaya datang ke rumah PAN. Hanif Mashudi lalu datang dengan membawa uang pemberian Wiwiet Febriyanto sebesar Rp300 juta yang disimpan dalam tas Ransel warna hitam Merk ECCE,  dan saat itulah Hanif mashudi, Umar Faruq, Abdullah Fanani, Purnomo serta Wiwiet Febryanto ditangkap oleh petugas KPK untuk proses hukum lebih lanjut,” kata JPU KPK

Bahwa perbuatan terdakwa Mas’ud Yunus bersama-sama dengan Wiwiet Febriyanto, memberi tambahan penghasilan berupa uang sejumlah R150 juta dan Rp300 juta kepada Purnomo, Abdullah Fanani, Umar Faruq serta anggota DPRD Kota Mojokerto periode 2014 - 2019 lainnya  dengan maksud, agar Pimpinan serta anggota DPRD Kota Mojokerto periode 2014-2019 lainnya memperlancar pembahasan dan menyetujui laporan pelaksanaan APBD Dinas PUPR TA 2017,  maupun pembahasan Perubahan APBD TA 2017 yang bertentangan dengan kewajibannya sebagaimana diatur dalam pasal 373 b dan huruf g jucnto pasal 400 ayat (3) UU RI Nomor 17 Tahun 2014 Tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 42 tahun 2014 tentang perubahan atas UU RI Nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD, pasal 5 angka 4 dan angka 6 UU RI Nomor 28 tahun 1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) pasal 49 huruf b dan huruf g peraturan DPRD Kota Mojokerto Nomor 1 Tahun 2014 tentang tata tertib DPRD Kota Mojokerto pasal 14 angka 2 dan angka 5 serta pasal 15 ayat (2) peraturan DPRD Kota Mojokerto Nomor 2 Tahun 2014 tentang kode etik DPRD Kota Mojokerto

“Perbuatan terdakwa Mas’ud Yunus merupakan Tindak Pidana sebagaimana diatur dan diancam dalam pasal 5 ayat (1) huruf a (atau pasal 13) UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana Juncto pasal 64 ayat (1) KUHAPidana,” kata JPU KPK diakhir surat dakwaannya.

Atas surat dakwaan JPU KPK, terdakwa Mas’ud Yunus melalui PH-nya merasa keberatan dank an menyampaikan nota keberatan (Eksepesi). Dan Ketua Majelis Hakim Dede Suryaman memberikan kesempatan pada sidang pekan depan.

Usai persidangan, PH terdakwa Mas’ud Yunus, Mahfud kepada wartawan media ini mengatakan, keberatannya pada surat dakwaan JPU KPK adalah, karena surat dakwaan JPU dianggap tidak jelas. Menurut Mahfud, JPU KPK tidak menjelaskan dalam surat dakwaannya tentang peran terdakwa.

“Keberatan kita dalam surat dakwaan JPU adalah, dakwaan tidak jelas. Jaksa tidak menjelaskan peran terdakwa dalam kasus ini. Dalam pertemuan itu, ada yang merekam pembicaraan, siapa yang memerintahkan untuk merekam pembicaraan itu. Nota keberatan kita diterima atau tidak, kita akan mengungkapkannya,” kata Mahfud.

Aneh memang, bila PH terdakwa mengatakan bahwa JPU KPK tidak menjelaskan peran terdakwa dalam kasus yang menyeret kliennya. Pada sangat jelas, dalam surat dakwaan JPU KPK diaktakan, bahwa ada pertemuan antara terdakwa dengan pimpinan DPRD Kota Mojokerto di Jakarta, yang dalam pertemuan kedua pejabat eksekutif dan legislatif itu membicarakan tentang tambahan penghasilan bagi DPRD Kota Mojokerto.  (Rd1)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top