0
 Anggota Polisi Lumajang bersaksi di Persidangan

Surabaya  – Dalam persidangan kasus perkara pidana, saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU), terlebih dahulu disumpah dihadapan Majelis Hakim, akan menjelaskan apa yang dia (saksi) ketahui tidak lain dari yang sebenarnya.

Sebab, keterangan saksi dalam perkara pidana adalah salah satu alat bukti. Namun, saksi yang memberikan keterangan palsu dalam persidangan dapat diancam hukuman dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun menurut, pasal 242 ayat (1) dan (2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP. Hal itu hampir terjadi dalam sidang perkara Pidana Minerba dalam pasal 161 UU RI No 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara Jo pasal 64 ayat (1) KUHP Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, dengan terdakwa Eriza Hardi Zakaria (31) warga Jambangan Surabaya, pada, Kamis, 25 Pebruari 2016.

Dalam persidangan yang yang diketuai Hakim Jihad Arkanudin, dengan agenda mendengarkan keterangan 4 orang saksi yang dihadirkan JPU Dodi Gazali Emil, dari Kejari Lumajang. Keempat saski tersebut yakni, Sutomo, selaku sopir alat berat Excavator, Paimin (PNS) Kepala kantor KPTT Disperindak, Kab. Lumajang, Hasan Basri (penyidik dari Kepolisian) dan Ruliyanto, supir truk.

Dihadapan Majelis Hakim, saksi Hasan Basri, sempat kebingungan menjawab pertanyaan Suryono Pane, selaku Penasehat Hukum (PH) terdakwa, Eriza Hardi Zakaria. Pasalnya, keterangan saksi yang mengatakan dihadapan Majelis Hakim, bahwa antara terdakwa dan Rofik terkait galian pasir adalah bagi hasil bukan sewa. Bahkan berkali-kali saksi yang juga penyidik kepolisian ini mengatakan bagi hasil.

Suryono Pane pun sempat mengingatkan saksi Hasan Basri, yang juga anggota Polisi ini terkait keterangan yang dianggap berbeda antara di Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dengan keterangannya dihadapan Majelis. Pane, lalu membacakan keterangan saksi di BAP setelah meminta ijin dari Majelis. Keterangan saksi dalam BAP tersebut dijelaskan bahwa antara terdakwa dan Rofik adalah sewa.

Namun terlihat agak bingung, saksi mengatakan mencabut keterangannya di BAP saat dirinya diperiksa penyidik. Pada hal dia (saksi) juga penyidik yang melakukan penyidikan ke lokasi tambang pasir sebelum kejadian penganiayaan Tosan dan meninggalnya Salim Kancil. Sesama penegak hukum, JPU Dodi pun membela saksi yang membenarkan bahwa bukti terkait keterangan saksi terlampir dalam surat dakawan atau BAP saksi setelah mendapat pertanyaan saat ditanya Majelis.

Beruntunglah saksi Hasan Basri, tidak mempertahankan keterangannya tentang bagi hasil. Ketrangannya dicabut sesaat setelah JPU menunjukkan bukti dihadapan Majelis. Sementara saksi Sutomo, selaku sopir alat berat Excavator, menjelaskan kepada Majelis, kalau dirinya hanya sebagai sopir alat berat dengan gaji per hari sebesar Rp 175 ribu. Sementara yang menggajinya adalah Rofik bukan terdakwa Eriza.

“Saya kerja sama Pak Eriza. Yang gaji saya Pak Rofik. Saya nggak tau apakah ada kerjasama,” jawab saksi.
Yang mengherankan saat persidangan adalah, keterangan saksi Paimin selaku Kepala kantor KPTT yang mengatakan bahwa kegiatan tambang pasir di Desa Selok Awar-Awar, Kec. Pasirian, Kab. Lumajang, tidak ada ijin. Kemudian saksi mengatakan kalau lokasi tersebut tidak ada pemiliknya. “Tidak punya ijin. Itu tidak ada pemiliknya,” ujarnya.

Usai persidangan, Terkait keterangan saksi Hasan Basri, yang mengatakan bahwa terdakwa dengan Rofik adalah sistim bagi hasil bukan sewa. Dengan tegas, Pane mengatakan bahwa bukti yang ditunjukkan JPU dihadapan Majelis bukan bagi hasil.

“Bukan bagi hasil tapi sewa. Kalau tadi keterangannya tidak ditarik, saya akan minta kepada Majelis untuk dibuatkan penetapan atas keterangan palsu,” pungkas Pane. Pane pun menjelaskan, bahwa terdakwa tidak ada hubungannya dengan kasus penambangan. Terdakwa hanya menandatangani SPK (Surat perintah Kerja) karena dalam SPK tersebut akan menjadikan Kabupaten Lumajang menjadi Kota Wisata.

“Terdakwa disuruh menandatangani SPK. Untuk pembuatan Desa wisata. SPK itu bertujuan untuk membuat Desa Wisata bukan melakukan penambangan,” ujar Pane.

Suryono Pane, mengatakan, terdakwa menandatangani SPK karena disebutkan akan menjadikan Desa Wisata dan terdakwa bukan sebagai rekanan/kontraktor. Karena SPK itu sendiri dibuat oleh LMDH (Lembaga Masyarakat Desa Hutan).  (Redaksi)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top