0
beritakorupsi.co – “Setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 418 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah)”

Kutipan diatas adalah isi pasal 11 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Dan pasal ini pula yang dikenakan JPU maupun Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya terhadap 2 terdakwa yang terjaring Operasi Tangkap Tangan oleh Polres Tulungagung pada tahun lalu, karena melakukan penarikan uang tanpa ada aturan alias Pungli (Pungutan Liar) dari para orang tua calon siswa SMPN 2 Tulungagung tahun ajaran 2017/2018.

Kedua guru SMPN 2 Tulungagung itu adalah Rudy Bastomi (44) selaku Waka (Wakil Kepala) Kesiswaan sekaligus Ketua Panitia PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru) tahun ajaran 2017/2018, dan terdakwa Supratiningsih (56) selaku Kepala Sarana dan Prasarana (Sarpras) merangkap sebagai  panitia PPDB.

Pada tanggal 17 Juni 2017, Kedua pengajar di SMPN 2 Tulungagung ini diringkus oleh tim Saber Pungli Polres Tulungagung dengan barang bukti berupa uang sekitar Rp 35.500.000,  yang terbungkus dalam beberapa amlop berlogo SMPN 2 Tulungagung dan daftar orang tua calon siswa/i yang duduga sebagai “korban” pungli.

Dalam amar putusan Majelis Hakim menyatakan, bahwa SMPN 2 Tulungagung pada tahun ajaran 2017/2018 melaksanakan penerimaan siswa baru baru dengan jumlah kuota sebanyak 320 orang siswa. Anehnya, dalam pelaksanaannya ternyata penerimaan siswa baru itu jauh melebihi kuota yakni sebanyak 406 sisa dan penambahan 4 kelas baru.

Putusan itu dibacakan Majelis Hakim dalam persidangan untuk 2 terdakwa dalam perkara terpisah (persidangan dalam 2 session) yang diketuai Hakim Rochmat, pada Jumat, 2 Maret 2018.

Sementara yang terungkap dalam persidangan, bahwa penerimaan siswa tersebut termasuk titipan atau rekomondasi dari Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Tulungagung sebanyak 32 siswa, dari kejaksaan, Polisi dan TNI.

Majelis Hakim menyatakan, Kepala Sekolah SMPN 2 Tulungagung (Eko Purnomo) hanya melaporkan ke Dinas Pendidikan adanya penambahan 1 kelas baru. Sejumlah siswa di 4 Kelas baru itu akan memakai ruang laboratorium, Perpustakaan yang belum ada meja dan bangku (Meubelair).

Untuk memenuhi Meubelair di 4 kelas baru itu, SMPN 2 Tulungagung dan Komite sekolah sepakat untuk menarik uang sumbangan dari para orang tua calon siswa.

Menurut Majelis Hakim, bahwa perbuatan itu tidak sesuai dengan perutaran perundang-undangan yang berlaku.

Dalam perimbangan putusan Majelis Hakim mengundan pertanyaan. Sebab Majelis Hakim menyatakan, bahwa uang yang disita dari tangan terdakwa Supratiningsih sebesar Rp 4 juta rupiah, dan terdakwa bukanlah pelaku, melainkan hanya membantu Rudi Bastomi selaku Ketua Panitia PPDB, dan tidak ada kerugian negara yang ditimbulkan. Namun denda yang dikenakan Majelis Hakim pun lebih besar dari uang yang disita sebagai barang bukti.

JPU Anik dari Kejari Tulungagung pun tersenyum sambil melirik ke puluhan pengunjung sidang yang sengaja datang dari Tulungagung baimkeluarga mapun dari pihak sekolah untuk member dukungan moral terhadap kedua terdakwa.

Dalam pasal 11 UU Korupsi, terdakwa yang diseret oleh JPU KPK maupun dari Kejaksaan Negeri ke persidangan di Pengadilan Tipikor Surabaya bukan karena melakukan korupsi anggaran APBN/APBD, melainkan karena menerima hadiah atau janji berupa uang.
Sementara 2 guru yang menjadi terdakwa ini ditangkap tim Saber Pungli Polres Tulungagung, bukan karena merugikan keuangan negara, malainkan  karena melakukan pungutan liar alias penarikan uang sumbangan dari orang tua calon siswa yang melanggar aturan.

Memang, penarikan uang tersebut atas perintah Kepala Sekolah dan bukan untuk diri terdakwa sendiri, melainkan untuk kepentingan sekolah, dimana sekolah SMPN 2 Tulungagung dibiayai dari APBN mapun APBD Kabupaten Tulungagung. Selain itu, terdakwa mengetahui sejak awal adanya rencana penarikan uang sumbangan itu, mengingat terdakwa adalah Koordiantor penerimaan siswa.

Majelis Hakim menyatakan, bahwa terdakwa Supratiningsih terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan Tindak Pidana Korupsi sebagaiamana diatur dan diancam dalam pasal 11 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

“Megadili; Menjatuhkan hukuman pidana terhadap terdakwa berupa pidana oenjara selama 10 bulan, denda sebesar Rp 5 juta rupiah, dan apabila terdakwa tidak membayar maka diganti kurungan selama 1 bulan,” ucap Hakim Rochmat.

Seementara dalam persidangan session ke II dengan terdakwa Rudi Bastomi, Majelis Hakim menjatuhkan hukuman pidana penjara selama 1 tahun dan 2 bulan, denda sebesar Rp 50 juta subsidair 2 bulan kurungan.

Pertimbangan Majelis Hakim bagi terdakwa karena dianggap bersalah, yang seahrusnya tidak melaksanakannya.

Putusan Majelis Hakim ini lebih ringan dari tuntutan JPU, yang menuntut terdakwa Rudy Bastomi dengan pidan penjara selama 1 tahun dan 8 bulan, sementara untuk terdakwa Supratiningsih, pidana penjara selama 1 tahun dan 2 bulan, serta denda masing-masing sebesar Rp 5 juta rupiah.

Atas putusan tersebut, terdakwa yang didampingi PH-nya Darusman, Ma’arif dkk maupun JPU Anik menyatakan pikir-pikir.

Beberapa menit seusai persidangan, JPU Anik saat ditanya wartawan media ini terkesan “bingung”. Sebab apa yang ditanya dengan apa yang dijelaskannya tidak sesuai, terutama “kedekatan”-nya dengan suami terdakwa yang setiap pulang selalu bersama dengan mobil suami terdakwa bukan dengan mobil dinas Kejari Tulungagung.

“Makanya kita masih pikir-pikir,” katanya.

Hal yang sama juga dikatakan Darusma selaku PH Kedua terdakwa. “Kita pikir-pikir dulu, walau putusan itu sudah tepat, tetapi terdakwa tidak melakukan untuk dirinya,” kata Darusman.

Seperti yang diberitakan sebelumnya, sebelum terjadi OTT, pada 19 Mei 2017 diadakan rapat antara pihak sekolah dengan Komite sekolah yang dipimpin oleh Eko selaku Kepala Sekolah. Dalam rapat itu dibahas mengenai pemungutan dana dari orang tua calon siswa yang besarnya 600 ribu per siswa (orang tua).

Pada tanggal 16 Juni 2017, Kedua guru SMPN 2 Tulungagung yang terjaring OTT terkait “pungutan liar” saat pelaksanaan ujian kompetensi bagi calon siswa/i SMPN 2 Tulungagung. Pada saat tes uji  kompetensi bagi calon siswa/i  juga didampingi orang tua masing-masing dan diadakan di ruang Ketua PPDB Rudy Bastomi, yang satu ruangan dengan tim penguji yang juga guru di SMPN 2 Tulungagung.

Setiap orang tua calon siswa/i menyerahkan amplop berisi uang kepada Rudy Bastomi, dan ada juga yang langsung melalui Eko selaku Kepala Sekolah, lalu dikumpulkan ke Rudy Bastomi, yang nantinya setelah terkumpul seluruhnya, uang tersebut akan diserahkan ke Kepala Sekolah. 

Yang terjadi tidak hanya pungutan liar yang dilakukan oleh pihak sekolah terhadap orang tua calon siswa/i, melainkan penerimaan siswa/i melibihi kuota dari 320 menjadi 406 siswa. Anehnya, yang dilaporkan Kepala Sekolah kepada Kepala Dinas pendidikan hanya penambahan satu kelas baru yang jumlahnya sekitar 32 siswa.

Dalam fakta persdiangan terungkap, ternyata sejumlah siswa yang diterima di SMPN 2 Tulangung adalah titipan para pejabat, diantaranya Kepala Dinas Pendidikan, Kejaksaan dan pejabat lainnya.

Yang lebih anehnya lagi, begitu kasus ini mencuat, tak satu pun pejabat yang menitipkan siswa/i di SMPN 2 Tulungagung yang tidak mengikuti aturan melainkan hanya karena jabatan, ternyata tak ada yang bertanggung jawab.

Disisi lain, Kedua terdakwa ini menjadi “tumbal” dari sebuah sistim pendidikan yang sudah ada turun temurun. Bila demikian, masihkah kasus Korupsi penarikan uang dari orang tua siswa bisa bersih dari negeri ini atau akan tetap “tumbuh subur ?”.  (Redaksi)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top