0
Pakar Hukum Pidana, Dr. M. Sholehuddin, SH., MH : Pemberian JC Khususnya terhadap pelaku Tindak Pidana Korupsi hanya hal-hal yang meringankan pemidanaan saja tetapi itu akan menjadi kewenangan Hakim  
 
BERITAKORUPSI.CO  -
Pemberian JC (Justice Collaborator) oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) kepada saksi mapun korban dalam suatu perkara tertentu, diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 2014 atas Perubahan UU Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban dan SEMA (Surat Edaran Mahkamah Agung) RI Nomor 4 Tahun 2011 tanggal 10 Agustus 2011 tentang Perlakuan Bagi Pelapor Tindak Pidana (whistle blower) dan Saksi Pelaku yang bekerjasama (Justice Collaborator) di dalam Perkara Tindak Pidana Tertentu

Dalam SEMA Nomor 4 Tahun 2011angka 9 huruf a berbunyi : Yang bersangkutan merupakan salah satu pelau tindak pidana tertentu sebagaimana dimaksud dalam SEMA ini, mengakui kejahatan yang dilakukannya, bukan pelaku utama dalam kejahatan tersebut serta memberikan keterangan sebagai saksi di dalam proses peradilan

Dan menurut pakar hukum pidana dari Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara (Ubhara) Surabaya, Dr. M. Sholehuddin, SH, MH kepada beritakorupsi.co saat dihubungi melalui telepon selulernya mengatakan, bahwa pemberian JC kepada terdakwa Tindak Pidana Korupsi adalah untuk memberikan hukuman ringan, namun yang berwenang untuk mengabulkannya adalah Majelis Hakim sesuai dengan fakta-fakta dalam persidangan

“JC itu kan hanya untuk keringanan hukuman saja tetapi yang berwenang untuk mengabulkannya adalah Hakim sesuai dengan fakta-fakta dalam persidangan,” kata Dr. M. Sholehuddin, SH, MH, Selasa, 23 Pebruari 2021

Anehnya, dalam UU Nomor 31 Tahun 2014 atas Perubahan UU Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban maupun SEMA Nomor 4 Tahun 2011, tidak diatur mengenai pembatalan atau pencabutan JC terhadap terdakwa yang dianggap sebagai salah satu pelaku utama Khususnya dalam perkara Tindak Pidana Korupsi
Sehingga timbul pertanyaan. Apakah seorang terdakwa dalam perkara Tindak Pidana Korupsi yang termasuk sebagai pelaku utama, layak atau pantas memperoleh JC, sementara pembatalan atau pencabutan JC tersebut  tidak diatur dalam UU Nomor 31 Tahun 2014 atas Perubahan UU Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Korban maupun SEMA Nomor 4 Tahun 2011?

Terkait pembatalan atau pencabutan JC terhadap terdakwa dalam perkara Korupsi yang dianggap sebagai pelaku utama, hingga saat ini belum ada aturannya. Hal inipun disampaikan oleh Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Susilaningtias, SH., MH menjawab pertanyaan Ketua Majelis Hakim dalam sidang Perkara Korupsi Gratifikasi Penerimaan Hadiah berupa uang sebesar Rp4.875.000.000 (epat miliar delapan ratus tujuh puluh lima juta rupiah) pada tahun 2011 samapi dengan tahun 2018 dengan terdakwa Eryk Armando Talla, seorang Pengusaha di Kabupaten Malang bersama Rendra Kresna (juga terdakwa dalam perkara terpisah) selaku Bupati Malang periode 2010 - 2015 dan periode 2016 – 2021, yang berlangsung di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Surabaya Jalan Raya Juanda Sidoarjo, Selasa, 23 Februari 2021

Dalam perkara ini, terdakwa Eryk Armado Talla memperoleh JC (Justice Collaborator) dari LPSK. Sehingga Eryk Armado Talla mendapat perlindungan dari LPSK dan pengawalan super ketat dari sejumlah petugas Brimob lengkap dengan senjata laras panjang berjaga di pintu masuk ruang sidang saat Eryk Armando Talla dihadirkan sebagai saksi untuk terdakwa/terpidana Ali Murtopo pada Kamis, 17 Januari 2019 lalu.

Kehadiran Wakil Ketua LPSK Susilaningtias, SH., MH dalam persidangan bahkan untuk yang pertama kalinya sejak berdirinya Pengadian Tipikor di Jawa Timur di bahwa Pengadilan Negeri Kelas IA Khusus Surabaya pada tanggal 17 Desember 2010 lalu,  adalah sebagai Ahli yang dihadirkan oleh Penasehat Hukum terdakwa Eryk Armando Talla, yakni Iki Dulagin dan Meka Dedendra, sementara terdakwa Rendra Kresna tidak menghadirkan satupun saksi.

Persidangan yang berlangsung di ruang sidang Candra Pengadilan Tipikor Surabaya (Selasa, 23 Pebruari 2021) melalui Vidio Conference (Vidcon) dalam kondisi Pandemi Covid-19 (Coronavirus Disease 2019) adalah agenda mendengarkan keterangan Ahli dihadapan Majelis Hakim yang diketuai Hakim Dr. Johanis Hehamony, SH., MH dengan dibantu 2 (dua) Hakim anggota yaitu I Ketut Suarta, SH., MH,  dan Hakim Ad Hock Emma Elliani, SH., MH serta Panitra Pengganti (PP) Wahyu Wibawa, SH yang dihadiri Tim JPU KPK Arif Suhermanto dan Joko Hermawan. Sementara terdakwa Eryk Armando Talla mengkitu persidangan melalui Vidcon di rutan KPK, sedangkan terdakwa Rendra Kresna mengkuti persidangan melalui Vidcon di Lapas Porong, karena terdakwa Rendra Kresna sedang menjalani hukuman sebagai terpidana Korupsi Suap

Kepada Majelis Hakim, Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Susilaningtias, SH., MH ini menjelaskan, bahwa salah satu syarat yang harus dipenuhi terdakwa adalah membuat surat pernyataan kesanggupannya untuk mengembalikan uang yang diperoleh dari Tindak Perkara Korupsi, maka LPSK dapat merekomondasian kepada Penuntut Umum untuk dimuat agar mendapatkan hukuman ringan. Selain kepada Penuntut Umum, LPSK juga akan merekomondasikan kepada Kementerian Hukum agar terdakwa mendapat hak seperti remisi dan pembebasan bersyarat (BP)

“Membuat surat pernyataan kesanggupan untuk mengembalikan uang. LPSK dapat merekomondasian kepada Penuntut Umum untuk dimuat agar mendapatkan hukuman ringan. LPSK juga akan merekomondasikan kepada Kementerian Hukum agar yang berangkutan mendapat hak seperti remisi dan pembebasan bersyarat (BP),” kata Susilaningtias, SH., MH kepada Majelis Hakim menjawab pertanyaan JPU KPK

“Apakah sudah mengirimkan kepada Penuntut Umum?” tanya JPU KPK Arif Suhermanto. Dan dijawab oleh ahli, “sudah seminggu yang lalu”
Kemudian JPU KPK Joko Hermawan juga bertanya kepada ahli terkait surat pernyataan kesanggupan mengembalikan uang oleh terdakwa. “Apakah hanya surat pernyataan kesanggupan untuk mengembalikan uang atau ada suatu fakta kenyataan. Dan bagaimana bila yang bersangkutan tidak membayar”.

Menjawab pertanyaan dari JPU KPK Joko Hermawan, ahli Susilaningtias, SH., MH menjelaskan hanya sebatas surat pernyataan. Dan kalau tidak ada pengembalian, maka LPSK akan mencabut perlidungan dan bisa untuk tidak memberikaan rekomondasik mendapatkan haknya.

“Hanya surat pernyataan. LPSK dapat mencabut perlingannya. Karena sampai saat ini belum ada aturan untu itu. tapi kita bisa untuk tidak memberikan rekomondasi

Aneh bukan ?. Hanya dengan surat pernyataan kesanggupan mengembalikan uang Korupsi, kemudian terdakwa atas rekomondasi dari LPSK kepada Penuntut Umum berdasarkan UU PSK (Perlindungan Saksi dan Korban), dituntut dan divonis ringan oleh Majelis Hakim.

Sementara uang yang dinikmati oleh terdakwa dari hasil Korupsi belum juga dikembalikan atau bahkan terdakwa tidak memiliki harta senilai uang Korupsi yang dinikmati oleh terdakwa. LPSK hanya mencabut perlindungannya. Tetapi harapan dan keinginan terdakwa untuk memperoleh hukuman ringan sudah tercapai. Apakah ini termasuk keadilan dimata masyarakat dalam penegakan hukum kasus Perkara Tindak Pidana Korupsi ?

Atau bisa jadi, pelaku-pelaku utama dalam kasus perkara Tindak Pidana Korupsi akan berbondong-bondong mengajukan sebagai JC ke LPSK dengan berterus terang atas kasus yang menjeratnya serta membuat surat pernyataan kesanggupan untuk mengembalikan uang hasil Korupsi dengan tujuan untuk mendapakan hukuman ringan. Inikah keadilan dimata masyarakat dalam penegakan hukum kasus Perkara Tindak Pidana Korupsi yang dianggap sebagai salah satu kejahatan yang luar biasa dan merugikan keuangan negara atau perekonomian negara ?

Selain JPU KPK, Majelis Hakim juga bertanya kepada ahli LPSK ini terkait pemberian dan perlindungan JC oleh LPSK.

Anggota Majelis Hakim, Emma Elliani, SH., MH menanyakan kepada ahli Susilaningtias, SH., MH. “Kalau misalnya dalam suatu perkara, si terdakwa ini aktif menggerakan segala sesuatu sehingga lancarlah tindak pidana itu. Apakah itu masuk kategori yang mendapatkan JC?”.

Atas pertanyaan dari Anggota Majelis Hakim, Emma Elliani, SH., MH, ahli dari LPSK ini menjelaskan, bahwa tidak termasuk apabila dalaampersidangan ditemukan bahwaa terdakwa bukan pelaku minor melainkan pelau utama

“Kalau kemudian fakta di pengadilan menemukan bahwa yang bersangkutan tidak dikatakan sebagai pelaku minor malah sebagai pelaku utama, maka tidak dapat dikatakan sebagai JC,” kata Susilaningtias, SH., MH menjawab

Dari pertanyaan Anggota Majelis Hakim, Emma Elliani, SH., MH ini, sesuai fakta yang terungkap dalam persidangan, bisa jadi menyangkut terdakwa Eryk Armando Talla. Namun Hakim Ad Hock ini tidak menyebutkan secara langsung
Sementara Ketua Majelis Hakim Dr. Johanis Hehamony, SH., MH menanyakan tentang mekanisme terkait hanya surat pernyataan kesanggupan mengembalikan uang dari hasil korupsi oleh terdakwa yang memperoleh JC lalu ada rekomondasi dari LPSK kepada Penuntut Umum dan Kementerian agar terdakwa mendapat hukuman ringan sementara uang dari hasil korupsi yang dinikmati oleh terdakwa belum dikembalikan.

“Bila ditentukan sebagai JC dalam putusan tapi tidak mengembalikan uang sesuai surat pernyataan, maka JC dapat dicabut. Nah, membingungkan bagi saya. Mekanisme apa, sedangkan itu putusan Hakim dalam proses persidangan,” tanya Ketua Majelis Hakim Dr. Johanis Hehamony, SH., MH

Ahli Susilaningtias, SH., MH menjawab, “Jadi maaf, bukan dicabut, kami mencabut perlindungannya. Mekanismenya sampai saat ini belum ada pembatalan mengenaai JC. Itu yang sedang dibahas oleh Menteri Hukum dan HAM”.

Ketua Majelis Hakim Dr. Johanis Hehamony, SH., MH kembali menanyakan ahli tentang Indikator (petunjuk) bagi Hakim

“Indikator apa sajakah yang selama ini yang dapat dipedomani Hakim yang dapat menilai JC tentang pengembalian itu sehingga dapat dikabulkan. Apa Indikator lain yang mempunyai peran untuk menentukan seseorang sebagai JC terkait pernyataan pengembalian itu. Sampai sejauh mana Hakim mempertimbangkan ? Indikator-indikator apa ? Apakah hanya cukup yang Ibu jelaskan tadi yaitu cukup dengan kesediaan atau perlua adanya suatu penelitian Khusus dari appraisal, yang menyatakan bahwa yang bersangkutan memiliki nilai ekonomis sebagai jaminan?,” tanya Ketua Majelis Hakim Dr. Johanis Hehamony, SH., MH
Ahli LPKS ini tidak menjawab dan hanya menyampaikan, akan lebih bagus lagi karena selama ini belum ada standar

Seusai persidangan. beritakorupsi.co menanyakan kepada ahli LPSK, Susilaningtias, SH., MH tentang SEMA Nomor 4 Tahun 2011 tanggal 10 Agustus 2011 tentang Perlakuan Bagi Pelapor Tindak Pidana (whistle blower) dan Saksi Pelaku yang bekerjasama (Justice Collaborator) di dalam Perkara Tindak Pidana Tertentu,  angka 9 huruf a berbunyi : Yang bersangkutan merupakan salah satu pelau tindak pidana tertentu sebagaimana dimaksud dalam SEMA ini, mengakui kejahatan yang dilakukannya, bukan pelaku utama dalam kejahatan tersebut serta memberikan keterangan sebagai saksi di dalam proses peradilan

“Apakah pemberian JC dapat diberikan kepada pelaku utama?,”. menurut ahli Susilaningtias, SH., MH, bahwa JC tidak bisa iberikan kepada pelaku utama

Kemudain beritakorupsi.co menanyakan kembali terkait penjelasan ahli Susilaningtias, SH., MH mengenai rekomondasi kepada Jaksa Penuntut Umum untuk dimuat dalam tuntutan agar terdakwa mendaapatkan keringanan hukuman

“Apakah LPSK pernah berkoordinasi dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU), apakah terdakwa ini sebagai salah satu pelaku utama dalam kasus ini atau bukan,”

Menurut ahli Susilaningtias, SH., MH, bahwa LPSK sudah pernah melakukan koordinasi dengan JPU dengan berkirim surat ke KPK terkait posisi terdakwa (Eryk Armando Talla) yang bukan merupakan pelaku utama

“Sudah pernaah kami lakukan dengan berkirim surat ke KPK terkait posisi terdakwa (Eryk Armando Talla) yang bukan merupakan pelaku utama dan bisa dijadikan sebagai Justice Collaborator. Seperti itu, kami sudah pernaah berkirim surat tapi belum ada balasan. Karena KPK beranggapan bahwa nanti akan di uji apakah yang bersangkutan ini, terdakwa ini dimuka pengadilan itu mengungkapkan semua yang diketaahui informasi,” ujar ahli ini menjelaskan

Lalu beritakorupsi.co kembali menanyakan pertanyaan Anggota Majelis Hakim Emma Elliani,SH., MH. Dan kemudian dijelakan oleh ahli.

Ahli menjelaskan, sebenarnya dalam kontek tadi, Ibu Hakim bertanya bukan konteks terdakwa. Tapi Ibu Hakim bertanya, kalau orang secara aktif apakah bisa. Saya bilang, bahw kalau itu memang terbukti dimuka persidangan yang bersangkutan ternyata bukan dinyatakan sebagai pelaku utama ternyata dia hanya pelaku minor ya nggak mungkin. Nah, yang terjadi adalah yang sebenarnya, logikanya dalam kontek yang melakukan Korupsi adalah pejaabat negara, pegawai negeri, sementara terdakwa bukan. Jadi yang memang melaakukan setting yang pasti, yang mengubah kebijakan kemuidan mengambil kebijakan adalah pejabat negara dan pegwai negeri spil. Seperti itu. sementara peran terdakwa ini adalah hanya melakukan gratifikasi. Jadi Dia (Eryk Arando Talla) bukan termasuk pelaku utama, karena yang mengubah yang mengambil kebijakan justru pejaabaat negara ini.
Beritakorupsi.co juga menanyakan kepada ahli. “Sejauh mana LPSK mengikuti perkara yang melibatkan JC Khususnya terdakwa Eryk Armando Talla, sejauhmana LPSK mengikuti perkara ini, artinya apakah mengikuti Dakwaan Jaksa Penuntut Umum paling tidak?

Dijelaskan oleh ahli, bahwa LPSK mengikuti sejak awal. Bahkan ketika yang bersangkutan ini melaporkan ke KPK, dari awal kita mengikuti

“LPSK membaca dakwaan Jaksa Penuntut Umum KPK terhadap terdakwa (...dijawab ahli “betul”). Dari surat dakwaan oleh LPSK, apakah terdakwa ini termasuk pelaku utama atau hanya sekedar pelaku aja dalam perkara ini” tanya beritakorupsi.co

Ahli menjelaskan, bahwa LPSK berkeyakinan yang bersangkutan tidak termasuk pelaku utama. Jadi hanya pelaku minor saja.

Anehnya dari penjelasan Wakil Ketua LPSK ini yang mengatakan, bahwa terdakwa Eryk Armando Talla bukan merupakan pelaku utama tapi hanya sekedar pelaku minor atau pelaku bisa dikatakan juga bahwa terdakwa hanya melakukan gratifikasi

Sementara fakta yang terungkap dalam persidangan adalah, bahwa terdakwa Eryklah yang mengatur proyek-proyek pengadaan di Dinas Pendidikan Kabupaten Malang sejak tahun 2011 – 2016, termasuk dengan melibatkan Hecker dalam pelaksanaan proses lelang di LPSE.

Memang terungkap pula dari keterangan saksi Swandi selaku Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Malang, Hendri Tanjung selaku Kabag LPSE yang menjelaskan, bahwa saksi akan dibatu oleh Eryk Armando Talla.

Bahka keterangan saksi selaku rekanan juga mengatakan dalam persidangan, bahwa para rekanan tidak bertemu dengan Bupati Rendra Kresna tetapi bertemu dengan Eryk Armando Talla.

Artinya dari fakta persidangan yang terungkap, bukan Bupati Rendra Kresna yang mengambil kebijakan terkait pengusaha mana dan pekerjaan apa yang diberikaan tetapi Eryklah yang menentukan termasuk program bedah rumah, dimana saksinya saat itu adalah keluarganya terdakwa Eryk Armando Talla yang mengatakan kepada Majelis Hakim, bahwa program bedah rumah yang dikerjakannya adalah programnya Eryk.
 
Seperti yang beritakan diawal. Bahwa Terdakwa ERYK ARMANDO TALLA bersama-sama dengan RENDRA KRESNA selaku Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara (disidangkan secara terpisah) yakni selaku Bupati Malang Periode 2010-2015, pada bulan Oktober 2012

Atau setidak-tidaknya pada waktu-waktu lain dalam tahun 2009 sampai dengan tahun 2012, bertempat di kantor CV Thalita Berkarya Jl Bendungan Lahor 86 Rt.11 Rw.2 Karangkates Sumberpucung Malang, Pujon View Kecamatan Pujon Kabupaten Malang, Pringgitan Kabupaten Malang, rumah SUHARDJITO Jln. Ir. Sukarno No 26 Kota Batu, atau setidaknya disuatu tempat yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Surabaya, 
Bahwa yang melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang masing-masing dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, pegawai negeri atau penyelenggara negara menerima gratifikasi yakni menerima uang sebesar Rp4.875.000.000 (empat miliar delapan ratus tujuh puluh lima juta rupiah), yang berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya yakni berhubungan dengan jabatan RENDRA KRESNA selaku Bupati Malang Periode 2010-2015 dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya sebagaimana dimaksud Pasal 5 angka 4 dan Pasal 5 angka 6 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, perbuatan tersebut dilakukan Terdakwa dengan cara sebagai berikut :

Pada Pilkada Kabupaten Malang tahun 2010, ERYK ARMANDO TALLA menjadi Tim Pemenangan pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Malang RENDRA KRESNA dan AKKHMAD SUBHAN. Untuk kepentingan kampanye pasangan tersebut, ERYK ARMANDO TALLA mengeluarkan uang sejumlah Rp5.000.000.000 (lima Miliar rupiah).

Setelah Pasangan RENDRA KRESNA dan AKKHMAD SUBHAN terpilih menjadi Bupati dan Wakil Bupati Malang, maka Terdakwa ditugaskan oleh RENDRA KRESNA untuk mengurusi pengadaan barang dan jasa di Dinas Pendidikan Kabupaten Malang.

I. Penerimaan dari Mashud Yunasa terkait perolehan pekerjaan pada Dinas Pendidikan Kabupaten Malang.

Pada tahun 2011 MASHUD YUNASA bermaksud ingin mengikuti lelang pekerjaan pengadaan barang dan jasa dengan menggunakan PT JePe Press Media di dinas pendidikan Kabupaten Malang akan tetapi ketika akan upload di LPSE selalu gagal. Selanjutnya MASHUD YUNASA memperoleh Informasi, jika akan mendapatkan proyek di Kabupaten Malang maka harus berhubungan atau berkoordinasi dengan Terdakwa sebagai orang kepercayaan RENDRA KRESNA (Bupati Malang) yang ditugasi untuk mengatur proyek-proyek pada Dinas Pendidikan Kabupaten Malang.

Pada awal Juli 2012 MASHUD YUNASA menemui Terdakwa di Restoran Hotel Santika Malang. Pada pertemuan tersebut, MASHUD YUNASA meminta agar perusahaannya diberikan jatah pekerjaan pada Dinas Pendidikan Kabupaten Malang. Hasil pertemuan tersebut dilaporkan oleh Terdakwa kepada RENDRA KRESNA.

Pada pertengahan bulan Juli 2012, Terdakwa melakukan pertemuan dengan MASHUD YUNASA di Komplek Ruko Istana, Dinoyo Blok C10 Kota Malang. Dalam pertemuan tersebut, disepakati bahwa Terdakwa akan mengamankan jatah proyek milik MASHUD YUNASA dan untuk itu MASHUD YUNASA diminta untuk memberikan uang yang akan dipergunakan antara lain untuk kepentingan RENDRA KRESNA

Menindaklanjuti pertemuan dengan MASHUD YUNASA, pada awal bulan Agustus 2012, Terdakwa menemui RENDRA KRESNA di Pringgitan Kabupaten Malang, melaporkan hasil kesepakatannya dengan MASHUD YUNASA terkait proyek pada Dinas Pendidikan Tahun 2012, atas laporan tersebut RENDRA KRESNA menyampaikan untuk dilaksanakan.
Selanjutnya atas usaha Terdakwa dan dengan persetujuan RENDRA KRESNA, MASHUD YUNASA mendapatkan 24 (dua puluh empat) paket pekerjaan pada Dinas Pendidikan Kabupaten Malang, dimana 9 (Sembilan) paket pekerjaan dikerjakan sendiri oleh MASHUD YUNASA dan 15 (lima belas) paket pekerjaan lainnya, MASHUD YUNASA meminta Terdakwa untuk mengerjakan dengan menggunakan perusahaan yang disediakan oleh Terdakwa karena MASHUD YUNASA tidak sanggup lagi Untuk mengerjakan semuanya.

Atas permintaan tersebut, Terdakwa menyetujuinya. Setelah pekerjaan selesai, sebagian dari keuntungan yang diperoleh MASHUD YUNASA yang masuk ke rekening perusahaan yang digunakan oleh Terdakwa sejumlah Rp3.875.000.000 (tiga miliar delapan ratus tujuh puluh lima juta rupiah), dimana atas perintah RENDRA KRESNA uang tersebut kemudian diserahkan kepada RENDRA KRESNA dengan perincian:

1. Pada bulan Desember 2012, di Pujon View Kecamatan Pujon Kabupaten Malang, atas perintah RENDRA KRESNA, Terdakwa menyerahkan uang sejumlah Rp100.000.000 (seratus juta rupiah), untuk pemenangan KRESNA DEWANATA PHROSAKH (anak RENDRA KRESNA) dalam pemilihan ketua KNPI Kab Malang.

2. Pada pertengahan Januari 2013 di Pringgitan Kabupaten Malang, Terdakwa menyerahkan uang sejumlah Rp1.200.000.000 (satu miliar dua ratus juta rupiah).

3. Pada pertengahan Januari 2013 di Pringgitan Kabupaten Malang, Terdakwa menyerahkan uang sejumlah Rp500.000.000 (lima ratus juta rupiah).

4. Pada awal Januari 2013, Terdakwa di Peringgitan Kabupaten Malang menyerahkan uang sejumlah Rp575.000.000 (/ima ratus tujuh puluh lima juta rupiah).

5. Atas perintah RENDRA KRESNA, Terdakwa melakukan kegiatan Bina Desa tahun 2013 yaitu Pleterisasi rumah penduduk sebanyak 10 14 pada setiap bulan di sekitar Kabupaten Malang pada 24 kecamatan dengan total Rp1.500.000.000 (satu miliar lima ratus juta rupiah).

II. Penerimaan dari SUHARJITO terkait pekerjaan pada Dinas Pendidikan tahun 2012.

Sekitar awal tahun 2012, Terdakwa bersama dengan HENRY M.B. TANJUNG menemui SUHARJITO di Rumah Suharjito Jln. Ir. Sukarno No 26 Kota Batu untuk menawarkan paket pekerjaan pengadaan buku dan alat peraga yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Dinas Pendidikan Kabupaten Malang senilai Rp40.000.000.000 (empat puluh miliar rupiah) dan Rp15.000.000.000 (lima belas miliar rupiah).

Terdakwa juga Menyampaikan bahwa untuk mendapatkan pekerjaan tersebut, SUHARJITO harus menyerahkan uang yang akan diserahkan sebagian kepada RENDRA KRESNA, selanjutnya disepakati bahwa SUHARJITO akan memberikan uang. Pada awal Februari 2012, Terdakwa menerima uang sejumlah Rp350.000.000 (tiga ratus lima puluh juta rupiah) di rumah SUHARDJITO Jin. Ir. Sukamo No 26 Kota Batu.
Pada awal Maret 2012, Terdakwa kembali menerima uang sejumlah Rp650.000.000,00 (enam ratus lima puluh juta rupiah) di rumah SUHARDJITO Jln. Ir. Sukarno No 26 Kota Batu. Atas perintah RENDRA KRESNA, uang tersebut digunakan antara lain untuk menjamu tamu RENDRA KRESNA, perayaan ulang tahun Kabupaten Malang, untuk biaya kunjungan ke Bali, untuk biaya penginapan diantaranya Sekretaris Daerah Kabupaten malang dan 12 Kepala SKPD di Hotel Sultan Jakarta, Biaya menjamu tamu para Kepala SKPD dan camat di Lombok, diberikan kepada LSM dan wartawan untuk pengamanan berita terkait RENDRA KRESNA. Selanjutnya Terdakwa melaporkan penggunaan uang tersebut kepada RENDRA KRESNA.

Bahwa sejak menerima uang sejumlah Rp4.875.000.000,00 (empat miliar delapan ratus tujuh puluh lima juta rupiah), RENDRA KRESNA tidak melaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sampai dengan batas waktu 30 (tiga puluh) hari sebagaimana yang dipersyaratkan dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Perbuatan Terdakwa bersama dengan RENDRA KRESNA menerima grafitikasi dalam bentuk uang sejumlah Rp4.875.000.000,00 (empat miliar delapan ratus tujuh puluh lima juta rupiah), berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugas RENDRA KRESNA selaku Bupati Malang.

Bahwa perbuatan Terdakwa bersama dengan RENDRA KRESNA menerima pemberian uang sejumlah Rp4.875.000.000 (empat miliar delapan ratus tujuh Puluh lima juta rupiah) bertentangan dengan kewajiban dan tugas RENDRA KRESNA, yaitu:

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, yakni Pasal 5 angka 4 yang isinya menentukan “Setiap Penyelenggara Negara berkewajiban untuk tidak melakukan perbuatan korupsi, kolusi, dan nepotisme” dan Pasal 5 angka 6 yang isinya menentukan “Setiap Penyelenggara Negara berkewajiban untuk melaksanakan tugas dengan penuh rasa tanggungjawab dan tidak melakukan perbuatan tercela, tanpa pamrih baik untuk kepentingan pribadi, keluarga, kroni, maupun kelompok, dan tidak mengharapkan imbalan dalam bentuk apapun yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”,

Perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) kelKUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Dan Dakwaan Kedua 
Pertama

Bahwa Terdakwa ERYK ARMANDO TALLA bersama-sama dengan RENDRA KRESNA (sudah diputus dan mempunyai kekuatan hukum tetap sesuai putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 37/Pid.Sus-TPK/2019/PN.Sby tanggal 9 Mei 2019) selaku Bupati Malang Periode 2010-2015, pada bulan Desember 2009 sampai dengan bulan Januari 2014 atau setidak-tidaknya pada waktu-waktu lain dalam tahun 2009 sampai dengan tahun 2014, bertempat di Rumah Makan Amsterdam Malang, ruang kerja Bupati Malang, rumah dinas Bupati Malang atau setidak-tidaknya di suatu tempat yang termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Surabaya yang berwenang memeriksa dan mengadili perkara ini melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang masing-masing dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, menerima hadiah yaitu menerima uang dari ALI MURTOPO dan UBAIDILLAH yang masing-masing merupakan penyedia barang/jasa pada Dinas Pendidikan Kabupaten Malang seluruhnya sejumlah Rp7.502.300.000,00 (tujuh miliar lima ratus dua juta tiga ratus ribu rupiah)

Padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya, yaitu Terdakwa mengetahui atau patut menduga uang tersebut diberikan karena Terdakwa bersama-sama dengan RENDRA KRESNA telah memberikan beberapa proyek pada Dinas Pendidikan Kabupaten Malang tahun 2011 dan 2013 kepada ALI MURTOPO dan UBAIDILLAH melalui intervensi secara langsung maupun tidak langsung terhadap proses pengadaan barang/jasa tahun 2011 dan 2013 pada Dinas Pendidikan Kabupaten Malang

Hal itu bertentangan dengan kewajibannya sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme: Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan Peraturan Presiden No. 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, yang dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1. Penerimaan uang terkait proyek pengadaan buku dan alat peraga pada Dinas Pendidikan tahun 2011.

Pada akhir tahun 2009 di rumah makan Amsterdam Malang, RENDRA KRESNA dan AHMAD SUBHAN selaku pasangan calon kepala daerah Kabupaten Malang 2010-2015 melakukan pertemuan dengan beberapa orang tim suksesnya yakni Terdakwa selaku orang dekat RENDRA KRESNA, CHAIRUL ANAM, JOSHUA, YOYOK, WILDAN, dan MOH. ZAINI ILYAS Alias ZAINI.

Dalam pertemuan tersebut disepakati cara pengumpulan dana untuk kampanye pasangan RENDRA KRESNA dan AHMAD SUBHAN, yakni dengan cara pengusaha-pengusaha yang tergabung dalam tim sukses memberikan pinjaman kepada RENDRA KRESNA, yang pengembaliannya akan diambilkan dari fee atas proyek-proyek di Pemerintah Kabupaten Malang jika Rendra Kresna menjadi Bupati Malang.

Dalam pelaksanaan kampanye, RENDRA KRESNA mendapatkan dana untuk kepentingan kampanye dari Terdakwa sejumlah Rp5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) dan dari CHOIRUL ANAM sejumlah Rp6.900.000.000,00 (enam milyar sembilan ratus rupiah). Selain itu RENDRA KRESNA juga mendapatkan pinjaman sejumlah Rp20.000.000.000,00 (dua puluh milyar rupiah) dari pengusaha-pengusaha lainnya.

Setelah dinyatakan menang dalam Pilkada pada tanggal 26 Oktober 2010, RENDRA KRESNA dilantik sebagai Bupati Malang periode 2010-2015. Selanjutnya RENDRA KRESNA melakukan pertemuan dengan HENRY M.B TANJUNG selaku Kabag PDE-LPSE Kabupaten Malang dan Terdakwa di ruang kerja Bupati Malang guna membahas mengenai pengembalian uang pinjaman yang telah dipergunakan untuk kampanye RENDRA KRESNA.

Dalam pertemuan tersebut, Terdakwa bersama HENRY M.B TANJUNG diperintah oleh RENDRA KRESNA untuk mengatur pelaksanaan lelang proyek pada LPSE agar proyek-proyek di Pemerintah Kabupaten Malang hanya dapat dimenangkan oleh tim sukses RENDRA KRESNA dalam Pilkada, diantaranya ALI MURTOPO dengan kompensasi memberikan sejumlah fee kepada RENDRA KRESNA.

Menindaklanjuti pertemuan tersebut, selanjutnya Terdakwa dan HENRY M.B TANJUNG beberapa kali melakukan pertemuan membahas teknis pengaturan lelang di LPSE. Dari pertemuan-pertemuan tersebut, disepakati bahwa untuk pengaturan lelang akan dilaksanakan oleh TRI DHARMAWAN selaku Administrator Pejabat Pengadaan Elektronik (PPE) pada Lembaga Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Kabupaten Malang, ALI MURTOPO, ERYK ARMANDO TALLA dan GALIH PUTRA PRADHANA.

Pada bulan November 2010, di ruang kerja Bupati Malang, Terdakwa melakukan pertemuan dengan RENDRA KRESNA, ALI MURTOPO, SUWANDI selaku kepala dinas pendidikan, HENRY M.B TANJUNG, ANWAR selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum, SUJONO selaku kepala dinas Petrnakan, WILLEM PETRUS SALAMENA selaku kepala dinas pengelolaan dan pendapatan aset dan beberapa kepala SKPD lainnya.

Dalam pertemuan tersebut disepakati akan dilakukan pengaturan lelang Eprocurement agar pemenangnya adalah tim sukses RENDRA KRESNA, serta adanya kewajiban pemenang lelang untuk memberikan fee kepada RENDRA KRESNA yang besarnya telah ditentukan,  yakni untuk proyekproyek di dinas pengairan sebesar 17,5% - 20 %, untuk proyek di dinas Pekerjaan Umum sebesar 15% - 17.5% dan untuk proyek di dinas pendidikan sebesar 17,5% -  20%.
Dalam pertemuan itu ALI MURTOPO ditunjuk sebagai pihak yang akan mengerjakan proyek peningkatan mutu pada dinas pendidikan yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus.
Menindaklanjuti pertemuan tersebut, pada bulan Desember 2010, di kantor dinas pendidikan Kabupaten Malang, Terdakwa melakukan pertemuan dengan ALI MURTOPO dan SUWANDI beserta stafnya. Dalam pertemuan tersebut disepakati, Terdakwa akan berkoordinasi dengan HENRY M.B TANJUNG guna pembentukan Unit Layanan Pengadaan (ULP) serta akan membentuk tim IT Hacker guna mengkondisikan proses pelelangan elektronik agar pemenangnya adalah pihak-pihak yang telah ditentukan oleh RENDRA KRESNA

Sedangkan ALI MURTOPO akan langsung melakukan pemesanan buku dan alat peraga kepada produsen atau perantara produsen, yakni BAGUS TRISAKTI selaku Direktur PT. Jakarta Smart Media dan MANSYUR TUALEKA selaku perantara produsen buku PT Tiga Serangkai. Karena ALI MURTOPO telah ditentukan sebagai pelaksana proyek pengadaan buku dan alat peraga, ALI MURTOPO melakukan pemesanan buku dan alat peraga dari BAGUS TRISAKTI meskipun belum dilakukan pelelangan, dengan perincian sebagai berikut:

a. Study kit untuk IPA, IPBA, IPS dan Bahasa untuk Pendidikan tingkat SD.
b. Alat permainan matematika, IPS, Bentang Alam dan alat pembelajaran elektronik untuk SD dan SMP.
c. Peralatan elektronik dan permainan matematika untuk SD.

Selanjutnya, dalam menentukan spesifikasi teknis atas barang-barang tersebut, ALI MURTOPO, HENRY TANJUNG dan KHUSNUL FARID menyesuaikan spesifikasi teknis dengan barang-barang yang telah dipesan oleh ALI MURTOPO sebelumnya.

Pada tanggal 8 November 2011, ULP mengumumkan lelang penyediaan sarana penunjang peningkatan mutu pendidikan dari Dana Alokasi Khusus tahun 2010 dan 2011. Setelah pengumuman tersebut, ALI MURTOPO mengikuti pelelangan 4 (empat) paket pekerjaan dengan menggunakan 6 (enam) perusahaan, yakni CV Sawunggaling, CV Karya Mandiri, CV Kartika Fajar Utama, CV Tunjang Langit, CV Adhijaya Sakti dan CV Adhikersa.

Guna memenangkan perusahaan-perusahaan tersebut, Terdakwa dan GALIH PUTRA PRADHANA melakukan peretasan (hacking) terhadap sistem teknologi informasi ULP, sehingga perusahaan-perusahaan tersebut dapat dimenangkan sesuai dengan arahan RENDRA KRESNA.

Pada tanggal 20 Desember 2011, panitia lelang menetapkan beberapa perusahaan yang dipergunakan ALI MURTOPO tersebut sebagai pemenang lelang, dan dilanjutkan dengan penandatanganan kontrak antara PPK Dinas Pendidikan dengan direktur perusahaan-perusahaan tersebut, sebagai berikut:

1. Paket Pengadaan buku pangayaan, buku referensi dan Buku panduan pendidik SD/SDLB dengan nilai kontrak sejumlah Rp8.930.000.000,00 (delapan milyar sembilan ratus tiga puluh juta rupiah) yang dilaksanakan oleh CV Sawunggaling.

2. Paket Pengadaan peralatan pendidikan SMP yang meliputi peralatan laboratorium bahasa, alat peraga matematika, alat peraga IPS, alat olahraga dan alat kesenian dengan nilai kontrak sejumlah Rp7.050.000.000,00 (tujuh milyar lima puluh juta rupiah) yang dilaksanakan oleh CV Karya Mandiri

3. Paket Pengadaan alat peraga pendidikan, sarana penunjang pembelajaran dan sarana TIK penunjang perpustakaan elektronik dan multimedia interaktif pembelajaran SD/SDLB dengan nilai kontrak sejumlah Rp7.952.776.000,00 (tujuh milyar sembilan ratus lima puluh dua juta tujuh ratus tujuh puluh enam rupiah) yang dilaksanakan oleh CV Kartika Fajar Utama

4. Paket Pengadaan buku pengayaan, buku referensi dan buku panduan pendidik SMP/SMPLB dengan nilai kontrak sejumlah Rp12.232.346.500,00 (dua belas milyar dua ratus tiga puluh dua juta tiga ratus empat puluh enam ribu lima ratus rupiah) yang dilaksanakan oleh CV Adhikersa.
Pada tanggal 27 dan 28 Desember 2011, perusahaan-perusahaan pemenang lelang tersebut menerima pembayaran dari pemerintah daerah kabupaten Malang sebagai berikut:

a. CV Sawunggaling menerima pembayaran bersih setelah dipotong pajak seluruhnya berjumlah Rp8.808.227.250,00 (delapan milyar delapan ratus delapan juta dua ratus dua puluh rujuh ribu dua ratus lima puluh rupiah) yang dikirim melalui Bank Jawa Timur Nomor rekening 0011192815

b. CV Adikersa menerima pembayaran bersih setelah dipotong pajak seluruhnya berjumlah Rp12.065.541.775,00 (dua belas milyar enam puluh lima juta lima ratus empat puluh satu ribu tujuh ratus tujuh puluh lima rupiah) yang dikirim melalui rekening Bank Jatim Nomor rekening 0011190898.

c. CV Karya Mandiri menerima pembayaran bersih setelah dipotong pajak seluruhnya berjumlah Rp6.312.954.400,00 (enam milyar tiga ratus dua belas juta sembilan ratus lima puluh empat ribu empat ratus rupiah) melalui rekening Bank Jatim nomor rekening 0041048719

d. CV Kartika Fajar menerima pembayaran bersih setelah dipotong pajak seluruhnya berjumlah Rp7.121.349.300,00 (tujuh miliar seratus dua puluh satu juta tiga ratus empat puluh sembilan ribu tiga ratus rupiah).

Selanjutnya uang pembayaran tersebut diberikan kepada ALI MURTOPO seluruhnya berjumlah Rp29.156.345.000,00 (dua puluh sembilan milyar seratus lima puluh enam juta tiga ratus empat puluh lima ribu rupiah), dengan perincian sebagai berikut:

a. Dari MOH ZAINI ILYAS selaku Direktur CV Sawunggaling sejumlah Rp8.450.000.000,00 (delapan milyar empat ratus lima puluh juta rupiah) melalui rekening BCA milik ALI MURTOPO nomor 3170461010

b. Dari ADIK DWI PUTRANTO sejumlah Rp11.885.000.000,00 (sebelas milyar delapan ratus delapan puluh lima juta rupiah) melalui SUDARSO yang bersumber dari rekening CV Adikersa pada Bank Jatim nomor 0011190898

c. Dari HARI MULYANTO sejumlah Rp4.552.300.000,00 (empat milyar lima ratus lima puluh dua juta tiga ratus ribu rupiah) menggunakan cek Bank Jatim nomor BA 118287, nomor BA 118293 dan transfer dari rekening CV Karya Mandiri nomor 0041048719.

d. Dari CHOIRIYAH selaku pemilik CV Kartika Fajar Utama Sejumlah Rp4.269.045.000,00 (empat milyar dua ratus enam puluh Sembilan juta empat puluh lima ribu rupiah).

Selanjutnya sebagian uang tersebut diberikan ALI MURTOPO kepada RENDRA KRESNA seluruhnya berjumlah Rp3.026.000.000,00 (tiga milyar dua puluh enam juta rupiah) sebagai realisasi fee sebesar 7,5% sebagaimana kesepakatan sebelumnya, dengan perincian sebagai berikut:

1. Pada tanggal 5 Januari 2012, Terdakwa menerima uang dari ALI MURTOPO sejumlah Rp880.000.000,00 (delapan ratus delapan puluh juta rupiah). Selanjutnya RENDRA KRESNA memerintahkan Terdakwa agar menggunakan uang tersebut guna diberikan kepada beberapa Wartawan dan LSM di Kabupaten Malang untuk mengamankan praktek pengaturan lelang di Kabupaten Malang.

2. Pada tanggal 13 Januari 2012, RENDRA KRESNA meminta uang fee kepada ALI MURTOPO sejumlah Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah), menyerahkan uang tersebut kepada Terdakwa. Menindaklanjuti perintah tersebut, selanjutnya ALI MURTOPO menyerahkan uang sebesar Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) kepada Terdakwa di gudang Jalan Raya Karangploso.

3. Pada tanggal 16 Januari 2012, RENDRA KRESNA kembali meminta uang fee kepada ALI MURTOPO sejumlah Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah), dan memerintahkan agar uang tersebut diberikan melalui BUDIONO. Atas permintaan tersebut, selanjutnya ALI MURTOPO menyerahkan uang sejumlah Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah) tersebut kepada BUDIONO.

4. Pada tanggal 14 Maret 2012, ALI MURTOPO kembali menyerahkan uang fee kepada RENDRA KRESNA melalui BUDIONO sejumlah Rp350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah) di Pringgitan Pendopo Kabupaten Malang.

5. Selain itu, dalam kurun waktu antara 16 Desember 2011 sampai dengan 27 Maret 2012, Terdakwa atas perintah RENDRA KRESNA juga beberapa kali menerima uang dari ALI MURTOPO secara bertahap sejumlah Rp546.000.000,00 (Jima ratus empat puluh enam juta rupiah).

Bahwa selain itu, pada bulan Januari 2012, RENDRA KRESNA juga menerima sejumlah uang dari HARI MULYANTO sejumlah Rp881.300.000,00 (delapan ratus delapan puluh satu juta tiga ratus ribu rupiah), dengan perincian sebagai berikut:

a. Pada tanggal 2 Januari 2012 sejumlah Rp631.300.000,00 (enam ratus tiga puluh satu juta tiga ratus ribu rupiah) dengan menggunakan cek Bank Jatim Nomor BA 118279

b. Pada tanggal 24 Januari 2012 sejumlah Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dengan menggunakan cek Bank Jatim Nomor BA 118290.

c. Pada tanggal 26 Januari 2012 sejumlah Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dengan menggunakan cek Bank Jatim Nomor BA 118291

Uang tersebut merupakan bagian realisasi fee untuk RENDRA KRESNA dari proyek yang dikerjakan oleh ALI MURTOPO dengan menggunakan CV Karya Mandiri.
 
2. Penerimaan uang terkait proyek peningkatan mutu pada Dinas Pendidikan tahun 2013.

Pada sekira bulan Oktober 2012 di hotel Santika Malang, atas persetujuan RENDRA KRESNA, Terdakwa melakukan pertemuan dengan HENRY M.B TANJUNG dan UBAIDILLAH selaku penyedia barang/jasa di Kabupaten Malang. Dalam pertemuan tersebut, Terdakwa menawarkan beberapa proyek peningkatan mutu pada dinas pendidikan yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus tahun 2013, yang kemudian disepakati bahwa proyek tersebut akan diberikan kepada UBAIDILLAH dengan kompensasi fee untuk RENDRA KRESNA sebesar 22,5% dari nilai kontrak.

Selain itu disepakati pula bahwa penyusunan HPS, RKS, Spesifikasi Teknis dan dokumen lelang lainnya yang sebenarnya merupakan kewajiban panitia lelang dan PPK, akan disusun oleh UBAIDILLAH.

Bahwa setelah melalui proses pelelangan yang dilakukan secara melawan hukum tersebut di atas, UBAIDILLAH memenangkan 5 (lima) paket pekerjaan proyek pengingkatan mutu pada dinas pendidikan tahun anggaran 2013 sebagai berikut:

a. Pengadaan Peralatan Laboratorium SMK dengan nilai kontrak Rp3.474.000.000,00 (tiga milyar empat ratus tujuh puluh empat juta rupiah) menggunakan perusahaan CV. Atrium Delapan Belas.

b. Pengadaan Peralatan Laboratorium SMK Negeri dengan nilai kontrak sebesar Rp679.000.000,00 (enam ratus tujuh puluh sembilan juta rupiah) menggunakan CV. Bangkit Jaya Lestari.

c. Pengadaan Peralatan IPS SMP, IPA SMP, Matematika SMP, Peralatan Olah Raga SMP (swasta) dengan nilai kontrak sejumlah Rp2.500.057.000,00 (dua milyar lima ratus juta lima puluh tujuh ribu rupiah) menggunakan perusahaan CV. Atrium Delapan Belas.

d. Pengadaan Peralatan IPS SMP, IPA SMP, Matematika SMP, Peralatan Olah Raga SMP (Negeri) dengan nilai kontrak sejumlah Rp1.955.797.000,00 (satu milyar sembilan ratus lima puluh lima juta tujuh ratus sembilan puluh tujuh ribu rupiah) menggunakan perusahaan CV. Sandan Utama.

e. Pengadaan Peralatan Pendidikan Matematika SD, Peralatan Pendidikan IPA SD, Peralatan IPS SD, Peralatan Pendidikan Bahasa SD, Peralatan Penjas Orkes SD, Peralatan Pendidikan Seni Budaya dengan nilai kontrak sejumlah Rp4.052.795.000,00 (empat milyar lima puluh dua juta tujuh ratus sembilan puluh lima ribu rupiah) menggunakan perusahaan CV. Bima Media Mandiri.

Setelah RENDRA KRESNA dan Terdakwa memberikan beberapa proyek tersebut kepada UBAIDILLAH, RENDRA KRESNA melalui Terdakwa menerima fee dari UBAIDILLAH seluruhnya berjumlah Rp2.745.000.000,00 (dua milyar tujuh ratus empat puluh lima juta rupiah) yang diberikan secara bertahap melalui rekening Bank Mandiri Nomor 144-00-139-30-190 atas nama ERYK ARMANDO TALLA yakni:

a. Tanggal 20 Desember 2013 sejumlah Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah)
b. Tanggal 28 Desember 2013, sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah)
c. Tanggal 30 Desember 2013 sejumlah Rp245.000.000,00 (dua ratus empat puluh lima juta rupiah)
d. Pada tanggal 31 Desember 2013 sejumlah Rp2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah)
e. Tanggal 28 Januari 2014 sejumlah Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah)

Selain itu, RENDRA KRESNA dan Terdakwa juga menerima uang realisasi fee sebagaimana yang telah disepakati sebelumnya secara bertahap seluruhnya berjumlah Rp850.000.000,00 (delapan ratus lima puluh juta rupiah) dari UBAIDILLAH, yang kemudian dipergunakan oleh RENDRA KRESNA untuk biaya pembangunan atau renovasi rumah milik anaknya yakni KRESNA TILOTTAMA PHROSAKH di Perumahan Bumi Araya Megah Cluster Greenwood dengan perincian sebagai berikut:

a. Pada tanggal 20 Januari 2014 sejumlah Rp350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah) dari UBAIDILLAH metalui A. KHOLIK menggunakan bank Mandiri nomor rekening 1440013930190 atas nama ERYK ARMANDO TALLA

b. Pada tanggal 28 Januari 2014 sejumlah Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta) melalui bank Mandiri nomor rekening 1440013930190 atas nama Terdakwa yang sumbernya dari rekening Bank Mandiri Cabang Waru nomor 1410007317811 atas nama KURNIAWATI yang merupakan istri UBAIDILLAH

c. Pada tanggal 28 Januari 2014 sejumlah Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) melalui rekening Terdakwa di BCA Cabang Kawi nomor 3850410177 yang bersumber dari rekening BCA Cabang Pepelegi atas nama KURNIAWATI.

Bahwa Terdakwa dan RENDRA KRESNA mengetahui atau setidak-tidaknya patut menduga uang yang diterimanya seluruhnya berjumlah Rp7.502.300.000,00 (tujuh miliar lima ratus dua juta tiga ratus ribu rupiah) tersebut karena RENDRA KRESNA dan Terdakwa telah memberikan atau setidak-tidaknya menyetujui memberikan beberapa proyek kepada ALI MURTOPO dan UBAIDILLAH melalui intervensi secara langsung maupun tidak langsung terhadap proses pengadaan barang/jasa tahun 2011 dan 2013 pada Dinas Pendidikan Kabupaten Malang

Hal itu bertentangan dengan kewajibannya sebagaimana diatur dalam Pasal 5 angka 4 dan 6 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme: Pasal 3 ayat (1) UndangUndang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Pasal 4 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan Pasal 5 Peraturan Presiden No. 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/jasa Pemerintah.

Perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf b (atau pasal 11) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undangx Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP. (Jnt)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top