0
Terdakwa Djoko Waluyo
Surabaya – Kasus dugaan Korupsi proyek MERR II C Surabaya, yang menyeret tujuh terdakwa telah “finis”, setelah jilid II divonis Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Rabu malam 11 Nopember 2015.

Ketujuh terdakwa dibagi dalam dua jilid. Jilid I dengan tiga terdakwa (sudah divonis pada 30 Maret 2015) yakni, Euis Darliana atau Ana selaku PPKm yang juga kuasa pengguna anggaran divonis 1,2 tahun penjara, Djoko Waluyo (Ketua pembebasan divonis 8 tahun penjara/uang pengganti 4,5 M) dan Olli Faisol (Koordinator satgas divonis 5,6 dan membayar uang pengganti 500 juta).

Pada jilid II dengan empat terdakwa yaitu, Eka Martono (PPKm/KPA menggantikan Ana, akhirnya divonis 1 tabun penjara. Keempatnya dianggap pejabat yang lebih bertanggung jawab dalam kasus tersebut dan dibantu tiga warga yang oleh Jaksa dianggap berperan selaku koordinator puluhan warga Kecamatan Gunung Anyar yang terkena pembebasan lahan proyek MERR II C yakni, Abdul Fattah divonis 1 tahun, Sumargono salah satu warga yang terkena pembebasan dan Handri, keduanya menunggu vonis Hakim.

Para terdakwa ini pun dihukum pidana penjara bervariasi sesuai dengan peran masing-masing. Sekalipun JPU menjerat para terdakwa dengan pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 UU Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 64 ayat (1) KUHP dengan ancaman pidana penjara paling lama 20 tahun. Dua dari tujuh terdakwa yakni, Djoko Walujo dan Olli Faizol dijerat dengan pasal 3 dan pasal 4 UU No 8/2010 tentang pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Jaksa Abaikan Peraturan Kepala BPN RI Maupun Peraturan Presiden

Anehnya, sepertinya tidak menyentuh Peraturan Kepala BPN Nomer 3 tahun 2007 tentang pelaksanaan pembebasan tanah untuk umum, berdasarkan Perpres Nomor 36 tahun 2005 yang dirubah dengan Prerpres Nomor 65 tahun 2006.

“Dalam Peraturan Kepala BPN RI pasal 21 ayat (1) yakni, dalam hal obyek yang diidentifikasi dan diinventarisasi tidak dapat dilakukan dengan efektif oleh panitia pengadaan tanah kabupaten/kota, maka dapat dibentuk satuan Satuan tugas guna membantu tugas panitia pengadaan tanah kabupaten/kota. Pasal 21 ayat 3, hasil pelaksanaan identifikasi dan inventarisasi yang dilakukan oleh satuan satuan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat 1 merupakan tanggung jawab panitia pengadaan tanah kabupaten/kota. dan pasal 27 hingga pasal 30 yakni, penilaian harga tanah yang terkena pembebasan dilakukan oleh lembaga penilai harga tanah atau tim penilai harga tanah dst. Pasal 40 dan pasal 46, ganti rugi dalam bentuk uang dibayarkan langsung oleh institusi pemerintah yang memerlukan tanah kepada yang berhak sebagaimana dimaksud”

Dalam kasus Korupsi Proyek MERR II C pada tahun 2012 lalu dan merugikan negara sebesar 12 milliar rupiah lebih. Kejari Surabaya hanya menyeret tujuh terdakwa. Empat dari tujuh terdakwa dianggap paling bertanggungjawab atas kerugian negara puluhan milliar rupiah.

Padahal, menurut terdakwa Djoko Waluyo yang dianggap sebagai “otak” dari kasus tersebut harusnya menyeret 55 tersangka termasuk diantaranya 40 warga yang ikut menikmati atas kelebihan nilai ganti rugi, 3 koordinator warga, 3, anggota satgas dan 9 pejabat P2T (Panitia Pembebasan Tanah), berdasarkan Peraturan Kepala BPN Nomer 3 tahun 2007 tentang pelaksanaan pembebasan tanah untuk umum dan Perpres nomor 36 tahun 2005 yang dirubah nomor dengan Prerpres Nomor 65 tahun 2006.

Hal itu seperti yang disampaikan oleh terdakwa Djoko Waluyo kepada Wartawan media ini saat ditemui di Lapas Sidoarjo pada, Selasa (9/12) tepat sebagai hari memperingati anti Korupsi Sedunia. Djoko mengatakan, dirinya tidak keberatan dijadikan sebagai pesakitan dalam kasus dugaan Korupsi proyek MERR II C. Namun, yang membuat dirinya keberatan dan bertanya, apakah dirinya yang dianggap lebih bertanggungjawab dibandingkan panitia P2T?.

“Ok lah kalau saya dianggap bersalah. Tapi akapah saya yang lebih bertanggungjawab? lalu bagaimana dengan panitia P2T yang tidak pernah bekerja tetapi menerima honor?,” ucapnya dengan nada tanya.

Terdakwa Mengatakan, Yang Bekerja Adalah Satgas Bukan P2T, Harusnya Tersangka 55 Orang

Saat ditanya mengenai proses sejak awal mengenai proyek tersebut, Djoko pun menjelaskan secara rinci bahwa yang bekerja sejak awal adalah Satgas. “Prosesnya begini. Ada sosialisasi yang seharusnya dilakukan langsung oleh P2T tetapi malah Satgas. Setelah sosialisasi dilanjutkan Inventarisai yang dilakukan oleh BPN (tanah), Ciptakarya (Bangunan) dan Dinsa Pertanian (tanaman). Setelah itu, baru ada pengumuman selama 7 hari. Kalau selama 7 hari tidak ada sanggahan dari para warga, barulah disahkan oleh P2T. Sekretariat P2T ada di BPN tapi nyatanya itu tidak ada,” ungkap Djoko.

Masih menurut terdakwa Djoko saat itu. “Setelah ada pengesahan, barulah ada musyawarah antara warga dan P2T berdasarkan Peraturan BPN No 3 tahun 2007, tapi itu tidak pernah dilaksanakan oleh P2T melainkan dilaksanakan Satgas. Pembayaran yang seharusnya dilakukan oleh P2T, nyatanya yang melakukan adalah Satgas,” ungkapnya

Saat disinggung sebanyak 40 warga yang diduga dimark-up oleh para terdakwa, hal itu dibantah. Sebab pembayaran sesuai data yang ada. “Kalau dianggap 40 warga yang di mark-up, seharusnya mereka ikut sebagai tersangka dalam kasus ini. Memperkaya diri sendiri, orang lain. Ini kan bunyi Undang-undang Korupsi?. Seharusnya ada 55 orang yang menjadi tersangka dalam kasu ini bukan tiga orang (saat itu Kejari belum menetapkan 4 tersangka lainnya.red). 40 orang warga, tiga kordinator, tiga orang satgas dan Sembilan orang panitia P2T,” beber terdakwa

Lebih lanjut terdakwa Djoko menjelaskan, 40 warga ini diwakili atau ada tiga kordinator yakni, Sumargo, Abd. Fatah dan Haddri. Data dari Surgono masuk ke Olli Faizol, dan data dari Abd. Fatah dan Haddri masuk ke saya. Semua adata diserahkan ke Olli Faizol. Data tersebut kemudian diserahkan Olli Faizol ke PPKm (terdakwa Euis Darliana) tanpa dilakukan verikasi terlebih dahulu. Seharusnya diverikasi terlebih dahulu antara data yang ada di PPKm berdasarkan data Inventarisasi dengan data dari Olli Faisol tapi ini nggak malah disahkan,” ungkap Djoko lagi.

Djoko menjelaskan, yang menentukan nilai nominatifnya adalah Olli Faisol. Setelah semuanya lolos, barulah dilakukan pembayaran ganti rugi. Ini semua sejak proses awal tidak pernah dilaksanakan oleh P2T. Pada hal, honor ketua P2T (Sekda) 1,5 juta, Wakil Ketua (Asisten I) 1,250 juta, Sekretaris (BPN) 1 juta, anggota 1 juta, Dinas Ciptakarya, 1 juta, Dinas PU 1 juta, Dinas Pertanian 1 juta, Kabag Pemerintahan 1 juta, Camat 1 juta dan Lurah 1 juta,” ungkapnya

Kepala Dinas PU Selaku PA Juga Meneriam Honor

Yang lebih membuat terdakwa Djoko heran adalah Kepala Dinas PU Bina Marga dan Pematusan selaku Pengguna Anggaran (PA). Menurutnya, Kepala Dinas PU selaku PA tetapi juga menerima honor sebagai panitia P2T. Apa yang dikatakan terdakwa Djoko Waluyo tidak jauh beda dalam fakta persidangan.

Anehnya dalam kasus ini, keputusan P2T terkait besarnya ganti rugi sebesar 1.750.000 ribu per meter adalah hasil pertemuan panitia dengan warga pada tanggal 10 Agustus 2011, namum belum ada kesepakatan.

Sebab, nilai yang ditawarkan panitia saat itu jauh dibawah permintaan warga yakni 3 juta rupiah per meter yang tertulis dalan notulen saat itu. Tidak hanya itu, nilai ganti rugi yang ditawarkan oleh panitia kepada warga jauh dibawah harga dari appraissal atau tim penilai pada tahun 2011 besarnya 2.680.000 ribu rupiah. Sementara, nilai ganti rugi yang ditawarkan panitia kepada warga tahun 2012 sebesar 1.750.000.

Panitiapun tidak pernah menyampaikan kepada warga berapa nilai yang ditentukan oleh lembaga tim penilai. Hal inipun dijelaskan terdakwa Djoko Waluyo dalam persidangan saat dirinya diperiksa sebagai terdakwa juga sebagai saksi bagi terdakwa Eka Martono.

Kasi Pidsus Kejari Surabaya, Roy Kesulitan Menjerat Tersangka Lain

Sementara menurut Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Surabaya saat ditanya apakah masih ada calon tersangka lain dalam kasus korupsi MERR, Roy  yang ditemui beberapa waktu lalu diruang kerjanya mengatakan, belum ada semacam barang bukti yang kuat. “Perkembangan seperti dalam persidangan kan. Dari persidangan tidak tidak e……(sepertinya bingung) belum ada semacam barang bukti yang kuat, bahkan saksi-saksi sendiri menyatakan bahwa lebih ke Djoko dan Olli,” ucapnya.  (Redaksi)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top