0

Surabaya – Kasus perka dugaan Korupsi dalam proyek pembangunan Embung (waduk) yang berlokasi di Kelurahan Pilangbango, Kecamatan Kartoharjo Kota Madiun, yang dikenal dengan Embung Pilangbango, “jadi sandiwara hukum”.

Penyidik Kejaksaan Negeri Madiun dalam menangani kasus proyek yang didanai dari APBD Provinsi Jawa Timur tahun anggaran (TA) 2012 sebesar Rp 19 M itu, namun pelaksanaan proyek baru dikerjakan tahun 2014, dan saat tetap meninggalkan berbagai pertanyaan.

Pasalnya, Kejari Madiun hanya menyeret dua terdakwa yang dianggap paling bertanggung jawab rusaknya proyek tersebut yaitu, Agus Subiyanto, yang menjabat selaku Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Madiun, sebagai Pengguna Anggaran juga Kuasa Pengguna Anggaran (PA/KPA) dan Maryani, selaku konsultan perencana dari PT Peta Konas. Sementara pelaksana (pemenang lelang), konsultan pengawas, PPTK (Pejabat Pelaksana Teknik Kegiatan “bisa bermimpi indah” dirumahnya

Dalam pelaksanaan proyek pembangunan Embung, dengan luas kurang lebih dari 2 hektar itu, fungsinya untuk menampung air, mengantisipasi musim penghujan maupun kemarau, yang seharusnya sudah selesai pada akhir 2014. Namun, hingga waktu yang ditentukan juga belum selesai.

Bahkan bangunan Embung tersebut telah mengalami kerusakan berupa retak-retak disejumlah dinding dan ada juga yang sudah ambrol. Hal ini disuga karena tidak sesuai dengan spek, sehingga belum ada pembayaran 100% ataupun serah terima pekarjaan.Pada hal, kasus ini dianggap telah merugikan negara sebesar Rp 4,1 miliiar dari anggaran Rp 18,760 M (nilai penawaran pemenang lelang) karena proyek yang menelan anggaran dari uang rakyat hingga puluhan milliaran itu, karena tidak selesai dikerjakan tepat waktu apalagi proyek tersebut mengalami kerusakan.

Apakah pekerjaan proyek yang diduga tidak sesuai dengan gambar, pekerjaan (speck) sehingga mengalami kerusakan dan tidak selesai tepat waktu, hanya menjadi tanggung jawab mutlak oleh PPKm dan konsultan perencanaan ? Atau ada pihak lain yang ikut bertanggungwab ? Namun telah “diamankan” ? Lalu siapa yang bertanggung jawa atas “raibnya” uang negara 4 milliar, mengingat terdakwa hanya dibebani uang uang pengganti sebesar Rp 120 juta oleh Majelis Hakim ?

Kedua terdakwa ( Agus dan Maryani) dinyatakan terbukti bersalah secara bersama-sama melanggar pasal 3 jo pasal 18 UU Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Majelis Hakim pun telah menjatuhkan hukuman pidana (Vonis) penjara badan kepada keduanya pada, Jumat, 18 Maret 2016. Sidang tersebut, dibacakan Majelis Hakim yang diketuai Hakim Tahsin secara terpisah. Kedua terdakwa (Agus Subiyanto dan Maryani) yang didampingi masing-masing Penasehat Hukum (PH)-nya dijatuhi hukuman masing-masing 3 tahun penjara badan.

“Mengadili, menjatuhkan hukuman pidana penjara terhadap terdakwa Agus Subiyanto, dengan pidana penjara selama 3 tahun, denda sebesar Rp 50 juta. Apabila tidak dibayar, maka diganti 2 (dua) bulan kurungan,” ucap Hakim Tahsin.

Pada sidang sebelumnya dengan terdakwa Maryani, selaku Konsultan Perencanaan dari PT Peta Konas, dia juga dihukum yang sama. Bedanya, Maryani dihukum pidana tambahan berupa pengembalian uang yang diterimanya terkait pekerjaannya sebesar Rp 120 juta. Apa bila tidak dibayar, diganti pidana penjara selama 3 tahun 6 bulan.


Pertimbangan Majelis Hakim dalam amar putusannya menyatakan, bahwa terdakwa Agus Subiyanto tidak membentuk Panitia Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP) yang tercantum dalam pasal 18 ayat (1) Perpres 54/2010 yang diubah dengan Perpres 70/2012.

Sementara terhadap terdakwa Maryani, dalam pekerjaan tersebut selaku Konsultan Perencanaan, tidak melibatkan ahli. Sehingga pekerjaan Embung tidak dapat dilanjutkan karena mengalami kerusakan berupa retak-retak disekitar dinding pekerjaan. Dari hasil pekerjaan sebagai Konsultan Perencanaan, terdakwa telah menerima sebesar 121 juta lebih belum termasuk pajak. Atas vonis tersebut, JPU maupun terdakwa masih pikir-pikir. “Kita pikir-pikir dulu, mas,” kata Agus singkat Sebelumnya, JPU dari Kejari Madiun menuntut keduanya dengan pidana penjara badan, masing-masing selama 7 tahun, denda 200 juta subsidair 3 bulan kurungan. Juga dituntut untuk wajib mengembalikan kerugian negara sebesar Rp 4,1 milliar, subsidair 3,6 tahun penjara.

Padahal, dalam UU Korupsi, pengembalian kerugian negara yang dikenakan kepada terdakwa, adalah besarnya uang yang dinikmatinya. Bukan seluruh kerugian negara wajib dikembalikan terdakwa. Menurut Agus Subiyanto, seperti yang disampaikan kepada media ini usai mengikuti persidangan, Proyek Embung Pilangbango, sudah ada calon pemenangnya sebelum ada proses lelang. Bahkan menurut Agus, dirinya mendapat arahan langsung dari Wali Kota tentang siapa calon pemenang lelangnya.

Tidak hanya itu, Agus juga mengatakan bahwa Andik Sulaksono, telah terlebih dahulu memberikan uang sebesar Rp 2 M kepada anak Wali Kota sebelum ada proses lelang. Andik sendiri menurut terdakwa adalah rekan kerja Pemkot Madiun yang dalam proyek Embung, dia (Andik Sulaksono) adalah orang kedua selaku pelaksana dari PT Indah Cahya Madya Pratama, Lamongan yang membuat perjanjian dengn Direktur PT Indah Cahya Madya Pratama, Dhata Wijaya.

“Dua miliiar, yang ngasih adalah pelaksana, Andik Sulaksono ke Boni, anaknya Wali Kota. Jabatannya Sekretaris Partai Demokrat Jawa Timur. Uang itu dikasih setelah anggaran ini masuk ke Kas Daerah, sebelum lelang. Dia (Andik Sulaksono) adalah Mitra kerja Wali Kota. Andik sebagai pelaksana orang kedua. Orang pertama kan PT Indah Cahya Madya Pratama, Lamongan. Itu kerja sama operasional, tapi yang mempunyai persyaratan kemampuan dasar adalah PT Indah Cahya Madya Pratama yang direkturnya, Dhata Wijaya. Ada perjanjian dinotaris,” ungkap Agus

Agus menceritakan, bahwa anggaran untuk proyek Embung adalah APBD bantuan Khusus Pemerintah Provinsi Jawa Timur TA 2012 ke Pemkot Madiun. “Inikan APBD Provinsi tahun 2012 yang diserahkan bantuan khusus Gubernur ke APBD Kota. Jadi uang itu masih di kas daerah. Jadi uang pribadi pelaksana itu yang diberikan kepada sudara Boni tadi, dipanjar dulu gitu. Arahan langsung dari Wali Kota kalau ini (Andik Sulaksono) akan pemenang lelang, semua perintah lisan,” ungkap Agus.

Terdakwa Agus mengungkapkan, bahwa perintah Wali Kota kepada dirinya adalah untuk mengamankan pelaksanaan proyek. Karena anggaran TA 2012 tidak bisa dikerjakan tahun 2014 karena adanya perubahan harga bahan.

“Urus bantuan dana ini langsung ke Gubernur ke Grahadi. Saya harus ketemu jam 7 malam dengan Pak Gubernur dengan sudara Boni tadi. Karena nggak bisa ketemu dengan Gubernur, dokumen surat permohonan pembangunan Embung Pilangbango Madiun dari Wali Kota, saya serahkan ke sudara Boni, ia itu urusan Boni. Ini kan anggaran 2012, tentunya harga satuan yang tertuang sebagai harga dasar itu masih penghitungan tahun 2012. jadi kalau dijerjakan tahun 2014 tentu tidak bisa karena tingkat inflasi naik, BBM naik,” beber Agus.

Ditanya lebih lanjut terkait besarnya HPS (Harga Perkiraan Sendiri), jumlah peserta lelang dan pemenang sebenarnya, terdakwa Agus mengungkapkan bahwa, besarnya HPS adah sebesar Rp 19 milliar dengan perserta lelang sebanyak 30 peserta.

“HPS nya 19 miliiaran. Jumlah peserta 30 orang berarti 30 CV. Kalau pemenang yang sebenarnya adalah yang 16 milliar itu, saya nggak jelas siapa. Dia digugurkan karena faktor Admintrasi. Kalau penawaran PT Indah Cahya Madya Pratama, 18,750 M,” ungkapnya.  Agus menjelaskan, sesuai petunjuk Wali Kota, disarankan agar dijadikan Satu paket. Sebelumnya, Andik Sulaksono sudah membicarakan mengenai penyelesaian kewajiban Pemkot sebesar kurang lebih Rp 6 milliar yang ditindak lanjuti dengan pertemuan untu membicarakan permasalahan proyek Embung di Hotel JW Maroit Surabaya. Saat itu dihadiri Kajari Madiun, Suluh Dumadi di dilantai 20, Kasi Intel, Aliq Rahmat Yakin, dilobby bawah. Dan Andik Sulaksono datang terakhir menyusul kelantai atas bergabung dengan Jaksa Kejati Arief Irsaal, Wali Kota Madiun Bambang Irianto.

Terdakwa juga menceritakan, pada saat Kejari Madiun melakukan Pulbaket (pengumpulan barang bukti dan keterangan) sekitar Mei 2015, terdakwa diminta tolong oleh Andik, untuk menemani menghadap Kasi Pidsus setelah pertemuan di Hotel JW Mariot. Tujuannya minta bantuan Kasi Pidsus agar kasus Embung dapat dikondisikan. Dalam pertemuan tersebut menurut Agus, Kasi Pidsus Madiun akan membantu dengan catatan tidak recehan.

“Setelah malamnya pertemuan di Hotel JW Mariot, besoknya Andi menceritakan dari A samapai Z ke saya dan mengajak saya menemui Kasi Pidsus. Saat pertemua itu, Kasi Pidsus mengatakan mau bantu asal jangan receh. Dia (Kasi Pidsus) sampai dua kali loh mengatakan jangan receh,” cerita Agus.

Pertemuan Agus dan Andik tidak berhenti disitu. menurut Agus, malamnya sekitar jam 19.00, Agus juga menemui Kasi Pidsus ke rumah kosnya di Jalan Sumatra. “Malam sekitar jam tujuh sampai setengah sepuluh malam, bulannya sekitar Maret, tanggalnya saya lupa. Saya sendiri kan dekat di Jalan Sumatra. Itu rumah mantan Wali Kota Malang,” kata Agus.

Saat diminta tanggapannya terkait pernyataan Wali Kota Madiun, Bambang, tanggal 15 Maret 2016 yang mengatakan, “nanti kalau saya dipanggil, baru saya akan menggugat”. Agus mengatakan, bahwa apa yang diungkapkannya dalam persidangan adalah pertanggung jawabannya kepada Majelis Hakim juga kepada Tuhan Yang Maha Esa.

“Pada prinsipnya, dalam fakta persidangan itu, saya menandatangani diatas materai, dan itu saya diambil sumpah, itu mempertanggungjawabkan saya dihadapan Majelis Hakim yang Mulia, yang hadir pada saat itu juga dan betul-betul sebagai wujud pertanggungjawaban saya kepada Tuhan Yang Maha Esa,” ujar Agus

Sementara, Kepala Kejaksaan Negeri Madiun, memberi tanggapan disalah satu Harian pada tanggal 14 Maret 2016, dan tidak mau menanggapi saat wartawan Media ini menghubungi dengan mengirim SMS ke No HP Kasi Pidsus Madiun setelah terlebih dahulu memperoleh Nomor HP-nya dari Kasi Pidum, pada, Jumat, 11 Maret 2016.  (Redaksi)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top