0
“Apakah KPK akan menyeret Tersangka lain dalam kasus dugaan Korupsi Suap Dana BK Jatim tahun 2014 - 2018 ke Kabupaten/Kota di Jawa Timur setelah menahan Tersangka Dr. Ir. Budi Setiawan, M.MT selaku Kepala BPKAD Provinsi Jawa Timur tahun 2014 - 2016 dan Kepala Bappeda Provinsi Jawa Timur tahun 2017 - 2018?”
Foto "MI"
Jakarta, BERITAKORUPSI.CO -
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Jumat, 19 Agustus 2022, akhirnya menahan Tersangka BS (Dr. Ir. Budi Setiawan, M.MT.Red) selaku Kepala BPKAD (Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah) Provinsi Jawa Timur (Pemprov Jatim) tahun 2014 - 2016 dan Kepala Bappeda (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah) (Pemprov Jatim) tahun 2017 - 2018 dalam kasus dugaan Korupsi Suap Pengalokasian anggaran Bantuan Keuangan Provinsi di Jawa Timur ke Kabupaten Tulungagung pada tahun 2017 - 2018 sebesar Rp10.25 miliar.

Terseretnya nama Dr. Ir. Budi Setiawan, M.MT selaku Kepala BPKAD Provinsi Jawa Timur tahun 2014 - 2016 dan kemudian menjabat selaku Kepala Bappeda (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah) Provinsi Jawa Timur tahun 2017 - 2018 bermula dari kasus Korupsi Suap Tangkap Tangan KPK terhadap Bupati Tulungagung Syahri Mulyo, Kepala Dinas PUPR Kab. Tulungagung Sutrisno  dan Agung Prayotno (teman dekat Syahri Mulyo) pada tanggal 6 Juni 2018 lalu (Ketiganya telah berstatus Terpidana)

Baca juga: KPK Mencegah BS (Dr. Ir. Budi Setiawan, M.MT) Mantan Kepala Bapeda Jatim - http://www.beritakorupsi.co/2022/08/kpk-mencegah-bs-dr-ir-budi-setiawan-mmt.html

Baca juga: KPK Tetapkan Tersangka Kasus Dugaan Korupsi Suap Dana BK Pemprov Jatim Ke Kab. Tulungagung - http://www.beritakorupsi.co/2022/06/kpk-tetapkan-tersangka-kasus-dugaan.html 
Foto dari kiri ke kanan, Syahri Mulyo, Sutrisno, Agung Prayitno dan Supriyono
Berdasarkan data maupun fakta hukum yang terungkap di persidangan saat Syahri Mulyo, Sutrisno dan Agung Prayotno diadili di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Surabaya pada tahun 2018, terungkap adanya dana BK (Bantuan Keuangan) Pemrov Jatim ke 25 kabupaten / Kota di Jawa Timur dan salah satunya ke Kabupaten Tulungagung

Pada tahun 2014 - 2018, Pemerintah Kabupubaten (Pemkab) Tulungagung menerima kucuran dana BK (Bantuan Keuangan), DAU (Dana Alokasi Umum) yang bersumber dari APBD Provinsi Jawa Timur, dan DAK (Dana Alokasi Khusus) pemerintah pusat yang bersumber dari APBN  
 
Cairnya dana BK, DAU dan DAK ini berawal dari terpilihnya Syahri Mulyo sebagai Bupati periode 2013 - 2018. Dan pada tanggal 24 April 2013, Bupati Syahri Mulyo mengajak Kepala Dinas PUPR Sutrisno, Sudigdo Prasetyo selaku Kepala Bappeda Kabupaten Tulungagung dan Hendry Setyawan selaku Kepala BPKAD Kabupaten Tulungagung untuk menemui Kepala Bapeda Provinsi Jawa Timur Fatayasin (saat ini menjabat sebagai Wakil Bupati Pamekasan, Madura, Jawa Timur) dan kemudian Budi Setiwan guna mendapatkan dukungan dana untuk pembangunan di Kabupaten Tulungagung.

Kemudian Bupati Syahri Mulyo memerintahkan Kordinator Asosiasi Kontroksi yaitu  Santoso, Endro Basuki, Anjar Handriyanto dan Wawan untuk mengurus Dana DAU, DAK dan BK Prov Jatim ke Kabupaten Tulungung

“Saya menemui Fatayasin dan Budi Setiawan untuk mengurus dan bantuan,” kata Syahri Mulyo, (06 Juli 2022)
 
Sementara Sutrisno saat memberikan keterangan sebagai Terdakwa maupun sebagai saksi untuk Terdakwa/Terpidana Syahri Mulyo dan Terdakwa/Terpidana Supriyono maupun sebagai saksi untuk Terdakwa Tigor Prakasa menjelaskan, bahwa untuk memperoleh dana BK, DAU dan DAK tidak cair begitu saja ke Pemkab Tulungagun, tetapi ada istilah ‘mahar’ yang besarnya adalah 7.5 persen sedangkan untuk DAK sebesar 6.5 persen.

“Untuk pengurusan Bantuan Propinsi, ada peran yang besar oleh kordinator Asosiasi yaitu  Santoso, Endro Basuki, Anjar Handriyanto dan Wawan. Merekalah yang berperan mengurus anggaran Ban Prop (Bantuan Provinsi) kepada Budi Juniarto. Hubungan mereka sangat dekat  karena Santoso dan Wawan  masih mempunyai hubungan Keluarga dengan mantan Kabid (Kepala Bidang) Fisik sebelum Budi Juniarto. Sehingga mulai tahun 2014, 2015 dan tahun 2016, Empat orang inilah yang berperan  melakukan pungutan unduhan kepada anggota Asosiasi yang lain  sebesar 10 % dan menyetorkan  unduhan ke Kabid Fisik sebesar  7,5 %,” kata Sutrisno kepada Majelis Hakim dalam persidangan, Kamis, 3 Januari 2019 dan keterangan Sutrisno ini kembali disampaikan pada persidangan tanggal 06 Juli 2022

“Ada maharnya. Tidak mungkin cair dana bantuan ke setiap Kabupatena Kota di Jawa Timur kalau tidak ada mahar. Untuk dana BK maharnya tujuh setengah persen dan untuk DAK sebesar 6 setengah persen dibayar didepan. Untuk DAK ke Chusainuddin Anggota DPRD Provinsi Jawa Timur dan DAK ke Ahmad Riski Sadiq anggota DPR RI,” lanjut Sutrisno saat itu (Kamis, 3 Januari 2019) dan keterangan Sutrisno ini kembali disampaikan pada persidangan tanggal 06 Juli 2022     
Sutrisno
Sebagai Terdakwa mapun sebagai saksi, Sutrisno pun membeberkan jumlah dana BK, DAU dan DAK ke Kabupaten Tulung serta aliran duit haram kesejumlah pejabat sejak tahun 2014 hingga 2018, yaitu;  

Tahun 2014, dana BK Jatim ke Kab. Tulungagung yaitu DAU sebesar Rp3.807 miliar, Unduhan (istilah untuk mendapatkan) DAK sebesar Rp1.4 miliar, dana BK Prov sebesar Rp3.760 miliar, dan di akhir pekerjaan Rp1.368 miliyar. Total sebesar Rp10.335 miliyar.

Tahun 2015, DAU Rp5.605 miliyar, Unduhan DAK Rp2.300 miliar, BK Prov Rp4.000 miliar, di akhir pekerjaan Rp1.278 miliyar. Total Rp13.183 miliyar.

Tahun 2016, DAU Rp6.381 miliar, Unduhan DAK Rp12.965 miliar, BK Prov Rp2.400 miliar, akhir pekerjaan Rp3.365 miliar. Total Rp25.111 miliyar.

Tahun 2017, DAU Rp7.046 miliar, Unduhan DAK Rp4.600 miliar, BK Prov Rp4.000 miliar, akhir pekerjaan Rp1.764 miliar. Total Rp17.410 miliar.

Tahun 2018, DAU Rp4.000 miliar, Unduhan DAK Rp7.600 miliar, BK Prov Rp6.000 miliar. Total Rp17.600 miliyar

Sutrisno pun membeberkan aliran duit haram kesejumlah pejabat sejak tahun 2014 hingga 2018, yaitu;
Tahun 2014, Budi Juniarto selaku Kabid Fisik Prasarana Bapeda Jatim sebesar Rp3.25 M, Supriyono (Terpidana), Ketua DPRD Tulungagung sebesarRp150 juta, Komisi D sebesar R180 juta, untuk operasional Bupati Syahri Mulyo sebesar Ro3.25 M, Kepala DPPKAD sebesar Rp2.507 M, Operasional Dinas 100 juta, untuk Bina Lingkungan sebesar Rp273 juta;

Tahun 2015 Budi Setiawan, Kepalada Bapeda Jatim sebesar Rp3.750 M, Supriyono selaku Ketua DPRD Rp150 juta, Komisi D Rp180 juta, Operasional Bupati Syahri Mulyo sebesar Rp4 M, Kepala DPPKD Rp4.405 M, Operasional Dinas Rp125 juta, Bina Lingkungan Rp173 juta;

Tahun 2016 Riski Sadig (anggota DPR RI dari PAN) Rp10.530 M, Budi Juniarto Rp2.250 M, Ketua DPRD Rp150 juta, Komisi D Rp180 juta, Operasional Bupati Rp3.850 M, DPPKD Rp5.381 M, Operasional Dinas Rp150 juta, Bina Lingkungan Rp915 juta;

Tahun 2017, Riski Sadig (anggota DPR RI dari PAN) Rp2.990 M, Toni Indrayanto Rp2.250 M, Ketua Dewan Rp150 juta, Komis D Rp180 juta, Operasional Bupati Rp2.256 M, Kepala DPPKD Rp6.740 M, Kusainudin (anggota DPRD Jatim) Rp1 M, Operasional Dinas Rp150 juta, Bina Lingkungan Rp754 juta

Tahun 2018, Riski Sadig (anggota DPR RI dari PAN) Rp4.940 M, Toni Indrayanto Rp4.500 M, Ketua Dewan Rp150  juta, Komisi D Rp175 juta, Kepala DPPKAD Rp3.500 M, Renovasi rumah Dinas dan Kantor Sentra Polres Rp500 juta, Operasional Bupati Syahri Mulyo Rp2.500 M, Operasional Dinas Rp100 juta, Bina Lingkung Rp85 juta.
 
Pengakuan Budi Setiyawan dan Budi Juniarto  
Pada Selasa, 9 Juni 2020, Budi Juniarto selaku Kepala Bidang Fisik Sarana dan  Prasarana Provinsi Jawa Timur yang pensiun dini, dan Budi Setiyawan selaku Kepala Bapeda Provinsi Jawa Timur yang kemudian menjabat sebagai Komisaris Bank Jatim memberikan keterangan dipersidangan dihadapan Majelis Hakim sebagai saksi untuk Terdakwa Supriyono selaku Ketua DPRD Kab. Tulungaung saat diadili dalam perkara Korupsi penerima suap sebesar Rp3.8 miliar

Saat itu (Selasa, 9 Juni 2020), kepada Majelis Hakim, Budi Juniarto dan Budi Setiyawan mengakui menerima duit, namun berapa jumlahnya, keduanya sama-sama menjawab lupa. Menurut Budi Juniarto, bahwa besaran uang yang ditermima terkait Ban Prov(Bantuan Provinsi)  adalah 7 persen dari jumlah anggaran yang dicairkan. Dana BanProv yang dicairkan adalah ke 25 Kabupaten Kota di Jawa Timur

“Kepala Bapeda Ir. Zaenal Abidin, kemudian  digantikan Fatayasin dan  Fatayasin digantikan Budi Setyawan. Bantuan Keuangan Pemprov atas usulan Kabupaten. Terima, saya lupa,” kata saksi Budi Juniarto kepada Majelis Hakim.

Pada tahun 2020, KPK telah menetapkan Budi Juniarto sebagai Tersangka. Namun kabar yang diterima beritakorupsi.co dari sumber terpecaya, bahwa Budi Juniarto telah meninggal dunia tahun lalu

Sementara Budi Setyawan hanya menyebutkan jumlah uang haram yang diterimanya dari Sutrisno selaku Kepala Dinas PU Kabupaten Tulungagung yaitu sebesar Rp2.5 milliar.

“Lupa. Dua setengah miliar, saya terima dari Sutrisno. Saya tidak menerima tapi hanya partisipasi, sukarela,” jawab saksi Budi Setiawan enteng

Mendengar jawaban pejabat Pemprov Jatim ini yang tidak jujur dan mengatakan lupa berapa jumlah uang ‘haram’ yang diterimanya, anggota Majelis Hakim Kusdarwanto pun saat itu marah

“Lupa karena terlalu banyak ya ?. Dari setiap Kabupaten, berapa yang saudara terima. Di Jawa Timur ada 38 Kabupaten Kota,” tanya Anggota Majelis Hakim saat itu, yang dijawab Budi Setiawan, “menerima dari 5 Kabupaten yang mengajukan dana Banprov”.

Pertanyaannya adalah, apakah KPK akan menyeret Tersangka lain dalam kasus dugaan Korupsi Suap Dana BK Jatim tahun 2014 - 2018 ke Kabupaten/Kota di Jawa Timur setelah menahan Tersangka Dr. Ir. Budi Setiawan, M.MT selaku Kepala BPKAD Provinsi Jawa Timur tahun 2014 - 2016 dan Kepala Bappeda Provinsi Jawa Timur tahun 2017 - 2018?

Sementara dalam Press Release yang disampaiakan oleh Plt. Juru Bicara KPK Ali Fikri bersama Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto, Jumat, 19 Agustus 2022 menjelaskan bahwa KPK akan mengumumkan upaya paksa terhadap dua perkara, yang pertama adalah terkait Suap alokasi anggaran Bantuan Keuangan Provinsi di Jawa Timur. Yang kedua, terkait dengan pemberian hadiah atau janji dalam pembahasan dan pelaksanaan APBD dan APBD-P Kabupaten Tulungagung

I. Tindak Pidana Korupsi berupa Suap Pengalokasian anggaran Bantuan Keuangan Provinsi di Jawa Timur
 
Karyoto menjelaskan, setelah melalui serangkaian penyelidikan berdasarkan fakta hukum persidangan perkara Terpidana Syahrini Mulyo dan kawan-kawan, dan penyidikan perkara Tigor Prakasa ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup, sehingga KPK meningkatkan pada proses penyidikan dengan menetapkan Tersangka sebagai berikut;

“BS (Dr. Ir. Budi Setiawan, M.MT.Red) Kepala di BPKAD Provinsi Jawa Timur 2014 - 2016 dan Kepala Bappeda Provinsi Jawa Timur tahun 2017 - 2018. Untuk kebutuhan proses penyidikan dilakukan upaya penahanan selama 20 hari pertama terhitung mulai tanggal 19 Agustus sampai dengan 7 September 2022 di urutan KPK pada Kavling C1,” ucap Karyoto

Konstruksi Perkara:
Pasca pelantikan Syahri Mulyo sebagai Bupati Tulungagung di tahun 2013, Ia memui Kepala Bappeda Jawa Timur untuk mendapatkan dukungan pembangunan di Tulungagung. Setelah pertemuan tersebut, Syahri Mulyo menyampaikan kepada Kepala Dinas PUPR Tulungagung dan Kepala Dinas Pengairan dan Pemukiman bahwa ia sudah membuka pintu

Dan selanjutnya memerintahkan Sutrisno selaku Kepala Dinas PUPR Tulungagung dan Sudarto selaku Kepala Dinas Pengairan Pemukiman dan Perumahan Rakyat, agar mengurus dan melakukan komunikasi lanjutan dengan Kepala Bapeda Jawa Timur dan Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Jawa Timur agar Tulungagung mendapatkan alokasi Bantuan Keuangan Provinsi Jawa Timur untuk infrastruktur

Bahwa kewenangan pemberian Bantuan Keuangan Provinsi Jawa Timur ada pada Gubernur Jawa Timur, namun pada pelaksanaan analisis kebutuhan penempatan Bantuan Keuangan Provinsi Jawa Timur di delegasikan kepada Kepala Bappeda

Sehingga kepala Bappeda-lah yang melakukan analisa kebutuhan masing-masing Kabupaten Kota di Jawa Timur. Namun dalam pelaksanaannya Kepala Bappeda juga memberikan alokasi pembagian tersebut kepada pihak lainnya seperti Kepala BPKAD Provinsi Jawa Timur

Atas alokasi dan distribusi pembagian tersebut, maka BS selaku kepala BPKAS Provinsi Jawa Timur tahun 2015-2016 dapat mendistribusikan pembagian Bantuan Keuangan tersebut kepada Kabupaten Kota yang direkomendasikannya. Namun keputusan akhir atas pembagian tersebut tetap pada Bapeda

Pada tahun 2015, Sutrisno dan Sudarto mengadakan pertemuan dengan Budi Juniarto sebagai Kepala bidang Infrastruktur dan kewilayahan Bappeda Jawa Timur untuk memberikan proposal pengajuan permintaan alokasi Bantuan keuangan Infrastruktur Jawa Timur

Pada perumahan tersebut, masing-masing pihak telah mengetahui bahwa apabila disetujui maka akan ada pemotongan untuk fee bagi pihak Bappeda Jawa Timur sebesar 7,5% dari alokasi yang cair.

Selain melalui jalur Budi Juniarto, masih pada tahun yang sama yaitu 2015, Sutrisno melakukan pertemuan dengan Tersangka BS di mana pada pertemuan tersebut, pada intinya Sutrisno meminta bantuan kepada BS agar ada bantuan alokasi Bantuan Keuangan dari provinsi Jawa Timur kepada Kabupaten Tulungagung

Pada pertemuan tersebut, BS sepakat akan memberikan Bantuan Keuangan Provinsi Jawa Timur kepada Kabupaten Tulungagung dengan pemberian fee antara 7% sampai dengan 8% dari total anggaran yang diberikan

Pada tahun 2015, Kabupaten Tulungagung mendapatkan bantuan keuangan Provinsi Jawa Timur sebesar Rp79,1 miliar. Atas alokasi bantuan keuangan Provinsi Jawa Timur yang diberikan kepada Kabupaten Tulungagung, maka Sutrisno memberikan fee kepada Tersangka BS sebesar Rp3,5 miliar

Fee tersebut diserahkan kepada Sutrisno langsung kepada Tersangka BS di ruangan kepala BPKAD Provinsi Jawa Timur. Fee yang dikumpulkan oleh Sutrisno tersebut berasal dari pengusaha di Kabupaten Tulungagung yang mengerjakan pekerjaan yang mana sumber dana untuk pekerjaan tersebut adalah berasal dari Bantuan Keuangan Provinsi Jawa Timur.

Pada 2017, Tersangka BS diangkat menjadi kepala Bappeda Jawa Timur, sehingga kemenangan pembagian Bantuan Keuangan menjadi kewenangan mutlak Tersangka BS. Tahun 2017, Sutrisno atas ijin Syahri Mulyo, juga diminta untuk mencarikan anggaran Bantuan Keuangan di Provinsi Jawa Timur

Pada tahun yang sama yaitu 2017, Sutrisno juga menemui Tersangka BS untuk meminta alokasi anggaran bagi Kabupaten Tulungagung. Sehingga pada anggaran perubahan tahun 2017, Kabupaten Tulungagung mendapatkan alokasi Bantuan Keuangan sebesar Rp30,4 miliar dan tahun 2018 sebesar Rp29,2 miliar

Sebagai komitmen atas alokasi Bantuan Keuangan yang diberikan kepada Kabupaten Tulungagung, maka pada tahun 2017 dan 2018, Syahri Mulyo melalui Sutrisno memberikan  fee sebesar Rp6,75 miliar kepada Tersangka BS

Atas perbuatannya, Tersangka BS disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) Ke- 1 KUHPidana

Pengalokasian anggaran Bantuan Keuangan daerah seharusnya dilakukan berdasarkan analisis kebutuhan dan dilakuan secara transparan sesuai mekanismenya agar pemanfaatan betul-betul untuk kesejahteraan masyarakat melalui pembangunan daerah

II. Tindak Pidana Korupsi berupa pemberian hadiah atau janji dalam pembahasan dan pelaksanaan APBD dan APBD-P Kabupaten Tulungagung

Dalam perkara ini, KPK juga telah menetapkan beberapa pihak sebagai tersangka, yaitu AM Wakil Ketua DPRD Kabupaten Tulungung, IK Wakil Ketua DPRD Kabupaten Tulungung dan AG Wakil Ketua DPRD Kabupaten Tulungung

Untuk kebutuhan proses penyidikan dilakukan upaya paksa penahanan selama 20 hari pertama terhitung tanggal 19 Agustus 2022 sampai dengan 7 September 2022 di rutan KPK pada kavling C1

Konsumsi Perkatanya:
 AM, IK dan AG menjabat sebagai Wakil Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung sekaligus merangkap jabatan selaku Wakil Ketua anggaran periode 2014 sampai dengan 2019. Sekitar September 2014, Supriyono selaku Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung bersama-sama dengan AM, IK dan AG melakukan rapat pembahasan RAPBD Tahun anggaran 2015, di mana dalam pembahasan tersebut terjadi declok dengan Tim Anggaran Pemerintah Daerah Kabupaten Tulungagung

Akibat deacklok tersebut, Supriyono bersama AM, IK dan AG kemudian melakukan pertemuan dengan DPRD. Dalam pertemuan tersebut, diduga Supriyono, AM, IK dan AG berinisiatif untuk meminta sebelah sejumlah uang agar proses pengesahan RAPBD Tahun Anggaran 2015 menjadi APBD dapat segera disahkan dengan istilah uang “ketok palu”.

Adapun nominal permintaan uang yang “ketuk palu” yang diminta Supriyono, AM, IK dan AG tersebut diduga senilai 1 miliar rupiah. Dan selanjutnya perwakilan TAPD menyampaikan kepada Shari Mulyo selaku Bupati Kabupaten Tulungagung yang kemudian menyetujuinya

Selain uang “ketuk palu”, diduga ada permintaan uang tambahan lain sebagai jatah Banggar yang nilai nominalnya disesuakan dengan jabatandari para anggota DPRD Kabupaten Tulungagung.

Dan uang diduga diserahkan secara tunai dikantor DPRD Kabupaten Tulungagung yang berlangsung dari tahun 2014 sampai dengan tahun 2018. Diduga ada beberapa kegiatan yang diminta oleh IK sebagai perwakilan AM dan AG untuk dilakukan pemberian uang dari Syahri Mulyo, diantaranya pada saat pengesahan APBD murni maupun penyusunan Perubahan APBD

Tersangka IK diduga menerima uang “ketuk palu” sejumlah sekitar Rp230 juta. Atas perbuatannya, Tersangka disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) Ke- 1 KUHPidana. (Jnt)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top