1
#Digugat karena Pimpinan Cabang Pembantu Bank Kesejahteraan Ekonomi tak memeberikan informasi Rekening ke Ahli Waris Almarhum#

Edy Winjaya. SH
beritakorupsi.co – Bila pihak Bank tak memberikan pelayanan sesuai SOP dan Undang-Undang Perbankan terhadap ahli waris yang menjadi nasabah Bank itu sendiri, lalu bagaimana masyarakat akan mempercayainya ? Harapannya hanya ada di Majelis Hakim pada Pengadilan Negeri setempat sebagai “marwah Tuhan”.
 
Itulah yang dilakukan Sri Dewi Kartika, warga Perum Citra Grand, Cibubur, Kota Bekasi, istri almarhum Rahman Rahim Salam, salah satu nasabah Bank Kesejahteraan Ekonomi Cabang Pembantu Kemayoran untuk menggungat melalui Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.

Sri Dewi Kartika, melalui Kuasa Hukumnya RBS dan Fartners, malayangkan terhadap PT. Bank Kesejahteraan Ekonomi, di Gedung IKP RI, Jalan RP. Suroso No. 21. Cikini, Menteng, Jakarta Pusat seaku tergugat I, Bank Kesejahteraan Ekonomi, Kantor Cabang Pembantu Kemayoran, di Wisma Iskandarsyah,  Jalan Iskandarsyah Kav 12 - 14. Blok. B No 10 Melawai, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan sebagai tergugat  II, Lusi Lusmiati (Kepala Kesejahteraan Ekonomi Cabang Pembantu Kemayoran), warga Komplek Walikota, Jalan Nuri Blok. A2/19 RT 001/RW 006 Kel. Sukapura, Kec. Cilincing Jakarta Utara, sebagai tergugat III, Elvira Emilia Salam (adik kandung almarhum Rahman Rahim Salam) warga Jl. Asem Baris Raya No. 124 RT 002 RW 007 Kel. Kebon Baru, Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan, selaku penerima kuasa dari istri almarhum Rahman Rahim Salam, Sri Dewi Kartika dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Menara Radius Prawiro, Jalan M. H. Thamrin No. 2. Jakarta Pusat  turut tergugat.

Gugatan yang dilayangkan Sri Dewi Kartika melalui Kuasa Hukumnya terhadap para tergugat dan turut tergugat, karena dirinya sebagai ahli waris dari alm. Rahman Rahim Salam, yang meninggal pada Januari 2013 lalu, tak mendapat pelayanan sebagai mana mestinya terkait keberadaan rekening almarhum di Bank tersebut. Bahkan Sri Dewi Kartika, justru merasa dipermainkan atas sikap Bank saat dirinya hendak meminta informasi setelah Elvira Emilia Salam tak dapat ditemui bahkan tak mmemberikan laporan apapun atas surat kuasa yang diterimanya dari sang kakak ipar.
 
Tak hanya pihak Bank sendiri, lembaga pengawas keuangan, yakni Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga dianggap berpihak ke Bank Kesejahteraan Ekonomi, yang tak membantunya untuk memperoleh nasib rekening sang suaminya. Justru Bank Indosia yang merasa ikut prihatin atas nasib yang dialami istri almarhum, saat Sri Dewi Kartika menyuratinya.

Hal itu seperti yang disampaikan Sri Dewi Kartika atau Dewi,  kepada wartawan media ini, pada Senin, 3 Oktober 2017.

Dewi menceritakan, semasa hidup suaminya, almarhum (alm) Rahman Rahim Salam, yang meninggal dunia pada tanggal 22 Januari 2013, adalah nasabah Bank Kesejahteraan Ekonomi, Kantor Cabang Pembantu Kemayoran, di Wisma Iskandarsyah, Jalan Iskandarsyah Kav 12 - 14. Blok. B No. 10. Melawai, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

“Kurang lebih Satu bulan setelah suami saya meninggal, yaitu sekitar Pebruari 2013, Elvira menghubungi saya untuk meminta tandatangan beberapa surat kuasa yang salah satunya adalah, Surat Kuasa Ahli Waris tertanggal 24 Februari 2013. Tanda tangan pada surat kuasa tersebut diminta Elvira dengan alasan untuk membantu saya melakukan pengurusan harta peninggalan alm. berupa tabungan, deposito maupun  simpanan lainnya di Bank Kesejahteraan Ekonmi. Tapi dalam surat kuasa itu hanya menyebutkan, bahwa Elvira Emilia Salam sebagai penerima Kuasa. Tapi tidak secara jelas menyebutkan untuk menutup buku rekening atau tabungan lainnya di Bank Kesejahteraan Ekonomi dan tidak mencantumkan nomor rekening tabungan," kata Dewi bercerita.

Dewi bercerita. Saat itu dirinya masih dalam keadaan berkabung yang belum genap 1 bulan sang suami tercintanya meninggalkannya bersama dua anaknya. Semula Dewi menolak untuk menandatangani surat kuasa tersebut, karena merasa alm. suaminya belum lama meninggal. Sehingga rasanya tidak pantas dan belum waktunya mengurus soal harta-harta peninggalan almarhum. Namun karena Elvira memaksa dengan berbagai macam alasan dan tidak mau bertengkar, akhirnya Dewi bersedia menandatangani surat kuasa.

“Waktu itu sedikit memaksa, katanya sudah ditunggu Lurah. Tandatangan pun dimakam suami saya. Waktu ditelepon, tidak diberitahukan kalau mau minta tandatangan. Saya kira untuk ziarah makanya saya temui,” lanjut Dewi.

Setelah Elvira, lanjut Dewi, menerima surta kuas tersebut, Ia tak pernah menerima laporan apapun. Bahkan setiap kali diminta pertanggung jawabannya terkait surat kuasa, Elvira terkesan menghindar dengan berbagai alasan. Tragisnya, Dewi tak tau bagaimana hasil dari pengurusan uang alm. Suaminya oleh Elvira di Bank Kesejahteraan Ekonomi.

“Saya berkali-kali menghubungi Elvira dan menanyakkan tentang tabungan alm. Suami saya, alasannya banyak. Katanya ada hutang di Rumah Sakit sebesar Rp 2 milliar. tapi saat saya minta buktinya tak bisa ditunjukkan. Saya tunggu bukti tagihan Rumah Sakit, alasannya banyak. Setelah saya ke Rumah Sakit, ternyata hanya 70 juta. Biaya pengobatan alm. Suami saya sejak berobat selama 3 tahun, tidak lebih dari 700 juta, dibawah 700 lah. Setiap kali saya hubungi dan minta bukti tagihan Rumah Sakit yang 2 milliar itu, tidak ada kejelasan, akhirnya saya mencabut surat kuasa pada tanggal 6 Desember 2015. Saya merasa ada yang disembunyikan atau ditutup-tutupi, dan juga merasa dicu ke Polda Metro Jaya, tanggal 24 Desember 2015,” beber Dewi menceritakan

Untuk mendapatkan informasi tentang nasib rekening tabungan dan deposito alm. Suaminya, Ia pun menemui Lusi selaku Kepala Cabang Pembantu  Bank Kesejahteraan Ekonomi untuk menyampaiakan bahwa surat kuasa yang diberikan kepada Elvira dicabut.

“Waktu itu saya tidak bertemu dengan Lusi, katanya sudah pindah kantor. Tanggal 28 Desember 2015, saya dengan didampingi Kuasa Hukum serta ada teman, mendatangai kantor PT Bank Kesejahteraan Ekonomi di Gedung IKP RI, Jalan RP. Suroso No. 21. Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, untuk menyampaikan secara langsung surat pemberitahuan pencabutan kuasa terhadap Elvira, atas pengurusan rekening-rekening alm. pada Bank Kesejahteraan Ekonomi No. 06/STH-S.Pemb/XII/2015 tertanggal 28 Desember 2015, dan sekaligus meminta Informasi tentang data rekening alm. Suami saya,” kata Dewi sambil menunjukkan bukti berupa surat kuasa, surat dari OJK, dari BI dan bukti LP (Laporan Polisi).

“Saat Lusi mengatakan, bahwa rekening alm. Suami saya sudah lama ditutup oleh Elvira, dan uang hasil pencairan telah diserahkan ke Elvira. Waktu saya tanya berapa jumlahnya, Lusi tak dapat menjelaskan, katanya tak banyak,” lanjut Dewi.

Yang lebih anehnya lagi, saat Dewi meminta penjelasan dari sang pimpinan Bank itu, terkait langkah apa yang harus dia lakukan utuk dapat memperoleh informasi tentang rekenig suaminya, Lusi justru menjawab akan mendikusikannya terlebih dahulu dengan Elvira.

“Saya kan istri sah almarum, apakah saya tak berhak mendapat informasi langsung dari Dia (Lusi) ? Kenapa Dia harus nanya Elvira. Elvira kan hanya menerima kuasa dari saya dan surat kuasa itu sudah saya cabut. Aneh kan,” kata Dewi dengan nada tinggi.

 Ada apa antara Lusi selaku pimpinan Bank harus berdiskusi terlebih dahulu dengan Elvira untuk dapat menjelaskan terhadap istri alm. sebagai ahli waris yang sah ? apakah ada sebuah “kesepakatan” antara Lusi dan Elvira terkait uang alm. yang disimpan di Bank Kesejahteraan Ekonomi berupa tabungan dan deposito ?

“Karena saya merasa ada yang janggal, saya pun mengirimkan surat permohonan Kedua No. 01/STH-S.Pemb/I/2016 tertanggal 11 Januari 2016, yang kali ini disertai komplain atas pelayanan pihak Bank Kesejahteraan Ekonomi. Setelah itu,  baru saya menerima surat jawaban dari PT Bank Kesejahteraan Ekonomi, No. 134/CB-JKT/2016 tertanggal 19 Januari 2016, yang ditandatangani oleh Lusi selaku Pimpinan Cabang dan Deby Handayani selaku Pemimpin Cabang Pembantu. Isinya menyatakan, bahwa (“setelah rekening ditutup dan diselesaikan terhadap nasabah, maka hubungan hukum dengan Bank telah berakhir dan tidak ada kewajiban Bank untuk memenuhi permintaan istri almarhum selaku ahli waris”),” ujar Dewi.

Ibarat Peribahasa, banyak jalan menuju Roma. Itulah yang dialami oleh istri alm. untuk memperoleh kejelasan tentang rekening alm. suaminya di Bank Kesejahteraan Ekonomi, yaitu dengan memberikan surat kuasa kepada penyidik Polda Metro Jaya. Hasilnya pun diketahui, bahwa jumlah uang alm. suaminta yang dicairkan oleh Elvira di Bank Kesejahteraan Ekonomi sebesar Rp 6.644.855.771,36, yang terdiri dari, 1 lembar sertifikat deposito No. 930002580 senilai Rp. 5.013.150.684,92,; 1 lembar sertifikat deposito No. 930011539 sejumlah Rp. 1.503.945.205,44 dan 1 rekening tabungan No. 910000398 sebanyak Rp. 127.759.881.

“Ini saya tahu setelah penyidik memperolehnya. Pada hal kata Lusi, saat saya temui, uangnya tak banyak,” ucapnya sambil menggeleng-gelengkan kepala

Setelah berbagai usah dilakukan Dewi untuk memperoleh informasi tentang rekening tabungan dan deposito alm. suaminya, termasuk menyurati OJK dan BI tak ada penyelesaian. Akhirnya, Dewi pun menempuh jalur hukum dengan melayangkan gugatan melalui melalui Kuasa Hukumnya, Edy Winjaya dari kantor RBS dan Fartners.

Kepada wartawan, Edy mengatakan bahwa dalam surat gugatannya, para tergugat (tergugat I, II, III) dianggap melanggar prinsip kehati-hatian Bank, yang mengakibatkan kerugian bagi ahli waris yang sah. Selain itu, Edy juga mengatakan, bahwa Dewi telah mencabut surat kuasa yang diberikannya terhadap Elvira, sesuai dengan pasal 1823 KUHPerdata. Dengan dicabutnya surat kuasa tersebut, harusnya penerima kuasa harus menyerahkas segala sesuatu yang berkaitan dengan isi surat kuasa yang diterimanya.

“Sidangnya sudah berjalan beberapa kali. Isi gugatan kami adalah melanggar prinsip kehati-hatian Bank, yang mengakibatkan Ibu Dewi mengalami kerugian sebagai ahli waris yang sah. Mengenai surat kuasa yang diberikan Ibu Dewi sesuai dengan surat kuasa, harusnya penerima kuasa menyerahkan segala urusan yang berhubungan dengan isi surat kuasa kepada pemberi kuasa dalam hal ini Ibu Dewi. Nah, itu kan sudah jelas diatur dalam pasal 1813 KUHPerdata. Ternyata tergugat IV tidak mengindahkan pencabutan kuasa tersebut serta tidak  menyerahkan kembali segala urusan yang dijalankannya kepada Ibu Dewi, walaupun telah diminta berkali-kali,” kata Edy.

 Edy menjelaskan, dalam isi gugatan kita jelas, yaitu dalam pasal 44 huruf A ayat (2) Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan yang berbunyi, “Dalam hal nasabah penyimpan telah meninggal dunia, ahli waris yang sah dari nasabah penyimpan yang bersangkutan, berhak memperoleh keterangan mengenai simpanan nasabah penyimpan tersebut.

“Ini gugatan kami terhadap para tergugat,” tegas Edy

 Terkait hal tersebut, saat wartawan media ini menghubungi Zulfadli selaku Kuasa Hukum Elvira melalui pesan WhatsApp di nomor 081113XXXX, dengan angkuhnya menjawab, apa urusannya. “Apa urusannya yaa ? Ente tanya aja sama Dewi yaa. I will say no. comment. Thank you,” jawab  pengara angkuh ini melalui pesan WhatsAppnya, Senin, 2 Oktober 2017 sekira pukul 11.21 WIB.

Sementara Lusi Lusmiati, selaku Kepala Cabang Pembantu Kemayoran Bank Kesejahteraan Ekonomi, saat dihubungi melalui pesan singkat (SMS) maupun melalui pesan WhatsApp ke nomor 0856803XXXX  tak bersedia menanggapi.  (Redaksi)

Posting Komentar

  1. Kami d rugikan sama pihak yg mengaku bank bke yg ber nama moh khosiin direktur utama bank cabang bke surabaya sebesar 32.400.000, kami harap untuk d usut tuntas dan kembalikan dana kami melalui rekening kami bri 801301002579507. Kami harap uang kembali dsn pelaku y d usut sesuai perundang" yg ada d negri ini

    BalasHapus

Tulias alamat email :

 
Top