Surabaya – Ancaman pidana penjara bagi setiap orang yang tertuang dalam Undan-undang Tindak Pindana Korupsi dan Program Pemerintah untuk melaksanaknnya sepertinya sulit tercapai.
Pasalnya, hapir setiap bulan disetiap instansi pemerintah mulai dari tingkat Kelurahan/Desa hingga Menteri maupun berbagai eleman Masyarakat seperti maupun kelompok Tani, ada saja yang diseret ke pengadilan Tipikor karena dianggap telah merugikan keuangan negara maupun penyalahgunaan jabatan/kewenangan.
Salahsatunya ‘Lurah Wahyu Priherdianto’ yang terancam pidana Penjara paling lama 5 tahun dalam kasus dugaan Korupsi Program Nasional Agraria (Prona) setifikat gratis bagi Masyarakat yang kurang mampu di Kelurahan Penjaringan Sari Kecamatan Rungkut, Surabaya pada tahun 2014 lalu, yang didanai dari APBN lewat Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Surabaya. Ancaman Pidana Penjara bagi Lurah Wahyu Priherdianto ini, tertuang dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Indra timoty, Cs dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya yang dibacakan dalam persidangan, pada Kamis, 19 November 2015.
Pada Kamis, 19 November 2015, Sidang Perdana pembacaan surat dakwaan oleh JPU digelar diruang sidang Candra Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, dengan Ketua Majelis Hakim Sukadi, SH., MH, sementara terdakwa didampingi Penasehat Hukum (PH)-nya Susilo Hariyoko,SH dari kantor Fair Law Firm di Jalan Untung Suropati, Surabaya. Dalam surat dakwaan, terdakwa dijerat dengan pasal 12 huruf B dan E, pasal 11 dan pasal 5 ayat 2 Undang-undang Korupsi.
“Terdakwa diancam dalam pasal 12 huruf (B) UU Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Subsider pasal 11 jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Lebih subsider pasal 5 ayat (2) UU Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Atau ke dua, pasal 12 huruf (E) UU Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,” ucap Indra dalam dakwaannya.
Jaksa indra juga menyebutkan dalam surat dakwaannya, selain terdakwa Wahyu Priherdianto menikmati dana dari masyarakat pemohon Prona sertifikat gratis, juga mengalir ke panitia Prona yang jumlahnya berfariasi diantaranya, Sekretaris lurah sebesar 30 juta rupiah, Moch. Ridwan senilai 22 juta, Nana 12,5 juta dan Camat sebesar 30 juta.
Atas surat dakwaan tersebut, terdakwa melalui PH-nya mengajukan Eksepsi (kebertan) dalam peridangan yang akan dilanjutkan satu minggu kemudian. Alasan PH terdakwa mengajukan eksepsi karena dakwaan Jaksa tidak lengkap. Hal itu disampaikannya usai persidangan. “Kita akan mengajukan eksepsi karena dakwaan Jaksa tidak lengkap. Alasan kita mengajukan eksepsi nanti setelah pikirkan,” ujar Susilo Hariyoko.
Untuk sekedar diketahui. Kasus ini bermula pada tahun 2014 lalu. Saat itu Kelurahan Penjaringan Sari dibawah pimpinan Wahyu Priherdianto sebagai Lurah, mendapat dana Program Nasional Agraria (Prona) sertifikat gartis bagi 250 Kepala Kelurga diwilayahnya. Namun dalam pelaksanaannya, Wahyu Priherdianto memungut dana bagi setiap pemohon Prona yang besarnya berfariasi.
Pada hal, biaya untuk pengurusan sertifikat tanah warganya termasuk honor bagi panitia telah disediakan dari anggaran yang ada. Masyarakat hanya dikenakan biaya patok tanah dan materai yang tertuang dalam perutaruan Kepala BPN RI tentang pelaksanaan Prona. Atas perbuatannya, Wahyu Priherdianto, tidak lagi berkantor di Kelurahan Penjaringan Sari Kecamatan Rungkut dan terancam pidana penjara paling lama 5 tahun. (Redaksi)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Posting Komentar
Tulias alamat email :