![]() |
Kantor Kejari Magetan |
Namun, untuk pelaksanaan eksekusi seorang terpidana, diatur dalam Pasal 270 KUHAP ; Pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dilakukan oleh jaksa, yang untuk itu Penitera mengirimkkan salinan surat putusan kepada jaksa. Selain diatur dalam KUHP, SEMA No 1 Tahun 2011 tentang Perubahan SEMA No 2 Tahun 2010 tentang Penyampaian Salinan Putusan dan Petikan Putusan. Dalam angka 3 menyebutkan, petikan putusan perkara pidana diberikan kepada terdakwa, penuntut umum, dan rumah tahanan atau lembaga pemasyarakatan segera setelah putusan diucapkan.
Anehnya, Kejaksaan Negeri (Kejari) Magetan, Jawa Timur telah mengeksekusi terpidana 5 tahun penjara yakni, mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Magetan, Abdul Azis yang terseret dalam kasus korupsi pembangunan Kawasan Industri Rokok (KIR), pada Rabu, 23 Desember 2015.
Memang, dalam putusan MA RI No 1866 / K / Pid. Sus/ 2014 tanggal 10 November 2015, menghukum terdakwa Drs. Abdul Azis., MM Bin Salha, dengan pidana penjara selama 5 tahun, denda 500 juta subsidair 6 bulan kurungan.
Berdasarkan data yang diperoleh Wartawan media ini dari sumber lingkungan Pengadilan Tipikor menyebutkan, bahwa pengiriman surat (Pendelegasian) pemberitahuan isi petikan putusan Mahkah Agung (MA) RI oleh Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Surabaya ke Pengadilan Negeri Magetan, dengan surat No W14.U1/10062/HK.07/2015, baru dikirimkan, pada Rabu, 30 Desember 2015 pukul 11:21:20 WIB. Kemudian, PN Magetan membalas surat dari Pengadilan Tipikor pada PN Surabaya dengan Nomor surat, No W14.U.25/50/PI. 04. 02/1/2016 tanggal 18 Januari 2016. Surat tersebut ditandatangani Pejabat PN Magetan, Wijati Retaningsih, selaku Wapan (Wakil Panitra) atas nama Ketua PN Magetan.
Dalam surat tersebut tercantum bahwa, PN Magetan telah mengirimkan surat pemberitahuan isi petikan putusan MA RI kepada terdakwa/terpidana Drs. Abdul Azis., MM Bin Salha, dengan nomor surat, No 15/Pid. Sus/2013/PN Sby, pada tanggal 13 Januari 2016, yang ditandatangani oleh terpidana sendiri.
Anehnya, Kepala Seksi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri (Kasi Pidsus Kejari) Magetan, Taufik Hidayat mengatakan, sudah ada petikan putusan. Hal itu dikatakannya saat Wartawan media ini menghubunginya lewat telepon selurer(HP). Dan menanyakkan terkait pelaksanaan eksekusi atas terpidana 5 tahun penjara, mantan Sekda Kabupaten Magetan, Abdul Azis, sebelum menerima petikan putusan.
“Ya itu yang anu, kita sudah kirim surat ke MA mengenai salinan putusan itu. Kita masih menunggu jawaban dari Mahkamah Agung karena ada upaya hukum PK kayanya dari pihak sana (Abdul Azis),” jawabnya melalui telephone (HP), pada Selasa, 23 Pebruari 2016. Namun ketika ditanya lebih lanjut terkait pelaksanaan eksekusi sebelum petikan diterimanya (Kejari Magetan), Taufik Hidayat mengatakan, “ya”.
“Ia ia. O…, sudah, sudah terima petikan, kata siapa nggak. Kita nggak mungkin melakukan itu kalau tidak ada petikan putusan. Itu kata siapa itu. Kan sudah ketemu saya di Tipikor kemaren itu. Sudahlah yang penting nggak ada masalah,” kata Kasi Pidsus Kejari Magetan, Taufik Hidayat.
Yang mengherankan, siapa yang dimaksud dan apa yang dijelaskan? Lalu darimana Kasi Pidsus Kejari Magetan menerima petikan putusan MA RI sebagai dasar untuk mengeksekusi terpida tanggal 23 Desember 2015? Sementara Pengadilan Tipikor pada PN Surabaya baru mengirim surat pemberitahuan isi petikan putusan melalui PN Magetan, pada tanggal 30 Desember 2015?.
Terkait hal tersebut, pakar hukum pidana, yang juga Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya (UNair), Prof. Frans Limahelu pun angkat bicara. Saat dihubungi, Prof. Frans, mengatakan, mengeksekusi terpidana tanpa ada petikan putusan itu salah.
“Jaksa melaksanakan itu berdasarkan apa, lewat SMS ? Mesti tanya dulu fakta hukumnya apa. Kalau berdasarkan hukum itu tidak boleh. Salah itu,” kata Prof. Frans menjelaskan. Ketika ditanya, apakah bertentangan dengan Hak Azasi Manusia (HAM), guru besar FH Unair ini menjelakan, bahwa itu adalah menjadi persoalan lain dan harus dibawa ke Pengadilan lain.
“Itu menjadi persoalan lain. Kalau mau diadili harus dibawa kepengadilan lain, pengadilan HAM,” jelasnya.
Kasus yang menyeret Abdul Azis, selaku Sekda Kab. Magetan adalah selaku ketua Tim Sembilan dalam proyek pembebasan lahan KIR (Kawasan Industri Rokok) yang menelan anggaran dari Kompensasi Tembakau dan Cukai (DBHCT) tahun 2010 senilai Rp2,2 miliar, dan merugikan keuangan negara senilai Rp 800 juta lebih.
Kemudian, pada Mei 2013, Abdul Azis ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan setelah Kejari Magetan melakukan penyidikan. Kasus ini menyeret 7 tersangka termasuk Abdul Azis, Camat Bendo Wiji, Suharto dan Yudi Hartono (keduanya disidangkan lebih dulu). Sementara Empat pejabat Kab. Magetan yakni, mantan Asisten I Bidang Pemerintahan Soewadji, Staf Ahli bidang ekonomi dan mantan Kepala Dinas Perindustrian dan perdagangan Venly Tomy Nocolas, Kepala Bagian Pemerintahan Desa (Kabag Pemdes) Eko Wuryanto, serta Kepala Seksi Industri Logam dan Pangan Disperidag Awan Arifaini Rusdi, bernasib baik. Sebab PN Magetan, mengabulkan permohonan gugatan pra peradilan yang diajukan Keempat pejabat tersebut.
Dalam proses persidangan, JPU Iwan Winarso, yang saat itu menjabat Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejaksaan Negeri Magetan, menuntut terdakwa Abdil Azis, dengan hukuman pidana penjara selama Tiga tahun Enam bulan, denda sebesar Rp50 juta subsidair 3 bulan kurungan. Terdakwa dijerat dengan pasal 3 UU Korupsi.
Namun, pada tanggal 8 November 2013 lalu, terdakwa bernasib baik. Sebab, Majelis Hakim yang diketuai Antonius Simbolon, mengetuk palu bebas bagi terdakwa. Tetapi, dua tahun kemudian yakni November 2015, udara bebas yang diraskan terdakwa berubah menjadi udara pengap. Sebab, Hakim Agung, Mahkamah Agung RI, menyatakan terdakwa terbukti bersalah dan menghukumnya 5 tahun penjara. Tanggal 23 Desember 2015, terdakwa pun dimasukkan ke penjara oleh Kejari Magetan. (Redaksi)
Posting Komentar
Tulias alamat email :