0
H.R. Trisno Hardani
Surabaya – Indonesia adalah negara hukum dengan menganut azas praduga tak bersalah. Dalam Penjelasan Umum KUHAP butir ke 3 huruf c yaitu, “Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap”.

Sedangkan dalam pasal 8 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, “Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, atau dihadapkan di depan pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap.”

Hal itu dikatakan H.R. Trisno Hardani Cs, dari Kantor Pengacara/Penasehat Hukum Hardani, SH & Associates selaku Penasehat Hukum (PH) Tiga terdakwa (SM, TH dan RS) dalam kasus dugaan penculikan terhadap korban Amira pada Desember tahun lalu.

Hal itu disampaikan Trisno Hardani atau yang lebih akrab disapa Tris, kepada media ini saat ditemui di rumahnya di daerah Darmo, terkait pernyataan Jaksa dari Kejari Surabaya di salah satu media harian yang mengatakan, dirinya (Jaksa) sangat optimistis bahwa Perkara terebut bisa terbbukti dipengadilan.

“Ancaman 12 tahun yang disampaikan oleh Jaksa diberita itu. Jaksa mengatakan dalam berita itu, bahwa ancamannya 12 tahun, pasal 328. Kami selaku Pengacara Simon Mojang Cs, menjelaskan dalam perkara itu ada tiga pasal yang dikenakan penyidik/Jaksa dalam Perkara itu antara lain, pasal 328, pasal 335 ancamannya 9 bulan dan pasal 365,” beber Trisno

Menurut Trisno, pemberitaan seperti itu, tidak membuat masyarakat takut karena kebenaran ada dalam persidangan. “Saya sebagai pengacara, kalau berita-berita seperti ini, kalau sekarang ini masyarakat sudah tidak takut. Karena dalam persidangan nanti, kita akan fight. Dalam pasal itu disebutkan dan atau,” ungkap Trisno.

Kalau pasal 328, menurut Trisno, ada fakta-fakta yang tidak mendukung. “Dalam fakta kejadian, mereka (tersangka) sebelum menemui pelapor (Amira), sudah terlebih dahulu melapor ke RT selaku pejabat setempat dan meninggalkan KTP. disitu tidak ada kekerasan. Saksi, pembantu yang punya rumah (Amira), mengatakan tidak ada kekerasan. Pada saat keluar rumag baik-baik. Tidak ada barang-barang atau tangannya diseret, tidak ada. Hasil Visum juga tidak ada,” terang Trisno

Kekerasan, menurut mantan Cawali dari Indenpenden ini mengatakan ada dua, kekerasan fisik dan mental. “Kekerasan fisik dapat dibuktikan dengan hasil Visum, kekerasan mental dengan hasil pemeriksaan psikiater. Kemudian, pada saat gelar perkara di Polrestabes, pelapor tidak darang,” jelasnya.

Sementara, dalam sebuah rekaman Video saat kejadian tersebut terlihat, Amira dan para tersangka saat berada didalam mobil, sangat akrab. Amira duduk didepan, disamping sebelah kiri sopir sambil menikmati jajan dan bercanda. Lalu, andaikan terjadi kekerasan atau penculikan, mengapa korban (Amira) tidak melarikan diri sebelum masuk kedalam Mobil? Padahal, dalam adegan Video terebut, Amira berjalan didepan para tersangka sambil menenteng sesuatu dan kemudian masuk sendiri kedalam mobil. Selain itu, Amira juga dikabarkan telah mencabut laporannya ke Polrestabes Surabaya serta adanya surat pernyataan dari Amira sebelum berkas perkara tersebut dinyatajan P21.

Sekadar diketahui, Amira dikabarkan diduga diculik di rumahnya di Jalan Manyar Tirtoyoso, pada, Senin 7Desember 2015, malam. Saat itu Amira baru saja pulang dari membeli bakso bersama pembantunya. Saat baru masuk rumah, datang pria tak dikenal yang minta dibukakan pintu. Amira yang tidak curiga langsung membukakan pintu.

Pria itu memaksa Amira ikut bersamanya, tapi Amira melawan. Hal itu membuat Amira dipukul dan dipaksa untuk menuruti permintaan pria tersebut. Lalu, siapa sebenarnya si pelapor Amira diculik, hingga polisi menemukannya ?  (Redaksi)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top