![]() |
foto atas, Juliana Poliswari, Maskur dan Wemmi. Foto bawa, Wemmi dan Siti asik main HP |
Tidak hanya itu. Pegawai bahwan menjadi “tumbal” dari kebijakan pimpinan. Apakah ini hanya berlaku di Dinas peternakan dan Dinas Pertanian Jawa Timur terkait pengumpulan uang “setan” untuk diberikan ke Dewan yang terhormat itu sebagai uang komitmen fee, atau berlaku juga dilembaga/instasi lainnya ? lalu bagaimana program pemerintah bisa terlaksana terkait pemberantasan Korupsi ?
Seperti yang terungkap dalam persidangan, pada Senin, 13 Nopember 2017, dalam perkara suap Operasi Tangkap Tangan yang dilakukan oleh KPK terhadap Kepala Dinas Pertanian Bambang Heriyanto bersama ajudannya Anang Basuki Rahmat, MKetua Komis B DPRD Jatim M. Basuki bersama 2 staf Komisi B Santoso dan Rahmat Agung dan Kepala Dinas Peternakan Rohayati serta mantan Wakil Ketua Komisi B DPRD Jatim Ka’bil Mubarok, pada Juni lalu.
Pada persidangan kali ini, JPU KPK, Budi Nugraha, Atti Novianti, Muhammad Ridwan Dandito dan Jaelani menghadirkan 9 orang saksi kehadapan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya, yang diketuai Hakim Rochmat untuk 3 terdakwa, yakni M. Basuki (Ketua Komis B DPRD Jatim) bersama 2 staf Komis B Santoso dan Agung yang diampingi para Penasehat Hukum (PH)-nya masing-masing diantaranya Indra Priangkasa dkk.
Ke- 9 orang sakis itu adalah Juliana Poliswari, Kepala Bidang (Kabid) Kesehatan Masyarakat Veteriner,; Wemmy Niamawati, Kabid Kesehatan Hewan,; Maskur, Mantan Kapala Dinas (Kadis) Peternakan tahun 2014 – 2016,’ Siti Asyah, Staf Dinas Peternakan,; Kusnoto, Sekretaris Dinas Peternakan,; Rohayati, terpidana 1 tahun penjara mantan Kadis Peternakan Tanun 2017,; Ka’bil Mubarok, mantan Wakil Ketua Komis B DPRD Jatim, Mitro dan Samsuri.
Maskur selalu mengatakan tidak ada, saat Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menanyakkan terkait komitmen fee atau triwulan terkait kinerjanya Khususnya revisi Perda No 3/2012 saat dirinya memimpin Dinas Peternakan selama 2 dengan Komis B DPRD Jatim. Pada hal, dari saksi-saksi yang dihadirkan JPU KPK termasuk dari terdakwa M. Basuki mantan Ketua Komisi B DPRD Jatim periode 2014/2019 mengatakan, ada dan sudah turun temurun.
Pada hal, untuk dilakukan revisi Perda No 3/2012 tentang ternak hewan Sapi betina di Jawa Timur, dirinyalah yang pertama kali mengajukan surat ke Gubernur Jawa Timur dengan Nomor : No. 524.3/6920/115.05/2016 tanggal 25 Juli 2016. Setelah Maskur digantikan oleh Samsul Arifin, juga mengirim surat ke Gubernur dengan 524.3/9801/115.05/2016 tanggal 26 Oktober 2016.
Selanjutnya, setelah Samsul Arifin digantikan Rohayati pada Desember 2016, barulah mengajukan surat ke Ketua Komisi B DPRD Jatim, dengan No. 424.3/0625/155.05/2017 tanggal 19 Januari 2017, karena revisi Perda No 3/2012 diambil alih oleh Komisi B. sementara komitmen fee dan triwulan sudah dibahas tahun sebelumnya.
Kebohongan tidak hanya diucapkan Maskur, meliainkan menular juga ke saksi Ka’bil Mubarok. Dia membantah, ada permintaan komitmen fee. Pada hal, JPU KPK sudah memutar pembicaraannya yang saat itu melalui telepon seluler. Kata Bu burung, ikan dan tani Dia katakana sebagai program. Sementara JPU megatakan bahwa itu erat kaitannya dengan Kepala Dinas Peternakan (Bu burung), Dinas Perikanan (ikan) dan Dinas Pertanian (tani).
Majelis Hakim pun beberapakali mengingatkan Ka’bil karena keterangannya yang tidak jujur. “Jujur ajalah, saudara itu guru ngaji,” ucap Hakim Dr. Andriano. “Apakah ini sudah dijadikan sebagai tersangka ?,” tanya Hakim Andriano kemudian yang dijawab JPU KPK “sudah”.
Selain itu, saksi yang juga tersangka ini tidak mengakui, bahwa duit sebanyak 50 juta rupiah diserahkannya ke terdakwa M. Basuki. Pada hal, dalam sidang sebelimnya, saat dirinya bersama terdakwa jadi saksi untuk terdakwa Rohayati terungkap, Ka’bil Mubarok menerima uang komitmen fee sebesar Rp 150 juta, namun yang disampaikan ke M. Basuki hanya sebesar Rp 80 juta.
Sementara saksi Juliana Poliswari mengakui, bahwa dirinya turut serta memberikan sumbangsih berupa uang sebear Rp 20 juta yang dikumpulkan dari bawahannya, dan 30 juta ditanggung oleh Fitri dan Mitro yang masing-maing Rp 15 juta. Sehingga diut “setan” yang terkumpul sebesar Rp 50 juta. Sebelumnya, Mitro sudah menyerahkan diut sebanyak 50 juta rupiah kepada Kadis Rohayati. Total duit yang terkumpul sejumlah Rp 100 juta rupiah itu, selanjutnya duit itu diserahkan Mitro ke Rahmat Agung.
“Ada permintaan dari Dewan. Kita diminta bantu oleh Bu Ati (Rohayati), tidak ditarget. Saya serahkan 20 juta ke Bu Ati, yang berasal dari staf dikumpulkan,” kata Juliana menjawab pertanyaan JPU KPK.
Saat Majelis Hakim menanyakkan, bahwa uang yang terkumpul itu bukan dari kantong pribadi melainkan dari pos anggaran ?. dijawab oleh saksi “Ya”. Tak salah, bila permintaan komitmen fee oleh Dewan dipenuhi. Bisa jadi, karena kinerja para pejabat ini bisa juga kurang “beres”. “uang siluman untuk siluman”
Berbeda dengan mantan Kepala Dinas Perhutanan Indra Wiradana, yang diwajibkan untuk memberikan komintmen fee kepada Dewan sebesar Rp 270 juta, namun Indra Wiradana tak mau memenuhinya dan tak merasa takut bila terkait pengawasan ynag dilakukan oleh DPRD Jatim Komis B atas kinerjanya.
Apa yang dilakukan Juliana Poliswari juga dilakukan oleh Wemmy Niamawati, selaku Kabid Kesehatan Hewan yang saat ini menjabat sebagai Kepala Dinas Peternakan menggantikan terpidana Rohayati. Wemmi juga urun rembug dengan menyerahkan uang sebesar Rp 27.500.000. uang tersebut dia kumpulkan dari 2 oarang bawahannya diantaranya Iswahyudi sebear Rp 10 juta. Lalu duit itu diserakan Wemmi ke Royati.
Sementara Kusnoto juga mengakui, bahwa duit yang terkumpul berasal dari honor pegawai. Kusnoto juga ikut memberikan bantuan untuk memenuhi komitmen fee sebesar Rp 15 juta pada Maret 2017. Menurut Kusnoto, unag komitmen fee itu, untuk memperlancar efesiensi, agar rapat pembahasan anggaran dan revisi Perda berjalan lancar.
Apa yang dikatakan Kusnoto, tak jauh beda dengan apa yang dikatakan terpidana Bambang Heriyanto, mantan Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Jawa Timur saat diadili sebagai terdakwa. sehingga terkesan, apakah harus ada duitnya agar para Dewan yang terhotmat itu adem ayem ?
Menangapi keterangan para saksi termasuk keterangan Ka’bil Mubarok, terdakwa M. Basuki mengatakan bahwa, komitmen fee itu sudah turun temurun. Bahkan terdakwa mengatakan, itu dilakukan oleh anggota Dewan yang sudah menjabat dua periode.
“Itu sudah turun temurun. Justru yang menjabat dua kali itu yang melakukannya,” kata terdakwa.
Besarnya uang setoran sebagai komitmen fee antara SKPD kepada Komis B DPRD Jatim tergantung besar anggaran APBD yang diperoleh setiap SKPD. Hal itu saat ditanyakkan oleh Ketua Majelis Hakim kepada para saksi.
Dan komitmen fee akan tetap “mengalir” ke Dewan seperti “air mengalir dari hulu ke hilir untuk membasahi kantong” para anggota Dewan yang dipilih dan digaji oleh rakyat. Andai saja KPK tidak “meringkus” Anang Basuki Rahmat, Santoso dan Agung, Komis B DPRD Jatim diperikirakan akan menerima uang “siluman” dari 10 SKPD sebear Rp 3,070 milliyar, seperti yang terungkap dalam persidangan beberapa waktu lalu dengan terdakwa Bambang Heriyanto maupun Rohayati.
Usai persidangan, saat ditanya tekait keterangan mantan Kepala Dinas Pertanian Maskur, apakah akan diminta pertanggungjawaban hukum. JPU KPK Muhammad Ridwan Dandito mengatakan, akan melihat perkembangan dalam persidangan dengan bukti-bukti lainnya. Ridwan mengakui, keterangan Maskur terkesan berbohong dan sama dengan dengan keterangan saksi-saksi lainnya.
“Kita akan lihat perkembangan. Memang keterangannya berbeda dengan yang lainnya. Keterangan saksi-saksi lainnya mengakatan kalau komitmen fee ada dan sudah ada sejaak lama. Jadi kita lihat duku, kan minimal 2 alat bukti. Jangan paksa saya dong mengatakan sekarang,” katanya. (Redaksi)
(Redaksi)
Posting Komentar
Tulias alamat email :