0
Riyadh. SH
Surabaya  – Seiring dengan diajukannya gugatan Praperadilan atas penetapan Ketua Umum Kadin Jatim, La Nyalla Mahmud Mattalitti, sebagai tersangka dalam kasus dugaan Korupsi penggunaan dana hibah Kadin Jatim tahun 2012, Kejaksaan Tinggi Jatim diminta untuk menunda pemeriksaan terhadap La Nyalla.

Penasehat Hukum (PH) La Nyalla, Ahmad Riyadh, mengatakan, pihaknya sudah menerima surat panggilan dari Kejati Jatim, untuk menghadiri pemeriksaan pada Senin 21 Maret 2016. Namun, Riyadh meminta penundaan jadwal pemeriksaan demi mewujudkan kepastian hukum, karena kliennya telah mengajukan gugatan Praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang terdaftar dengan register perkara Nomor 19/Praper/2016/PN.Sby, pada Jumat pekan lalu, 18 Maret 2016.

“Pak La Nyalla telah mengajukan upaya hukum praperadilan untuk menguji, sah atau tidaknya penetapan beliau sebagai tersangka oleh Kejati Jatim. Oleh karena itu, hari ini kami berkirim surat ke Kepala Kejati Jatim untuk meminta penundaan pemeriksaan,” ujar Riyadh, Senin, 21 Maret 2016. Menurut Riyadh, Kejaksaan perlu menunda pemeriksaan untuk menunggu putusan dari gugatan Praperadilan. Pasalnya, dalam upaya hukum Praperadilan itulah, penetapan tersangka diuji sah atau tidaknya.

“Demi kepastian hukum dan menghormati proses peradilan, kami meminta Kejati Jatim untuk menunda pemeriksaan,” sambungnya. Riyadh menambahkan, dengan menunggu putusan dari upaya hukum Praperadilan, berarti Kejati Jatim menjunjung tinggi kepastian hukum dan menghargai hak La Nyalla sebagai warga negara yang sedang berikhtiar mencari keadilan.

“Apalagi, kami yakin bahwa dalam perkara yang disangkakan ke Pak La Nyalla sudah tidak ada kerugian negara berdasarkan aturan dan UU mana pun. Selain itu, berdasarkan putusan Praperadilan yang diajukan pengurus Kadin sebelumnya, yaitu Saudara Diar Kusuma Putra, pada 7 Maret 2016 lalu, hakim sudah membatalkan Sprindik atas masalah yang sama yang dikeluarkan Kejati pada Januari dan Februari 2016,” tegas Riyadh.

Dalam pertimbangan, putusan Praperadilan sebelumnya, juga dinyatakan bahwa upaya hukum untuk membuka kembali perkara lawas (lama) ini sudah tidak dapat dilakukan. Perkara ini adalah kategori yang tidak bisa disidik lagi atau masuk kategori “nebis in idem”.

Pasalnya, penyidikan yang dilakukan saat ini sama dengan perkara yang dulu sudah dituntutkan kepada dua terpidana pengurus Kadin Jatim, yaitu Diar Kusuma Putra dan Nelson Sembiring. Kasus ini sudah diputus pengadilan pada Desember 2015 dan telah berkekuatan hukum tetap.

Terpisah, menanggapi pernyataan Penasehat Hukum tersangka La Nyallamattalitti, terkait penundaan pemeriksaan atas diri tersangka, Kepala Seksi Penyidikan (Kasidik) Kejati Jatim Dandeni Herdiana Kasindik, mengatakan, kasus Sprindik yang sudah diputus Hakim PN Surabaya berbeda dengan yang sekarang.

“Ne bis in idem itu sudah diatur dalam Pasal 76 ayat 1 KUHP. Disitu jelas disebutkan, orang yang sama tidak boleh diadili kembali dengan perkara yang sama, yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap. Jadi jangan diartikan lain dong. Tersangka yang sekarang ini orangnya berbeda dengan perkara yang sudah diputus terdahulu dan merupakan pengembangan. Jadi jelas tidak ne bis in idem,” jawab Dandeni saat dihubungi media ini.

Dandeni, menjelaskan, pengembalian kerugian negara tidak menghapus tindak pidana yang diatur dalam UU No 31 Tahun 1999. “Soal kerugian negara, dalam pasal 4 UU No.31/1999 menyebutkan, pengembalian tidak menghapus tindak pidana. Disamping, itu kita peroleh bukti baru bahwa terdapat deviden atau keuntungan yang diperoleh Tsk (tersangka) dari penjualan saham yang dibeli dari uang negara sebesar kurang lebih Rp 1,1 milliar, sehingga merupakan hak negara dan merupakan kerugian negara yang harus dikembalikan,” ujar Dandeni.

Menjawab pertanyaan, terkait kasus Korupsi yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap, dimana Diar Kusuma Putra dan Nelson Sembiring, sudah menjalani hukumnya, Pria yang akrab dengan Wartawan ini mengatakan, ada keterkaitan dengan perkara lama tapi fakta perbuatan dan perannya jelas berbeda.

“Diar itu kita pertanggungjawabkan untuk kegiatan akselesari antar pulau, sementara Nelson, kita pertanggungjawabkan uuntuk kegiatan pengembangan UMKM yang masing-masing banyak fiktifnya. LN ini (maksudnya, La Nyallamattalitti) ini kita pertanggungjawabkan untuk penggunaan dana hibah utk pembelian IPO Bank Jatim, dimana kemudian dijual dan diperoleh keuntungan yang sampai sekarang tidak dikembalikan. Jadi fakta-fakta perbuatan dan perannya jelas berbeda,” ungkap Dandeni.

Terkait putusan Majelis Hakim atas Perkara Praperadilan yang dilayangkan Diar beberapa waktu lalu, Dandeni yakin bahwa hal itu berbeda. “Bagaimana bisa dibilang ne bis in idem ? Prapid kemaren kita diadili berdasarkan asumsi, seolah akan netapkan Tsk yang sama. Sekarang kita tunjukan kalau Tsk nya berbeda, masa mau dibilang ne bis in idem lagi. Kan udah jelas diatur dalam pasal 76 ayat 1 KUHP ne bis in idem itu apa,” ucapnya yakin.
Keyakinan Dandeni, karena sudah memiliki beberapa alat bukti. Namun dirinya mengakui, bila alat bukti yang dimaksud dibuka secara terang-terangan di sidang pra, justru merusak citra hukum dinegeri ini.

“Ada beberapa bukti baru yang kita punya yang memperjelas peran Tsk sehingga ada pengembangan kasus ini. Tapi masa mau kita buka-bukaan sekarang di Prapid ? Kan buka-bukaan bukti di peradilan pokok perkara nanti, bukan di Prapid ini,” bebernya

“Ya kita liat trendnya seperti apa. Kalau nggak fair seperti kmaren, kita siap buka-bukaan biar masyarakat yang menilai sendiri. Tapi sistem hukum kita jadi hancur-hancur,” pungkas Dandeni.  (Redaksi)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top