![]() |
Sesama terdakwa saling bersaksi |
Anggaran sebesar Rp 142 M tersebut, sebagian dibagikan untuk keperluan di 38 Kabupaten/Kota yang ada di Jawa Timur. Dana sebesar Rp 11 M digunakan sebagai operasional Bawaslu Provinsi diantaranya, untuk perjalanan dinas, honor, biaya Bimtek (bimbingan teknik), pembuatan spanduk, pembuatan buku Perundang-undangan. Namun, menurut pihak penyidik Polda Jatim dan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim, bahwa kegiatan yang dilakukan para pejabat Bawaslu dianggap menyalahi aturan yang mengakibatkan adanya kerugian keuangan negara.
Karena, dalam penyidikan, pejabat Bawaslu dianggap melakukan sejumlah proyek atau kegiatan fiktif.
Diantaranya pembuatan dokumen kontrak fiktif, perjalan dinas fiktif, akomodasi untuk kegiatan diberbagai hotel di Jawa Timur yang juga dianggap fiktif dan pembagian uang THR yang tidak berdasar.
Dalam kasus ini, penyidik Polda bersama Kejati Jatim, menetapkan 10 orang tersangka. Namun yang disidangkan di Pengadilan Tipikor saat ini hanya 4 orang diantaranya, Amru (Sekretaris Bawaslu Jatim), Gatot Sugeng Widodo (Bendahara Bawaslu), Indriyono, selaku rekanan penyedia barang dan jasa (CV Canopus) serta Ahmad Khusaini “calo” rekanan. Para tersangka/terdakwa didakwa melakukan kegiatan dan kontrak fiktif.
Sementara 6 tersangka lainnya termasuk Ketua Bawaslu Sofiyanto, Pejabat Pengadaan yang juga “sipeminjam” Rekanan (CV)” yang menjadi “biang kerok” kasus dokumen kontrak fiktif sekaligus sebagai pelapor ke polda Jatim, hingga saat ini berkasanya masih “terbang melintasi Polda ke Kejati Jatim”.
Dalam fakta persidangan, dari sejumlah saksi yang dihadirkan JPU, terkait uang THR yang diterima oleh pegawai Bawaslu dalam kegiatan Pilgub/Wagub Jatim 2013 lalu, terungkap bahwa para saksi mendapat tekanan saat penyidikan. Bahkan, para saksi diminta mengembalikan uang sebesar 5 juta oleh penyidik yang semula, bahwa uang tersebut adalah uang perjalanan dinas yang para saksi laksanakan pada bulan Januari hingga Maret 2013. Sementara anggaran dana hibah baru dicairkan Pemprov pada Maret 2013. Sehingga, pembagian uang perjalanan dinas dibagikan pada saat menjelang Hari Raya Idul Fitri, sekitar bulan Juli.
Banyak saksi mengatakan dalam persidangan, bahwa uang yang mereka terima adalah uang perjalanan dinas, tetapi ada beberapa orang yang mengatakan termasuk Hendrik, bahwa uang tersebut adalah uang THR. Karena diterima saat menjelang Hari Raya Idul Fitri. Uang perjalanan dinas inipun oleh penyidik maupun Jaksa dianggap bermasalah. Karena, kegiatan sudah dilakukan pada Januari sementara pencairan anggaran dana hibah baru Maret.
Menurut penyidik maupun Jaksa, pemotongan tersebut dianggap bermasalah karena dana hibah tidak berlaku surut. Namun dalam fakta persidangan, menurut ahli dari Dirjen Anggaran dan Keuangan Negara, Departemen Keuangan RI, yang dihadirkan JPU, dalam persidangan mengatakan, hal itu diperbolehkan kalau perjanjian dana hibah sudah ditandatangani Januari, masalah pencairan bulan Maret hal itu adalah masalah teknis.
Fakta Perssidangan, Samuji Hendrik menyuruh Achmat Kusaini Untuk Meminjam Profil CV
Terkait adanya pengembalian sisa anggaran dari pihak salah satu Hotel di Malang, dalam persidangan mengatakan, telah mengembalikan sebesar 160 juta dalam dua tahap yang diterima Samudji Hendrik Susilo Bali. Terkait dokumen kontrak yang dianggap fiktif, dalam fakta persidangan sebelumnya saat pejabat pengadaan, Samudji Hendrik Susilo Bali (Hendrik) dihadirkan menjadi saksi dipersidangan terungkap bahwa, yang meminjam profil rekanan (CV) adalah Ahmad Khusaini, atas perintah Samudji Hendrik dan Pasaru Palembangan dengan imbalan uang sebesar Rp 300 ribu sekaligus menghantarnya kebalik jeruji besi.
Terdakwa Ahmad Khusaini, sebelumnya bekerja sebagai kariyawan serabutan foto Copy, sehingga beberapa rekanan (CV) dikenalnya. Perkenalan Ahmad Khusaini dengan Samudji Hendrik, adalah lewat Pasaru Palembangan, Koordinator keuangan Bawaslu Jatim, yang sudah dikelanya cukup lama.
Dalam fakta persidangan, pembuatan kontrak atas nama CV Singgasana Putih dan CV Jatayu Era Global dianggap fiktif yang menjadi “salah satu biang kerok” kasus ini adalah, Sapto. Atas perintah Samudji Hendrik, Sapto, mengerjakan dokumen dengan mencontoh dari file yang diterimanya dari Samudji Hendrik.
Kesalahan Fatal yang terjadi adalah, adanya tandatangan Amru dalam dokumen tersebut. Yang menurut Amru, saat itu Samudji Hendrik, selaku pejabat pengadaan menyodorkan beberapa dokumen untuk ditandatangani saat itu juga sehingga, tidak memeriksa terlebihdahulu.
Menurut Amru, dokumen tersebut sempat hilang sehari setelah ditandatangani dan muncul kembali saat penyidik polda datang ke kantor Bawaslu setelah adanya laporan dari Samudji Hendrik.
Pada, Jumat, 12 Pabruari 2016, Sidang perkara kasus dugaan Korupsi Bawaslu pun kembali digelar diruang sidang Cakra Pengadilan Tipior, yang dipimpin Ketua Majelis Hakim, Tahsin, dengan agenda pemeriksaan saksi sesama terdakwa. Persidangan kali ini adalah sebagai terakhir untuk keterangan saksi maupun terdakwa, mengingat masa penahanan para terdakwa berakhir pada 13 Maret 2013. Akibatnya, terdakwa merasa “dirugikan” karena tidak ada waktu lagi untuk mengahdirkan saksi ahli yang meringankan. Karena dua kali persidangan “terbuang sia-sia” alis ditunda, karena JPU tidak dapat mengahdirkan saksi dalam persidangan.
Dalam persidangan yang berlangsung (Jumat, 12 Pebruari 2013) juga terrungkap atas keterangan saksi yang juga terdakwa, Ahmad Khusaini, mengatakan, bahwa yang meminjam profil CV adalah dirinya atas perintah Samudji Hendrik Susilo Bali dan Pasaru Palembangan dengan imbalan uang sebesar 300 ribu rupiah.
“Yang meminjam profil itu saya atas perintah pak Hendrik dan pak Saru (Pasaru Palembangan). Saya dikasih uang 300 ribu oleh pak Hendrik. Saya kenal pak Hendrik dari pak Saru. Saya sudah kenal lama dengan Pasaru,” kata Khusaini kepada Majelis Hakim.
Namun ada yang menjadi “teka teki” dalam keterangan saksi/terdakwa Khusaini dan Gatot (terdakwa selaku Bendahara) yakni tentang pelunasan sebesar Rp 669.810.000. Pembayaran atau pelunasan sebesar Rp 669.810.000 itu, fakta persidangan, sesuai kontrak yang ada atas nama CV Singgasana Putih dan CV Jatayu Era Global adalah, CV yang dipinjam Khusaini atas perintah Henrik dan Pasaru.
Sementara nilai kontrak yang sah atas nama CV Canopus, adalah sebesar Rp.221.426.000 dibayarkan langsung oleh bendahara. namun “nasi sudah jadi bubur”, tandatangan Amru menjadi pegangan Jaksa maupun Hakim. Keterangan Khusaini dan Gatot dalam persidangan bahwa uang sejumlah Rp 669.810.000 dimasukkan kedalam plastik kresek oleh Gatot kemudian diletakkan diatas meja kerjanya Amru setelah terdakwa Khusaini menandatangani kwitansi atas permintaan Amru.
Mengapa terdakwa Gatot memasukkan uang tersebut kedalam palstik kresk, tidak kedalam amplop warna kuning lajimnya pembayaran resmi di kantor ? Mengapa terdakwa Khusaini menandatangani kwitansi pembayaran atas kontrak pembuatan spanduk sebesar Rp 669 juta lebih, sementara kehadiran terdakwa di Bawaslu dan yang meminjam profil CV adalah terdakwa Khusiani atas perintah Hendrik dan Pasaru?
Yang sebelumnya sudah ada pembyaran yang dilakukan oleh terdakwa Gatot selaku Bendahara kepada terdakwa Khusaini sebesar Rp 49 juta, yang menurut terdakwa Khusaini, bahwa uang tersebut diberikan kepada Hendrik. Terdakwa Khusaini hanya menerima imbalan sebesar 300 ribu puiah. Faktanya, keterangan terdakwa Khusaini sudah ada perubahan saat penyidikan.
Agenda pokok dalam persidangan yang berlangsungpun malam itu (Jumat, 12 Pebruari 2016)terfokus pada pembayaran sebesar 669 juta lebih. Tidak lagi seperti dalam surat dakwaan yakni, adanya kegiatan perjalan fiktif, kontrak fiktif dan pemberian uang THR. Akankah kasus koruspi Bawaslu “jilid II” akan terungkap lebih jelas, kalau 6 tersangka yang saat ini berkasnya masih “bolak balik melintasi” Polda ke Kejaksaan Tinggi ? Atau berhenti di 4 terdakwa ini ? (Redaksi)
Posting Komentar
Tulias alamat email :