0
Terdakwa Eka Martono dan Abdul Fatah
Surabaya  – Dugaan sejak awal, bahwa Panitia P2T tidak akan terseret dalam Kasus dugaan Korupsi Proyek pembebasan lahan Middle East Ring Road (MERR II C) yang terletak di Kecamatan Gunung Anyar, Surabaya pada tahun 2013 lalu, menjadi kenyataan.

Pada hal, berdasarkan Peraturan Kepala BPN RI Nomer 3 tahun 2007 tentang pelaksanaan pembebasan tanah untuk umum, dan Perpres Nomor 36 tahun 2005 yang dirubah dengan Prerpres Nomor 65 tahun 2006, adalah tanggunggungjawa P2T. Pasalnya, dalam dakwaan maupun surat Tuntutan Jaksa, apa lagi Putusan Majelis Hakim Tipikor yang dibacakan dalam persidangan, tidak menyebutkan tentang tanggungjawa P2T yang mendapat upah selaku Panitia. Sebab, Peraturan Kepala BPN RI dan Peraturan Presiden tidak menjadi pertimbangan, sekalipun pembentukan P2T berdasarkan 2 peraturan tersebut.

Pada hal dalam fakta persidangan sebelumnya, baik keterangan saksi-saksi dari P2T maupun kerangan terdakwa dihadapan Majelis Hakim menyatakan bahwa, yang melakukan sosialisasi hingga pembayaran ganti rugi ke masyarakat adalah terdakwa Djoko Waluyo selaku Ketua Pembebasan Lahan (divonis 8 tahun penjara 30/3), terpidana Oli Faisol (divonis 5,6 tahun penjara) saku Anggota satgas bukan P2T.

Tidak hanya itu. Dalam fakta persidangan jilid I dengan terdakwa, Djoko Waluyo, Olli Faisol dan mantan terpidana 1,2 Euis Darliana selaku PPkm sekaligus kuasa pengguna anggaran (KPA) kemudian digantikan terdakwa Eka Martono, peran Ketiga terdakwa tersebut berbeda-beda. terdakwa Djoko setelah menerima SK dari Ketua P2T dan surat perintah dari Kepala Dinas PU, kemudian terdakwa melakukan sosalisai, ferifikasi, inventarisasi dan menentukan nilai ganti rugi, hingga pembayaran kepada warga.

Terdakwa Olli dan saksi Anton Susilo pegawai Dinas Cita Karya merubah data volume bangunan dan jumlah nilai ganti rugi sebanyak 48 KK (kepala keluarga) atas perintah terdakwa Djoko. Selain itu, Olli juga mendapat perintah untuk membawa catatan berupa nama dan Buku rekening sejumlah warga untuk kemudian diserahkan kepada saksi Triana Wahyuningsih, Kepala Cabang Bank Mandiri Cabang Pakuwon City. Selanjutnya, Triana melakukan transfer sejumlah uang kerekening warga dan kerekening Djoko sesuai catatan yang diterima dari Olli.

Kerja sama ketiganya dibantu Tiga warga yang dianggap sebagai Kordinator dari warga yang terkena pembebasan, Djoko menerima aliran dana sebesar Rp 4,5 milliar lebih atau dengan pembagian 50%-60% dari kelebihan ganti rugi, masyarakat memperoleh 40-50%, Olli memperoleh Rp 500 juta rupiah. Sementara Tiga kordinator warga termasuk Anton dan Triana juga menerima aliran dana. Namun terdakwa Djoko tidak menyebutkan jumlah nominalnya.

Kemudian mantan terpidana Euis Darliana, selaku PPKm/KPA/Kepala Bidang Perancangan Dan pemanfaatan, tidak melakukan ferifikasi ulang atas data yang disebut Nota Dinas berupa hasil pengukuran ulang terhadap luas bangunan milik warga yang dilakukan anggota Satgas, dengan data awal dari dinas terkait. Dan faktanya dipersidangan, Nota Dinas hingga dokumen pencairan nyatanya ditandatangani oleh seluruh P2T yang kemudian jabatan Euis Darliana digantikan Eka Martono yang saat ini disidangkan.

Anehnya, keterangan terdakwa Djoko Waluyo di persidangan dihadapan Majelis Hakim dalam perkara jilid II dengan terdakwa Eka Martono (PPkm), A. Fattah, Sumargono dan Handri (warga), mencabut ucapannya terkait aliran dana yang diterima Triana dan keterlibatan Anton Susilo
Dalam peraidangan yang berlangsung di ruang Cakra Pengadilan Tipikor dengan agenda pembacaan surat putusan oleh Majelis Hakim, yang diketuai Jalili, Dua terdakwa kembali mendapat “bonus” Hukuman, sama dengan Tiga terdakwa dalam jilid I pada, Rabu (11/11).

Terdakwa Korupsi MERR Jilid II Di Vonis Ringan, Pejabat P2T “Selamat”

Dalam persidangan, Majelis Hakim menjatuhkan hukuman pidana penjara Untuk terdakwa Eka Martono selaku PPkm dan terdakwa Abdul Fatta (warga), masing-masing 1 tahun denda Rp 50 juta susidair 2 bulan. Dalam pertimbangan Majelis Hakim, terdakwa Eka tidak dijatuhui hukuman tambahan berupa membayar uang pengganti. Begitu juga untuk terdakwa Fatta karena sebelumnya pada saat penyidikan, terdakwa Fatta sudah mengembalikannya sebesar 36 juta rupiah. Namum dana sebesar 1 milliar rupiah lebih dinikmati warga lain.

Dalam pertimbangan Majelis Hakim, Kedua terdakwa ini terbukti secara sah dan meyakinkan bersama-sama dan berkelanjutan melakukan tindak pidana Korupsi sebagaimana diatur dan diancam dalam pasal 3 jo pasal 18 UU Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sebelumnya, dalam surat tuntututan JPU, Eka Martono dan Abdul Fattah , dituntut pidana penjara masing-masing selama 1 tahun dan 6 bulan, denda 50 juta subsidair 3 bulan penjara, dan hukuman tambahan wajib membayar uang pengganti untuk terdakwa Fattah sebesar 38 juta rupiah. Atas Vonis yang dijatuhkan Majelis Hakim kepada masing-masing terdakwa, JPU Endro maupun penasehat hukum terdakwa “sepakat” sama-sama pikir-pikir.  (Redaksi)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top