0
beritakorupsi.co – Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut ringan terdakwa Rudi Indra Prasetya selaku Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Pamekasan, yang terjaring dalam dalam OTT (Operasi Tangkap Tangan) KPK pada Rabu, 2 Agustus 2017 lalu, karena meneriam uang suap sebesar Rp 250 juta, dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Surabaya, pada Senin, 11 Desember 2017.

Dalam surat tuntutan JPU KPK KPK Fitroh Rohcahyanto dkk, dibacakan dihadapan Majelis Hakim yang diketuai Hakim H. Tahsin, terdakwa Rudi Indra Prasetya yang menerima uang suap sebesar Rp 250 juta dari Agus Mulyadi (Kepala Desa Dasok, Kecamatan Pademawu, Kabupaten Pamekasan) melalui Sutjipto Utomo (Kepala Inspektorat Kab. Pamekasan) dan Noer Salahuddin alias Margono (Kabag Administrasi Inspoktorat Kab. Pamekasan) di rumah dinas Kajari pada tanggal 2 Agustus 2017, hanya dituntut pidana penjara selama 5 tahun, denda sebesar Rp 200 juta atau kurangan 6 bulan bila tidak dibayar.

Menurut JPU KPK, terdakwa Rudi Indra Prasetya terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana Korupsi (TPK) sebagaimana diatur dan diancam dalam pasal 12 a Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana

“Meminta kepada Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Suarabaya, untuk menjatuhkan hukuman pidana penjara selama 5 (Lima) tahun, denda sebesar Dua ratus juta rupiah. Apa bila terdakwa tidak membayar, maka diganti dengan kurungan selama 6 (Enam) bulan,” ucap JPU KPK.

Tuntutan ringan JPU KPK terhadap terdakwa selaku Aparat Penegak Hukum (APH) selaku Kepala Kejaksaan Negeri Pamekasan, yang menerima uang suap agar menghentikan penanganan kasus dugaan penyelewenagan DD dan ADD tahun 2016 lalu, di Desa Dasok Kecamatan Pademawu, Kabupaten Pamekasan mengundang pertanyaan. Apakah karena JPU KPK berasal dari Lembaga Adyaksa yang sama dengan terdakwa ?

Pasal 12 Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah): huruf a. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya;

Tuntutan JPU KPK terhadap Rudi Indra Prasetya tak jauh beda dengan terdakwa sipemberi suap  yaitu Agus Mulyadi, Sutjipto Utomo, Noer Salahuddin alias Margono dan Ahcmad Syafi’I selaku Bupati Pamekasan masing-masing 4 tahun. Para terdakwa ini dijerat dengan pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Pasal 5 (1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang: a. memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya;

Usai persidangan, terkait tuntutan JPU KPK, Ade Yuniawan selaku Penasehat Hukum terdakwa mengatakan, sangat menghargainya. Menurut Ade, terdakwa sangat koopratif selama persidangan.

“Memangh yag aktif bukan terdakwa tetapi dari pihak Tomo (Sutjipto Utomo) Kami sangat mengharagai, bahwa Jaksa menilai terdakwa koopratif selama persidangan. Memang selaku Aparat Penegak Hukum yang seharusnya mendukung pemberantasan Korupsi. Kami mengatakan pokoknya ini yang terakhirlah,” kata Ade kepada wartawan.

 Kasus ini pun berawal pada tahun 2016, dimana Desa Dasok mendapat DD  sebesar Rp 645.155.378 yang bersumber dari APBN, dan ADD sebesar Rp 499.332.000 yang bersumber dari APBD, sehingga totalnya Rp1.144.487.378.

Pada tanggal 17 November 2016, Sucipto Utomo menerbitkan surat perintah tugas Nomor. 700/009/432.401/2016 untuk melaksanakan pemeriksaan DD dan ADD pada Desa se-Kabupaten Pamekasan Tahun Anggaran 2016, dengan waktu pelaksanaan pemeriksaan, sejak tanggal 21 November sampai dengan 20 Desember 2016 termasuk didalamnya melaksanakan pemeriksaan DD dan ADD di Desa Dasok.

Pada tanggal 14 Desember 2016, Inspektorat melaksanakan pemeriksaan DD dan ADD di Desa Dasok dan menemukan penyimpangan, antara lain kekurangan bukti pendukung realisasi belanja penggunaan DD yang telah diambil dari kas Desa sebesar Rp 645.155.378.

Selain itu, Inspektorat juga menemukan realisasi pekerjaan fisik yang tidak sesuai dengan rencana anggaran biaya (RAB) dan gambar rencana pekerjaan saluran air (Drainase) di Dusun Brigeh dengan anggaran sebesar Rp 441.000.000, dengan volume pekerjaan sesuai dengan RAB 800 meter, sedangkan realisasi pekerjaan 434,4 M atau 54% dimana saluran Sisi kiri belum dikerjakan.

Tidak hanya itu. Pekerjaan tebing penahan tanah di Desa Lubuk, dengan anggaran sebesar Rp 35.155.378, volume pekerjaan sesuai RAB 125 meter,  sedangkan realisasi progres pekerjaan fisik 81,3 M atau 65%, pekerjaan pembangunan pagar kantor Desa di Dusun Barat dengan anggaran Rp 100 juta,  progres pekerjaan fisik 0%, pekerjaan pembangunan pavingisasi di Dusun Barat Rp 60 juta, progres pekerjaan fisik 0% dan pekerjaan prasasti yang ternyata belum dipasang.

Pada tanggal 23 mei 2017, terdakwa menerima hasil pemeriksaan tersebut dari Sucipto Utomo melalui surat Nomor X-900/13.1/432.20/2017 tertanggal 8 April 2017 perihal, Laporan hasil pemeriksaan DD dan ADD Tahun Anggaran 2016 pada Desa Dasok, Kecamatan Pademawu.

Pada Juni 2017, Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri (Kasi Intel Kejari) Pamekasan Sugeng Prakoso, memperoleh informasi dari masyarakat tentang adanya dugaan penyelewengan DD dan ADD Tahun Anggaran 2016 di Desa Dasok, Kecamatan Pademawu, yang dilakukan oleh Kepala Desa Dasok yaitu Agus Mulyadi.

Kemudian, pada tanggal 17 Juni 2017, Sugeng Prakoso melakukan Pulbaket (pengumpulan bahan keterangan dan data serta melakukan pengecekan fisik di lapangan secara Informal. Hailnya, ternyata tidak ada pembangunan pavingisasi dan pembangunan pagar di Kantor Desa Dasok, yang selanjutnya melaporkan hal tersebut kepada Rudi Indraprasetya agar ditingkatkan ke tahap penyelidikan karena tidak sulit membuktikannya.

Pada tanggal 18 Juli 2017, terdakwa Achmad Syafii melakukan pertemuan dengan Rudi Indraprasetya di Pendopo Bupati. Pada pertemuan tersebut, Rudi Indraprasetya menyampaikan, bahwa Kejari Pamekasan sedang melakukan Pulbaket dan data, atas dugaan penyelewengan DD dan ADD di Desa Dasok Tahun Anggaran 2016.

Informasi yang disampaikan Rudi Indraprasetya kepada Achmad Syafii, ternyata bersesuaian dengan laporan Inspektorat. Selanjutnya, terdakwa Achmad Syafii meminta Rudi Indraprasetya agar tidak melanjutkan penanganan perkara dugaan penyelewengan DD dan ADD di Desa Dasok Tahun Anggaran 2016 yang dilakukan oleh Agus Mulyadi yang merupakan orang dekat terdakwa.

Permintaan terdakwa Achmad Syafii sanggupi Rudi Indraprasetya. Achmad Syafii menyampaikan, “Nanti yang mengutus penyelesaiannya adalah Sucipto Utomo”.

Pada tanggal 19 Juli 2017, Rudi Indraprasetya mengeluarkan surat perintah tugas Nomor SP.TUG-/05.18/Dek.3/07/2017 yang dibuat tanggal mundur, yaitu tanggal 3 Juli 2017 untuk melakukan Pulbaket dan pengumpulan data, karena dugaan penyelewengan DD dan ADD di Desa Dasok Tahun Anggaran 2016 akan menjadi produk pidana Khusus, sekaligus sebagai bahan evaluasi kinerja oleh Kejaksaan Tinggi - Jawa Timur.

Pada tanggal 20 Juli 2017, Sucipto Utomo atas perintah terdakwa Achmad Syafii, menemui Rudi Indraprasetya di Kantor Kejaksaan Negeri Pamekasan. Dalam pertemuan tersebut, Rudi Indraprasetya menyampaikan, bahwa Kejari telah melakukan Pulbaket dan data serta pengecekan fisik di lapangan atas dugaan penyelewengan DD dan ADD di Desa Dasok Tahun Anggaran 2016. Sehingga kasus dimaksud sudah dapat ditingkatkan ke tahap penyelidikan.

Kemudian Sucipto Utomo menanyakan kepada Rudi Indraprasetya, apakah kasus tersebut dapat dihentikan dengan imbalan uang sebesar Rp 200 juta. Permintaan itu kembali disetuji Rudi Indraprasetya dengan meminta tambahan Rp 50 juta dengan target setor, tanggal 24 Juli 2017, dan Sucipto Utomo pun menyanggupinya.

Pada tanggal 20 Juli 2017 sekitar pukul 20.00 WIB, Rudi Indraprasetya memanggil Sugeng Prakoso dan Hermawan selaku Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Negeri (Kasi Pidsus Kejari) Pamekasan, dan menyampaikan agar kegiatan Pulbaket dan pengumpulan data, terkait dugaan penyelewengan DD dan ADD di Desa Dasok tahun anggaran 2016 ditunda terlebih dahulu, karena ada permintaan dari Bupati Achmad Syafii dengan mengatakan "Mas, yang ada di itu mau saya pending, karena Bupati mau minta tolong, ini ada ratusan duitnya".

Pada tanggal 20 Juli 2017 sekitar pukul 2030 WIB, Sucipto Utomo menghubungi Noer Salahuddin alias Margono, agar mengajak Agus Mulyadi yang merupakan saudara dari Noer Salahudin untuk datang ke Kantor Inspektorat. Pada pertemuan tersebut, Sucipto Utomo mengatakan, untuk menghentikan penanganan perkara dugaan penyelewengan DD dan ADD di Desa Dasok Tahun Anggaran 2016, Rudi Indraprasetya meminta imbalan uang sebesar Rp 250 juta,  dengan target setor tanggal 24 juli 2017.

Setelah Agus Mulyadi menyanggupi, Sucipto Utomo menyampaikan, bahwa komunikasi selanjutnya dapat dilakukan melalui Noer Salahuddin.

Pada tanggal 21 Juli 2017, atas perintah Sucipto Utomo, Noer Salahudin menghadap Rudi Indraprasetya di kantor Kejari Pamekasan. Rudi Indraprasetya menitipkan pesan untuk disampaikan kepada Agus Mulyadi yang isinya, bukan masalah nilai kekurangan volume, melainkan terkait masalah hukum selanjutnya. Norr Salahudin datang ke rumah Agus Mulyadi untuk menyampaikan pesan dari Rudi Indraprasetya terkait permintaan uang sebesar Rp 250 juta. Agus Mulyadi meminta untuk mengumpulkan uang terlebih dahulu.

Pada tanggal 21 Juli 2017, Soetjipto Utomo menghadap terdakwa Achmad Syafii di Rumah Makan Agis Surabaya. Pada pertemuan tersebut, Sutjipto Utomo melaporkan, bahwa untuk menghentikan penanganan perkara dugaan penyelewengan DD dan ADD di Desa Dasok Tahun Anggaran 2016, Rudi Indra Prasetya meminta imbalan sebesar Rp 250 juta. Permintaan tersebut telah disampaikan oleh Sucipto Utomo kepada Agus Mulyadi, dan disanggupi oleh Agus Mulyadi.

Laporan Sutjipto Utomo direspon oleh terdakwa Achmad Syafii, dengan mengatakan, "Ya, sudah selesaikan".  Menindaklanjuti permintaan Rudi Indraprasetya, kemudian Agus Mulyadi mentransfer uang ke rekening BCA Nomor 1920559162 atas nama Noer Solahudin dengan rincian, tanggal 24 Juni 2017, Agus Mulyadi mentransfer sebanyak dua kali masing-masing Rp 50 juta, dan tanggal 25 Juli 2017, juga mentransfer dua kali yang jumlahnya masing-masing Rp 50 juta, serta tanggal 26 Juli 2017 sebesar Rp 45 juta. Sehingga total seluruhnya yang sudah ditransfer sebesar Rp 245 juta.

Uang tersebut oleh Noer Solahuddin, dimasukkan ke dalam plastik kresek warna hitam dan menunjukkan kepada Sutjipto Utomo., yang kemudian uang tersebut disimpan ke brankas di ruang auditor kantor Inspektorat atas perintah Sutjipto Utomo.

Pada tanggal 26 Juli 2017 sore hari, Agus Mulyadi memerintahkan kurir untuk mengantar uang sebesar Rp 5 Juta ke rumah Noer Solahuddin. Kemudian pada tanggal 27 juli 2017, Noer Solahuddin menyatukan uang yang 5 juta rupiah dengan uang yang sebelumnya ke dalam plastik kresek warna hitam. Sehingga total seluruhnya Rp 250 juta. Setelah itu, Noer Solahudin menemui Sutjipto Utomo untuk menyerahkan uang tersebut. Namun Sutjipto Utomo meminta kepada Noer Salahuddin untuk menyimpan uang tersebut, karena Rudi Indraprasetya sedang tidak ada di Pamekasan.

Pada tanggal 31 Juli 2017, bertempat di Pendopo Bupati Pamekasan, Agus Mulyadi melaporkan kepada terdakwa Achmad Syafii, bahwa dirinya telah telah menyerahkan uang sebesar Rp 250 juta kepada Noer Solahuddin, agar diberikan kepada Rudi Indraprasetya, untuk menghentikan penanganan perkara dugaan penyelewengan DD dan ADD di Desa Dasok Tahun Anggaran.

Sehingga, apa yang dilaksanakan Sutjip Utomo telah diketahui oleh terdakwa Achmad Syafii, yang sebelumnya terdakwa telah meminta kepada Rudi Indraprasetya, untuk tidak melanjutkan penanganan kasus dugaan penyelewengan DD dan ADD di Desa Dasok. Permintaan terdakwa kepada Rudi Indraprasetya telah ditindaklanjuti oleh Sucipto.

Pada tanggal 1 Agustus 2017, Sutjipto Utomo menyampaikan kepada Rudi Indraprasetya, bahwa uang sebesar Rp 250 juta sudah siap diserahkan. Namun, karna Rudi Indra Prasetya sedang berada di Kejati Jatim, Jalan A. Yani Surabaya, bertepatan kunjungan Kepala Kejaksaan Agung RI ke Jawa Timur, pemyerhana uang itu pun tertunda.

Rudi Indraprasetya menyampaikan, Rabu tanggal 2 Agustus 2017 sudah berada di Pamekasan. Selanjtnya, Sucipto Utomo menyampaikan, akan datang pada tanggal 2 Agustus 2017 ke rumah dinas Kajari.

Pada Rabu tanggal 2 Agustus 2017 sekitar pukul 07.00 WIB, Sutjipto Utomo dan Noer Salahuddin menepati janjinya untuk datang ke rumah dinas Kepala Kejaksaan Negeri Pamekasan. Kemudian Noer Salahudin menyerahkan uang sebesar Rp 250 juta yang dibungkus plastik warna hitam kepada Sucipto Utomo.

Selanjutnya, Sutjipto Utomo menyerahkan uang tersebut kepada Rudi Indraprasetya dengan mengatakan, "Pak, ini 250". Dan Rudi Indraprasetya menjawab, "Terima kasih" Tak lama kemudian. tim KPK mengamankan Rudi Indraprasetya, Sutjipto Utomo, Noer Salahuddin alias Margono, berikut uang sebesar Rp 250 juta, dan selanjutnya tim KPK juga mengamankan Agus Mulyadi serta terdakwa Achmad Syafii.  (Redaksi)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top