0
#Menurut JPU KPK, Ada tidaknya tersangka baru dalam kasus ini setelah putusan terdakwa Taufiqurrahman#
Ibnu Hajar (kanan) dan Suwand
beritakorupsi.co – Ibnu Hajar, yang menjabat selaku Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Kadispendikbud) Kabupaten Nganjuk, yang terjaring dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh KPK dalam kasus suap Bupati Nganjuk pada tanggal 24 Okteber 2017, divonis 6,6 tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengaditan Tipikor Surabaya, pada Jumat, 23 Maret 2018.

Dalam persidangan yang berlangsung di ruang sidang Candra Pengadilan Tipikor Surabaya di Jalan Raya Juanda, Sidoarjo Jawa – Timur, dengan agenda pembacaan putusan oleh Majelis Hakim yang di ketuai I Wayan Sosisawan, dan dihadiri tim JPU KPK Ni Nengah Gina Saraswati dkk serta terdakwa yang didampingi Penasehat Hukumnya.

Dalam agenda pembacaan putusan, Majelis Hakim juga menjatuhkan hukuman pidana penjara terhadap Suwandi (perkara terpisah), selaku Kepala Sekolah SMPN 3 Ngronggot Nganjuk, namun hukumannya lebih ringan dari Ibnu Hajar, yakni 4 tahun penjara.

Dalam kasus ini, KPK menetapkan 5 tersangka yaitu M. Bisri (Kabag Umum RSUD Nganjuk) dan Hajanto (Kepala Dinas Lingkungan Hidup). Kedua terdakwa adalah selaku pemberi suap atau yang disebut dengan uang syukuran, dan dijerat dengan pasal 5 ayat (1) huruf b Undag-undang Korupsi, dan sudah divonis terlebih dahulu dengan pidana penjara masing-masing 2 tahun.

Sementara Ibnu Hajar, Suwandi dan Taufiqurrahman selaku Bupati Nganjuk, adalah penerima uang syukuran dari M.Bisri dan Suwandi serta beberapa pegawai di lingkungan Kabupetan Nganjuk, terkait promosi jabatan. Ketiga terdakwa ini dijerat dengan pasal 12 huruf a UU Korupsi, namun Taufiqurrahman masih menjalani proses persidangan yang tidak lama lagi.

Dalam surat dakwaan, tuntutan maupun putusan Majelis Hakim menyatakan, bahwa Ibnu Hajar dan Suwandi, penerima uang dari M. Bisri (Kepala Bagian Umum RSUD Nganjuk), Haryanto (Kepala Dinas Lingkungan Hidup), Tien Farida Yeni (Direktur RSUD Kertosono Nganjuk), Teguh Sujatmika (Kepala Sekolah SMPN 1 Tanjung Anom), Suroto (Kepala Bidang Pendidikan Dasar Dispendikbud Nganjuk), Sutrisno yang semula Kepala SMP Negeri 5 Nganjuk kemudian dipromosikan sebagai Pengawas Sekolah SMP, dan Sugito sebagai Kepala sekolah SMP Negeri 2 Sawahan Kab. Nganjuk, dan uang itu kemudian diserahkan kepada Tufiqurahman selaku Bupati Nangjuk.

Dalam amar putusan Majelis Hakim menyatakan, bahwa uang yang terkumpulkan sebesar Rp 1.355.000.000 itu terkait promosi maupun mutai beberapa pegawai dilingkungan Kabupaten Nganjuk,  diantaranya dari Hariyanto sebesar Rp 80 juta, Swandi sebesar Rp 50 juta yang berasal dari Wisnu Anang Prabowo sebesar Rp 15 juta, Sumadi, selaku  Kasi Dinas Pengelolaan Sampah Rp 10 juta, Arif selaku rekanan Dinas Lingkungan Hidup 15 juta rupiah, dan Okta juga rekanan Dinas Lingkungan Hidup sebesar 10 juta rupiah.

Kemudian, lanjut Majelis Hakim, selain uang yang terkumpul dari Ibnu Hajar dan Suwandi, juga berasal dari Murrosid  Husein Hidayat sebesar Rp 100, M. Bisri yang mengumulkan dari; 1. Joni Tri Wahyudi sebesar Rp 200 juta pada Agustus 2017, dari Suwandi sebesar Rp 100 juta pada tanggal 12 Oktober 2017, dari Suwandi sebesar Rp 50 juta pada tanggal 17 Oktober 2017, dari Teguh Sujatmika Rp 110 juta pada tanggal 1 Oktober 2017, dari Tien Farida Yani Rp 30 juta pada Oktober 2017, dari Suroto Rp 305 juta.

Dan uang tersebut dikumpulkan oleh Suroto dari Sony, Sarwo, Prabowo, Murtajih, Sri Utami dan Fani, terkait promosi jabatan di lingkungan Dinas Pendidikan Kabupaten Nganjuk. Kemudian pada sekitar tanggal 24 Oktober 2017, bertempat di depan kantor Dinas Pendidikan Nganjuk, Suwandi menerima uang syukuran sebesar Rp 40 juta dari Sutrisno, terkait promosi jabatannya dari Kepala Sekolah SMP Negeri 5 Nganjuk menjadi pengawas sekolah SMP di Dispendikbud, dari Cahya Sarwo Edi sebesar Rp 60 juta, dan uang tersebut kemudian diserahkan ke Taufiqurrahman selaku Bupati Nganjuk.

Mejelis Hakim menyatakan, bahwa terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Korupsi secara bersama-sama sebagaimana diatur dan diacam dalam pasal 12 huruf b (dakwaan primer) UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang RI Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi junto pasal 64 ayat 1 KUHAP.

Akibatnya, terdakwa Ibnu Hajar dituntut dan Vonis hukuman pidana penjara lebih berat dari terdakwa Suwandi. Sebab, Majelis Hakim menganggap bahwa terdakwa Ibnu Hajar tidak berterus terang selama persidangan atas apa yang dilakukannya, yang berbeda dengan terdakwa Suwandi. Selain itu, yang meringankan terdakwa Suwandi adalah permohonanya sebagai JC (Justaice Collabulator) dikabulkan oleh KPK.

“Mengadili; menyatakan terdakwa Ibnu Hajar (dan Suwandi) terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Korupsi secara bersama-sama sebagaimana dalam dakwaa primer; Menhukum terdakwa Ibnu Hajar dengan pidana penjara selama 6 tahun dan 6 bulan, denda sebesar Rp 600 juta. Dan apabila tidak dibayar maka diganti kurungan selama 6 bulan.  Menghukum terdakwa Suwandi dengan pidana penjara selam 4 tahun, denda sebesar Rp 200 juta. Dan apabila tidak dibayar maka diganti kurungan selama 6 bulan,” ucap Ketua Majelis Hakim.

Dalam tuntutan JPU KPK, Ibnu Hajar dituntut pidana penjara selama 7 tahun, sementara Suwandi dituntut 4 tahun dan 6 bulan. Dan atas putusan Majelis Hakim tersebut, JPU KPK maupun terdakwa melalui Penasehat Hukumnya masih pikir-pikir.

Usai persidangan, saat wartawan media ini meminta tanggapan kesalah seorang JPU KPK, terkait proses hukum terhadap beberapa pejabat dilingkunga Kabupaten Nganjuk yang turut memberikan uang suap terhadap Bupati Taufiqurrahman terkait promosi jabatan, salah satu diantaranya adalah Tien Farida Yeni, yang dilantik sebagai Direktur RSUD Kertosono Nganjuk, mengatakan akan dilihat setelah terdakwa Taufiqurrahan di Vonis.

“Saya belum bisa berkomentar, nanti setelah putusan terdakwa Taufiqurrahman,” jawab JPU KPK Saras.

Kasus ini bermula pada bulan Mei 2017 sampai dengan Oktober 2017, bertempat di Jalan Semeru Gang I RT 30 RW 01 Desa Tanjungrejo, Kecamatan Loceret Kabupaten Nganjuk, di Hotel Luminor Surabaya di Jalan Jemursari Nomor 206 Kota Surabaya dan di RSUD Nganjuk Jalan Dr Soetomo 62 Kabupaten Nganjuk, melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sebagai perbuatan berlanjut, memberikan sesuatu berupa uang sebesar Rp 400 juta kepada Taufiqurrahman selaku Bupati Nganjuk periode 2013-2018, melalui Joni Tri Wahyudi dan Suwandi, yang bertentangan dengan jabatannya.

Pemebrian uang itu berhubungan dengan promosi dan mutasi jabatan eselon III dan IV di lingkungan RSUD Nganjuk, yang bertentangan dengan kewajiban Taufiqurrahman selaku  Bupati Nganjuk, sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 angka 4 dan angka 6 Undang-Undang RI Nomor 28 tahun 1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari Korupsi Kolusi dan Nepotisme, pasal 4 angka 8 Peraturan Pemerintah RI Nomor 53 Tahun 2010 tentang disiplin pegawai negeri sipil yang dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut.

Pada awal bulan Mei 2017, saat Bupati Nganjuk Taufiqurrahman memutasi terdakwa M. Bisri yang menjabat sebagai Kepala Bidang (Kabid) perencanaan Dinas Pendidikan Kabupaten Nganjuk, menjadi Kepala Bagian (Kabag) Umum RSUD Nganjuk, sekaligus mau minta terdakwa untuk mengkoordinir para pegawai yang berkeinginan menduduki jabatan Eselon III dan IV, baik pada RSUD Nganjuk dan RSUD Kertosono, dengan syarat bersedia memberikan sejumlah uang sebagai imbalannya yang diistilahkan sebagai uang syukuran dimana terdakwah menyanggupinya.

Beberapa hari setelah pertemuan itu, terdakwa M. Bisri mengkoordinir beberapa pegawai untuk dipromosikan maupun mutasi di RSUD Nganjuk dan RSUD Kertosono. Lalu terdakwa M. Bisri membuat daftar nama dan promosi jabatan yang diinginkan. Daftar nama tersebut kemudian diserahkan terdakwa kepada Taufiqurrahman sambil menyampaikan, bahwa para pegawai sanggup untuk memberikan uang syukuran.

Daftar nama yang dibuat terdakwa M. Bisri untuk promosi jabatan maupun untuk mutasi adalah, diantaranya Hardi Jono, Waskito Rini, Sofianti Wahyu Setyaningsih, Sri Mumpuni, Yuliana, Anang Agus Susilo, Sri Nuryati, Agustin Rahmawati, Muhammad Yudi Arifin dan Lilik supriyadi.

Kemudian pada tanggal 24 Mei 2017, lanjut JPU KPK, Bupati Nganjuk menerbitkan surat keputusan (SK) Nomor 82/86/411.404/2017 tentang pengangkatan dalam jabatan struktural yang mengangkat terdakwa dari jabatan Kepala Bidang Perencanaan Dinas Pendidikan Kabupaten Nganjuk Eselon III/B menjadi Kepala Bagian Umum RSUD Nganjuk Eselon III/B, serta mengangkat para pegawai sebagaimana informasi yang diajukan terdakwa.

Setelah pengangkatan terdakwa sebagai Kepala Bagian Umum RSUD Nganjuk dan pengangkatan para pegawai dimaksud, maka untuk merealisasikan uang syukuran yang akan diberikan kepada Taufiqurrahman, terdakwa M. Bisri kemudian menyiapkan uang sebesar Rp 400 juta, yang terdiri dari  100 juta rupiah merupakan uang pribadi terdakwa dan Rp 300 juta uang yang dikumpulkan oleh terdakwa dari para pegawai yang telah berhasil dipromosikan dan dimutasikan. Uang tersebut diterima terdakwa secara bertahap baik secara langsung maupun melalui Tien Farida Yani.

Sebagai kompensasi atas pelantikan diri terdakwa sebagai Kepala Bagian Umum RSUD Nganjuk dan para pegawai yang diusulkan oleh terdakwa, kemudian memberikan uang yang terkumpul itu kepada Taufiqurrahman melalui Joni Tri Wahyudi, Kepala SMP Negeri 3 Ngeronggot, yakni pada sekitar bulan Juli - Agustus 2017,  bertempat di rumah terdakwa di Jalan Semeru Gang I Rt 03 Rw 01 Desa Tanjungrejo, Kabupaten Loceret Kabupaten Nganjuk, diserahkan kepada Taufiqurrahman melalui Wahyudi sebesar Rp 200 juta. Kemudian oleh Joni Tri Wahyudi, diserahkan kepada Taufiqurrahman di Pendopo Kantor Bupati Nganjuk.

Pada tanggal 12 Oktober 2017, bertempat di Hotel Luminor Surabaya di Jalan Jemursari Nomor 206 Kota Surabaya, diarahkan kepada Taufiqurrahman melalui Suwandi sebesar Rp 100 juta. Pada tanggal 15 Oktober 2017, bertempat di rumah terdakwa diserahkan kepada Taufiqurrahman melalui Suandi sebesar 50 juta. Dan pada tanggal 17 Oktober 2017 bertempat di RSUD Nganjuk diserahkan kepada kepada Taufiqurrahman senilai Rp 50 juta. Bahwa uang sebesar Rp 200 juta yang diterima Suwandi, kemudian diserahkan kepada Taufiqurrahman melalui Rosid Husein Hidayat selaku ajudan Bupati Nganjuk di sebuah rumah makan di Surabaya.

Pemberian uang sebesar Rp 400 juta kepada Taufiqurrahman selaku Bupati Nganjuk melalui Joni Tri Wahyudi dan Suandi, karena Taufiqurrahman telah mengangkat dirinya sebagai Kepala Bagian Umum RSUD Nganjuk, dan para pegawai lainnya sesuai usulan terdakwa atau pemberian itu berhubungan dengan promosi dan mutasi jabatan di lingkungan RSUD Nganjuk yang bertentangan dengan kewajiban Taufiqurrahman selaku Bupati Nganjuk sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 dan pasal 4 angka 8 Peraturan Pemerintah RI Nomor 53 Tahun 2010.

Sementara Harjanto, memberikan uang sebesar Rp 500 juta terhadap Buapti Nganjuk, terkait pengankatannya sebagai Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Nganjuk. Pemberian uang tersebut oleh terdakwa diberikan dalam beberapa tahap.

Pada sekitar bulan April 2017, terdakwa dihubungi Ibnu Hajar Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Nganjuk yang merupakan orang kepercayaan Taufiqurrahman, agar menyiapkan uang sebesar Rp 100 juta untuk keperluan Taufiqurrahman yang sedang ada acara di Yogyakarta. Atas permintaan itu, terdakwa meminta Wisnu Anang Wibowo agar menyiapkan uang sebesar Rp 100 juta, tetapi yang sanggup disediakan Wisnu Anak Wibowo hanya sebesar Rp 80 juta. Setelah terdakwa menerima uang sebesar 80 juta itu, terdakwa kemudian menghubungi Ibnu Hajar dan menyampaikan bahwa uang sudah dapat diambil di rumahnya tetapi hanya Rp 80 juta. Ibnu Hajar Kemudian datang ke rumah terdakwa terletak di Desa Kwagean, Kecamatan Loceret Kabupaten Nganjuk, lalu terdakwa menyerahkan uang sebesar 80 juta tersebut kepada Ibnu Hajar. Kemudian Ibnu Hajar menyerahkan uang tersebut kepada Taufiqurrahman yang masih berada di Yogyakarta.  (Redaksi)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top