kentut, ada baunya dan terdengar suaranya tetapi tidak
tausiapa yang kentut
- PT PAL salah satu dari 151 BUMN di Indonesia yang
menerima Award Good Performance 2017

Kehadiran ahli hukum pidana kali ini, dihadirkan oleh JPU KPK dalam perkara kasus suap OTT PT PAL, kehadapan Majelis Hakim di persidangan yang diketuai Hakim H. Tahsin., S.H., M.H serta diabntu 2 Hakim Ad Hock yaitu Dr. Andriano dan Dr. Lufsiana.
Tak ketinggalan, terdakwa melalui Penasehat Hukum (PH)-nya juga mengahdirkan ahli hukum pidana dari Fakultas Hukum Universitas Airlangga (FH-Unair) Surabaya Prof. Dr. Nur Basuki Minarno. S.H., M.Hum.
Pakar hukum pidana yang dihadirkan JPU KPK Ronald Ferdinand Worotikan, Mungki Hadpratikto, Budi Sarumpaet dan Irman Yudiandri adalah Prof. Dr. Supanto,S.H.,M.Hum, Guru Besar Fakultas Hukum Sebelas Maret (UNS) Solo, untuk 3 terdakwa yakni Arif Cahyana (Kepala Divisi Perbendaharaan), terdakwa Saiful Anwar ((Direktur Desain dan Teknologi yang merangkap Direktur Keuangan) dan terdakwa M. Firmansyah Arifin (Direktur Utama).
Mungkin bagi JPU KPK, lebih mudah menghadirkan ahli hukum pidana dari pada menghadirkan saksi fakta, yakni Sahanty Sales selaku agen PT PAL di Philipina dalam pembangunan 2 kapal perang milik pemerintah Philipina, dan Kirana Kotama, pemilik perusahaan PT Perusa Sejati selaku perwakilan Ashanty Sales di Indonesia, yang saat ini berada di Amerika Serikat.
Pada hal, menurut JPU KPK, Kirana Kotama sudah ditetpakan sebagai tersangka. Namun diakui, sulit untuk menghadirkan pengusaha yang dulu bergerak dibidang penyidiaan spare part (alat-alat) pesawat terbang itu.
Sebab Kasus suap OTT yang menjerat 3 terdakwa dari perusahaan pelat merah ini, adalah terkait penerimaan uang sebesar USD 25 ribu Dollar atau setara dengan nilai rupiah Rp 13.000 per Dollar (RP 325 juta) sebagai termin kedua dari fee agen 4,75 persen dari nilai kontrak 2 kapal perang milik pemerintah Philipina sebesar USD 86 juta Dollar lebih. antara PT PAL dengan Ashanty Sales, dimana 1,25 persen adalah sebagai chas back untuk PT PAL atas keputusan rapat Direksi atau BOD (Board Of Directors)
Dari fakta persidanagan, chas back 1,25 persen tersebut adalah uang PT PAL sendiri yang dititipkan dalam perjanjian fee angen antara PT PAL dengan Ashanty Sales. Kemudian, Shanty Sales mengembalikannya setelah dilakukan pembayaran pembangunan kapal tersebut. Dan tidak hanya itu, dalam dokumen pembangunan kapal perang Philipina, juga terdapat Dana Komando yang besarnya USD 250 ribu Dollar.
Uang chas back itulah yang dikembalikan oleh Ashanty Sales melalui Kirana Kotama, dan Kirana Kotama ke ke Agus Nugroho selaku Direktur Umum PT Perusa Sejati (sudah divonis 2 tahun penjara dari 2,6 tahun tuntutan JPU KPK ). Atas perintah Kirana Kotama, kemudian Agus Nugroho menyerahkannya ke PT PAL melalui Arif Cahyana, sekaligus menghantarkan mereka ke balik jeruji besi alias penjara setelah terlebih dahulu ditangkap tim KPK dalam Operasi Tangkap Tangan, pada akhir Maret lalu.
Sebelumnya, pada Januari 2015, PT PAL melalui Direktur Keuangan sudah menerima chas back termin pertama dari Ashanty Sales sebesar USD 163 ribu Dollah lebih. Yang menurut terdakwa saat sebagai saksi untuk terdakwa/terpidana Agus Nugroho pada Juli lalu mengatakan, bahwa uang tersebut sudah diserahkan ke Mabes TNI AL di Cilangkap untuk membayar Dana Komando yang jumlahnya sebesar Rp 18,12 Milliyar yang sudah ditentukan pada tahun 2011 sebelum terdakwa menjabat sebagai Dirut PT PAL tahun 2012.
Pada persidangan tanggal 27 Oktober 2017, terkait Dana Komando sebesar USD 250 ribu Dollar dalam pembangunan kapal perang Philipina, terdakwa Firmansyah Arifin selaku Dirut PT PAL menjelaskan, bahwa uang itu diambil dari pembayaran uang muka nilai kontrak saat pembangunan kapal dimulai tahun 2015, yang sudah diserahkan untuk pembayaran DK. Penjelasan ini, juga sudah dijelaskan terdakwa saat sebagai saksi untuk Agus Nugroho. Sehingga DK yang sudah diabayar sebesar Rp 5,3 milliar (USD 250 ribu Dollar + USD 163 ribua Dollar X Rp 13.000/Dollar)
Pada persidangan Jumat, 10 Nopember 2017, Prof. Dr. Supanto,S.H.,M.Hum menjelaskan, bahwa uang suap yang diterima oleh seorang PNS atau pejabat penyelenggara negara, dan uang tersebut dipergunakan untuk orang lain, pihak lain, perusahaan atau lembaga sosial, tidak dapat menghilangkan sangsi pidana dalam perbuatannya. Hal itu dijelaskan Guru Besar Guru Besar Fakultas Hukum UNS Solo ini dihadapan Majelis Hakim, atas pertanyaan JPU KPK.
“Tidak bisa, dalam Undang – Undang Korupsi kan perbuatan jahatnya itu, perbuatan suapnya sudah dilakukan. Pasal 12 B besar, harus melaporkan 30 hari setelah menerima, ” kata Prof. Supanto.
Kemudian JPU KPK meminta penjelasan dari ahli hukum pidana UNS Solo itu, terkait pasal 55 yang dikenakan terhadap ke- 3 terdakwa, maupun pihak lain yang mengetahui terkait penerimaan uang suap. Anehnya, JPU KPK menggunakan pertanyaan dengan kata misalkan, perusahaan, pihak lain, lembaga social. Tidak langsung menyebut PT PAL atau Direksi PT PAL.
“Ada seseorang atau beberapa orang yang bersepakat melakukan tindak pidana terkait penerimaan uang, dan kemudian kesepakatan itu disepakati dengan perantaraan orang lain. Dalam rapat Direksi, disetujui untuk menerima sesuatu itu, kemudian dilaksanakan oleh anak buahnya. Apakah hanya pelaku fisiknya saja atau orang lain yang mengetahuinya bisa dimintakan pertanggung jawaban ?,” tanya JPU KPK.
Menurut Prof. Supanto, bahwa pertanggung jawaban dapat dimintakan kepada pihak yang mengetahui, karena persetujuan rapat. “Yang rapat itu bisa, karena mengetahu dan patut diduga,” kata ahli hukum pidana ini.
Kemudian JPU KPK meminta penjelasan dari ahli hukum pidana ini, terkait Undan-Undang No 28/1999 tentang pegawai negeri atau penyelenggara negara yang bebas dan bersih dari KKN. “Didalam pembangunan tersebut, dalam pasal 2 angka 7 diterangakan bahwa yang termasuk dalam penyelenggara negara diantaranya Direksi, Komisiaris dan pejabat struktural lainnya pada BUMN dan BUMD. Apakah yang dimaksud dalam pejabat struktural, bia dikenakan terhadap terdakwa Arif Cahyana selaku Kepala Diviv Perbendaharaan ?,” tanya JPU KPK.
Menurut Prof. Supanto, bahwa pejabat struktula itu mulai dari terendah hingga tertinggi. “Pejabat structural itu mulai dari yang terendah hingga tertinggi,” jawab Ahli.
Dari apa yang dijelaskan oleh Prof. Supanto, sepertinya bisa menyeret seluruh Direksi PT PAL. Sebab, chas back 1,25 persen tersebut adalah atas keputusan Direksi PT PAL sendiri. dan tidak hanya itu. dalam persidangan sebelumnya, Majelis Hakim telah memrintahkan JPU KPK untuk memeriksa 8 orang saksi sebagai Subkon (rekanan) PT PAL, dalam pekerjaan Harkan (pemeliharaan dan perbaikan) kapal milik PT PAL.
Sebab, dalam dokumen kontrak kerja, PT PAL juga menitipkan anggaran sebagai DK yang nilainya disesuaikan dengan nilai anggaran yang ada. Dan DK tersebut akan dikembalikan oleh Subkon kepada PT PAL setelah pembayaran dilakukan. Hal itu untuk menghindari audit dari BPK RI terkait pengeluaran untuk DK yang tidak tercatat di pembukuan keuangan PT PAL.
“Ada brankas di bendahara yang mengelola Arif Cahyana, saya diberi kepercayaan untuk menyimpan uang titipan dan surat-surat berharga. Uang itu berasal dari deposito perusahaan. Ada uang kas, saya lupa tapi itu titipan, lebih dari 10 juta. saya terima dari Pak Dani. Yang menitipkan uang Pak Dani dan Arifin, yang tahu Pak Arif Cahyana dan yang lain. Setiap ada titipan, Pak Arif Cahyana selalu ada. Ada catatan tapi nggak tahu ke mana. Aawalnya 100 juta lebih, uang itu dipergunakan untuk penagihan pekerjaan yang ditagihkan ke Angkatan Laut, mengenai pekerjaan pemeliharaan. Yang saya tahu berasal dari pihak ketiga, saya tahu dari Pak Dani dan Arifin, katanya dari sub kon atau vendor,” ungkap saksi Kasidah (20 Oktobr 2017)
“Untuk biaya pemeliharaan dan perawatan, ada dana titipan sebesar US 75000 Dollar dari Pak Arif Cahyana, katanya uang Pak Dirut. Ada titipan Pak Saiful Anwar totalnya 657 juta yang menyerahkan Arif. Kalau dana DK bersumber dari vendor-vendor, ada sebesar 541 juta yang menyetorkan I Ketut Dirut PT Palindo Jaya Utama itu dipergunakan untuk penagihan dana DK,” ucap saksi Zainul (20 Oktobr 2017).
Sementara, menurut ahli hukum pidana FH.Unair Suarabaya Prof. Dr. Nur Basuki menjelaskan, bahwa kasus suap sulit untuk diketahui. Ahli hukum pidana ini mengibaratkan suap seperti orang kentut, ada baunya dan terdengar suaranya tetapi tidak tahu siapa yang kentut.
“Suap ini seperti orang kentut, ada baunya dan terdengar suaranya tetapi tidak tahu siapa yang kentut,” kata Prof. Nur.
Dosen FH. Unair ini juga menjelaskan tentang pengertian suap dalam kasus yang menjerat 3 terdakwa dari PT PAL ini, terkait penerimaan chas back. Menurut Prof. Nur Basuki Minarno, suap itu berasal dari uang si agen bukan dari PT PAL. Sementara dalam fakta persidangan, bahwa chas back 1,25 persen yang diterima oleh PT PAL dari Ashanty Sales adalah uang PT PAL sendiri yang dimasukan dalam bagian fee agen 2,5 persen menjadi 4,75 persen dari nilai kontrak 2 kapal perang milik pemerintah Philipina. Apakah unag sendiri yang dititipkan kepada pihak lain dan kemudian pihak lain itu mengembalikannya dianggap sebagai uang suap ?
Menurut Prof. Nur Basuki, bahwa kasus yang menjerat 3 terdajwa dari PT PAL ini, lebih pantas dikategorikan sebagai mark Up. Namun menurutnya, bila dikatakan mark up, maka perlu melibatkan tim audit. Prof. Nur Basuki juga menjelaskan tentang grtaifikasi menerima hadiah atau sesuatu, namun aparat penegak hukum langsung menangkapnya, ahli hukum pidana ini mengatakan tidak dapat dikategorikan sebagai suap.
Alasannya, bagi pegawai negeri atau pejabat penyelenggara negara yang menerima hadiah atau sesuatu, dia punya waktu selama 30 hari untuk melaporkannya kepada KPK. Namun Prof. Nur Basuki mengakui, bila KPK memliki alat bukti permulaan yang cukup, dapat dilakukan penangkapan.
![]() |
Terpidana 2 tahun penjara, Agus Nugroho, mantan Direktur Umum PT Perusa Sejati |
Ahli hukum pidana ini juga mengaatakan, bahwa pasal yang pantas dikenakan terhadap terdakwa adalah penyalahguaan kewenangan. Itu dikatakannya atas pertanyaan anggota Majelis Hakim Dr. Andriano. Anggota Majelis Hakim Dr. Lufsiana juga tidak ketinggalan mengajukan pertanyaan kepada ahli, terkait uang ke Komisiaris PT PAL. Menurut Prof. Nur Basuki, hal itu adalah salah.
“Kalau menurut saya ia, lebih pantas penyalahgunaan kewenangan,” kata Prof. Nur Basuki.
Sementara Ketua Majelis Hakim menanyakkan perbedaan pasal 12 huruf b (kecil) dan B (besar). Prof. Nur Basuki menjelaskan, bahwa pasal 12 huruf b kecil sudah dilaksanakan. Sementara pasal 12 B besar, ada kewajiban bagi sipenerima hadiah untuk melaporkannya ke KPK.
Namun demikian, disaat tiga terdakwa ini meringkuk dipenjara dan diadili di Pengadilan Tipikor dalam kasus suap OTT terkait penerimaan uang “chas back” sebesar USD 25 ribu Dollar dari Ashanty Sales melaui Kirana Kotama ke Agus Nugroho, terkait pembangunan kapal perang milik pemerintah Philipina, sementara uang yang diterianya itu bukan untuk diri terdakwa melainkan untuk membayar kewajiban kepihak lain yang tidak tertulis dan tidak ada aturan/dasar hukumnya, prestasi terdakwa untuk mengembangkan perusahaan stratgis milik negara ini sejak 2012 membuahkan hasil walau yang “menikmatinya” bukan lagi terdakwa melainkan penggantinya.
Dari data yang didapat wartawan, 151 Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Indonesia, PT PAL Indonesia (Persero) adalah urutan ke 4 dari 51 BUMN peneriam Award Good Performance tahun 2017. Hal itu diakui juga oleh salah salah seorang pegawai PT PAL di bagian Biro Hukum, Junaidi saat dihubungi melalui pesan WhastApp pada 6 Nopember 2017.
Yang lebih tragisnya, M. Firmansya Arifin (Dirut PT PAL) dan Saiful Anwar (Direktur Desain yang juga sebagai Direktur Keuangan PT PAL) ini langsung dipecat, kecuali terdakwa Arif Cahyana yang masih berstatus pegawai PT PAL. Hal itu diakui oleh terdakwa saat ditemui wartawan di ruang tahanan Pengadilan Tipikor beberapa waktu lalu. (Redaksi)
Posting Komentar
Tulias alamat email :