0
“Selain 2 kasus Mega Korupsi (Perkara Korupsi P2SEM Jatim Thn 2008 sebesar Rp277 M, dan perkara Korupsi dana Bansos Kabupaten Jember Tahun 2015 sebesar Rp38 M) yang belum terungkap, beberapa kasus perkara Korupsi lama ternyata sudah dihentikan”

BERITAKORUPSI.CO – Beberapa kasus Mega Korupsi yang ditangani Kejaksaan Tinggi - Jawa Timur (Kejati Jatim) hingga akhir tahun 2019, “tak ‘mampu” mengungkap siapa tersangkanya. Kasus Mega Korupsi tersebut diatanya P2SEM (Program Penanganan Sosial Ekonomi Masyarakat) yang bersumber dari APBD Pemerintah Provinsi Jawa Timur (Pemprov Jatim) Tahun Anggaran (TA) 2008 lalu yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 277,6 miliar, dan kasus perkara Korupsi dana hibah Bansos (bantuan sosial) yang bersumber dari APBD Kabupaten Jember Tahun Anggaran 2015 sebesar Rp206.1 miliar yang merugikan keuangan negara sejumlah Rp38.5 miliar berdasarkan hasil audit BPKP Jatim Nomor : 5-1214/ PW13/ 05/ 2018 tanggal 05 Maret 2018.

Selain kedua kasus tersebut diatas, beberapa kasus korupsi lama juga “menghilang”, diantaranya kasus perkara Korupsi Road Show (Pariwisata) Kota Batu ke Kota Balikpapan, Kalimantan Timur tahun 2014 lalu, yang menghabiskan anggaran APBD sebesar Rp 3,7 miliar. Dalam putusan Pengadilan Tipikor Surabaya menyebutkan, bahwa Wali Kota dan beberapa lainnya ikut bertanggungjawab. Sementara 4 terdakwa/terpidana, yaitu Muhammad Syamul Bakrie selaku Kepala BPMPT (Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu) Kota Batu,  Uddy Syaifudin (mantan Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) dan Santonio (Direktur  CV Winner, selaku rekanan) sudah divonis.

Kemudian kasus Korupsi pembebasan lahan seluas 9 hektar pada tahun 2008 lalu yang menelan anggaran sebesar Rp12 miliar dengan kerugian negara senilai Rp 4 miliar untuk pembunganan gedung kampus II UIN Malaiki di Desa Tlekung, Kecamatan Junrejo, Kota Batu, Malang tahun tahun 2013. Dalam kasus ini, mantan Rektor “IS”, sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kota Malang dengan Nomor. 31/O.5.11/FD.1/05/20014 tanggal 8 Mei 2014. Sementara 2 (dua) tersangka/terpidana yaitu Jamal Lulail Yunus dan Musleh Herry (PPK dan Ketua Panitia Lelang) sudah di Vonis bersalah pada tahun 2015 lalu.

Serta kasus korupsi pelepasan (ruislag)  tanah aset milik Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Blitar, Jawa Timur yang terletak di Desa Jatilengger, Kecamatan Ponggok, Kabupaten Blitar  seluas 2,8 hektar, kepada pengembang PT Bina Peri Permai Malang (BPPM) pada 2007 lalu, yang merugikan negara sebesar Rp 1,3 milliar. Dalam kasus ini, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor meneybutkan, bahwa saksi Heri Nugroho selaku Bupati Blitar turut bertanggung jawab.

Namun Kepala Kejati Jatim, Mohamad Dofir mengatakan, bahwa kedua kasus tersbut diatas  masih berjalan dan dalam tahap penyelidikan. Sementara kasus korupsi Road Show (Pariwisata) Kota Batu dan pembunganan gedung kampus II UIN Malaiki sudah dihentikan. Alasannya karena tidak cukup bukti. Hal itu dikatakan Kepala Kejaksaan Tinggi – Jawa Timur, Mohamad Dofir menjawab pertanyaan wartawan beritakorupsi.co dalam acara Press Release yang diadakan Kejati Jatim, pada Selasa, 31 Desember 2019.

“Mengenai kasus Korupsi dana Bansos Rp38 miliar, belum dihentikan masih proses pendalaman, masih perlu mendalami benar-benar dan kita dapatkan dua alat bukti itu, jadi masih penyelidikan. Jadi ini masih pendalaman belum dihentikan,” kata Dofir dalam keteranganya.

Anehnya, Kajati Jatim mengatakan masih dalam tahap penyelidikan untuk menemukan 2 alat bukti. Padahal, dalam surat dakwaan dan tuntutan JPU (Jaksa Penuntu Umum) maupun putusan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya mengatakan, bahwa terdakwa/terpidana Thoif Zamroni (Ketua DPRD periode 2014 – 2019), terdakwa Sugiarto (selaku Sekda sekaligus Ketua TAPD), dan terdakwa Ita Poeriandayani (Kepala BPPKAD yang juga wakil ketau TAPD) Kabupaten Jember (masing-masing perkara terpisah) bersama-sama dengan Ayub Junaidi, Dr. Ni Nyoman Putu Martini, Dr.Yuli Priyanto (masing-masing selaku Wakil Ketua DPRD Kabupaten Jember periode  2014 - 2019 dalam kedudukannya sebagal Wakil Badan Anggaran), telah menyebabkan dana hibah Tahun Anggaran 2015 bisa dikeluarkan/dicairkan yang tidak sesuai dengan prosedur, Hal ini seperti yang diakui oleh terpidana Sugiarto dalam persidangan.

Anehnya lagi adalah kasus Mega Korupsi yang lebih menarik perhatian masyarakat, yaitu perkara Korupsi  P2SEM tahun 2008 lalu yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 277,6 miliar, saat Sukarwo menjabat sebagai Sekda (Sekretaris Daerah) Pemprov. Jatim dan kemudian mencalonkan dan terpilih menjadi Gubernur Jawa Timur pada tahun 2009 lalu yang hingga saat ini, menurut Kajati Jatim masih tahap pendalaman (penyelidikan) untuk menemukan alat bukti, dengan menggandeng PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan)

“Terkait kasus P2SEM, itu masih pendalaman. Kita masih mencari alat buti itu, bekerja sama  dengan PPATK untuk mencari aliran dana,” ucap Dofir.

Yang lebih anehnya adalah terkait pernyataan Kajati Jatim, M. Dofir yang mengatakan masih penyelidikan untuk mencari alat bukti dengan bekerja sama dengan PPATK. Alasannya, karena saksi kuncinya sudah meninggal yaitu almaruh dr. Bagus (Alm. dr. Bagoes Soedjito Suryo Soelyodikusumo meninggal pada tanggal 20 Desember 2018 sekira pukul 05.30 di Lapas Prong).

Padahal, tahun 2018, saat Aspidsus (Asisten Pidana Khusus) Kejati Jatim dijabat Didik Farkhan Alisyahdi sudah mengatakan kepada beritakorupsi.co telah mengantongi calon tersangkanya

“Sudah dikantongi (maksudnya calon tersangka). Dulu dokter Bagus dihukum karena para penerima itu ngaku, dapatnya sekian dan disetor ke dia (alm. dr. Bagus). Rekomendasi dari 100 anggota DPRD ada yang melalui Fathorrasjid, melalui Fujianto. Dokter bagus ada 15 atau 16, ini yang kita dalami sekarang,” kata Didik saat itu kepada beritakorupsi.co (Jumat, 20 Juli 2018)

Ternyata, seiring dengan bergantinya Aspidsus Kejati Jatim dari Didik Farkhan Alisyahdi yang saat ini sebagai salah satu pejabat di Kejagung kepada Rudi Irmawan, dan Kajati Jatim dari Sunarta kepada M. Dofir, calon tersangka yang semula sudah dikantongi menjadi “hilang”.

Padahal, sebelum alm dr. Bagus meninggal sudah memberikan keterangan kepada penyidik Kejati Jatim, terkait 17 nama anggota DPRD Jatim periode yang terlibat menikamati duit. Yang diakui oleh Aspidsus saat itu.

“Memang pernah, tapi itu jawabannya, apakah dapat digunakan atau tidak,” kata Didik ((Jumat, 20 Juli 2018)

Sementara menurut pakar hukum Tindak Pidana Korupsi dari Fakultas Hukum (FH) Univerisitas Airlangga (Unair) Surabaya, Prof. Dr. Nur Basuki Minarno. S.H., M.Hum kepada beritakorupsi.co mengatakan, bahwa keterangannya (alm) dapat digunakan sebagai keterangan saksi atau petunjuk oleh penyidik untuk tersangka baru.

“Kalau saksi (alm. dr. Bagus) sudah pernah diminta keterangannya oleh penyidik untuk tersangka si A, itu boleh-boleh saja. Yang tidak boleh itu adalah, keterangan saksi untuk tersangka si A tidak boleh digunakan untuk tersangka si B. Jadi kalau boleh ya boleh saja digunakan sebagai petunjuk untuk terangka baru,” kata Prof. Dr. Nur Basuki Minarno. S.H., M.Hum (Selasa, 21 Mei 2019)

Yang lebih anehnya lagi adalah Kasus perkara Korupsi Road Show (Pariwisata) Kota Batu dan kasus perkara Korupsi pembebasan lahan untuk pembunganan gedung kampus II UIN Malaiki Malang, yang sudah dihentikan pada tahun 2016 oleh Kejati Jatim. Alasannya tidak cukup bukti.

“Kasus Korupsi Kota Batu sudah dihentikan pada tahun 2016 karena belum ditemukan alat bukti yang kuat. Namun demikian, apa bila ada bukti baru yang kuat bisa kita buka lagi. Ini bukan berarti dihentikan selesai. Untuk yang UIN, sesuai hasil penyidikan waktu itu belum cukup bukti. Sehingga pada tahun 2016 kemarin perkara ini dihentikan atas nama Samsul Huda. Yang satunya sudah inckrah kan, jadi terkait yang lain dihentikan sementara karena belum ditemukan alat bukti, kalau ada novum baru akan dibuka lagi,” ujar Dofor.

Padahal dalam putusan Pengadilan Tipikor Surabaya menyebutkan, bahwa Wali Kota Batu, Edy Rumpoko (terpidana Kasus Korupsi Suap Tangkap Tangan KPK) dan beberapa lainnya ikut bertanggungjawab.

Yang menjadi pertanyaan adalah, apakah Kejaksaan Tinggi – Jawa Timur tidak dapat mengembagkan kasus ini atas putusan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya ? atau hasil penyidikan lebih utama dari putusan Majelis Hakim ?

Putusan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya yang menyebutkan pihak lain turut bertanggungjawab, juga terdadapadalam perkara Korupsi pelepasan (ruislag)  tanah aset milik Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Blitar, Jawa Timur yang terletak di Desa Jatilengger, Kecamatan Ponggok, Kabupaten Blitar  seluas 2,8 hektar, kepada pengembang PT Bina Peri Permai Malang (BPPM) pada 2007 lalu yang menyebutkan, bahwa saksi Heri Nugroho selaku Bupati Blitar turut bertanggung jawab. Sementara yang diadili hanya satu orang yaitu Kepala Kantor Aset Daerah.

Anehnya, kasus inipun telah dihentikan beberapa tahun lalu dengan alasan, bahwa para saksi telah mencabut keterannganya dalam persidangan. “Sudah dihentikan karena para saksi telah mencabut keterangannya yang dalam persidangan,” kata Kasindik beberapa waktu lalu.

Namu menurut Kajati Jatim, M. Dofir mengatakan, bahwa saksi yang mencabut keterangannya yang disumpah dalam persidangan dan kemudian dicabut, dapat dikenakan pidana sesuai pasal tetang keterangan palsu dalam persidangan

“Saksi mencabut keterangan dalam persidangan. Mereka itu sudah disumpah, namun apa bila mereka sudah disumpah dan kemudian mengatakan tidak, ada pidananya. Memberikan keterangan yang tidak benar diatas sumpah tadi, ada pasalnya. Resikonya mereka akan terkena pasal-pasal terkait dengan keterangan palsu,” pungkas Dofir.

Pertanyaannya, mengapa penyidik Kejati Jatim tidak menyeret para saksi dalam kasus perkara Korupsi pelepasan (ruislag) tanah aset milik Pemkab) Blitar sebagai tersangka dalam keterangan palsu ?

Sementara kasus lain yang menarik perhatian masyasarakat Khususnya Surabaya dalah kasus penyelewengan aset YKP dan PT YEKAPE senilai 10 triliun rupiah. Yang menurut Kajati Jati Jatim telah menyelamatkan aset negara sejumlah Rp 10 triliun, namun hingga saat ini belum ada satupun yang ditetapkan sebagai tersangka. Alasannya adalah menunggu hasil penghitungan BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) Jatim.

"YKP saat ini masih penyidikan dan kita belum menyerah. Kita masih menungga hasil dari BPKP terkait kerugian negaranya," kata Dhofir

Dhofir menjelaskan, pada Juli 2019, Kejati Jatim telah menyerahkan aset YKP senilai Rp10 triliun ke Pemkot Surabaya. Dan sebelumnya, lanjut Dofir, Kejati Jatim telah mencekal lima pengurus YKP maupun pengurus PT YEKAPE, diataranya Surjo Harjono, Mentik Budiwijono, Sartono, Chairul Huda dan Catur Hadi Nurcahyo.

"Waktu itu nilai asetnya sekitar lima triliun, sekarang mencapi sepuluh triliun. Tapi ini bukan kerugian negara melainkan nilai aset. Kita masih menunggu hasil dari BPKP,” ucap Dofir.

Dari beberapa kasus diatas, dapatkah Kejati Jatim dibawah kepemimpinan M. Dofir, yang dikenal sangat tegas saat menjabat Kepala Kejaksaan Negeri Surabaya ini untuk mengungkap kasus tersebut, atau akan samapai juga ketangan penggantinya? (Jen)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top