#Indonesia Corruption Watch (ICW) menemukan indikasi kerugian negara dari sektor batubara selama 2006 – 2016 mencapai Rp 133,6 triliun#
Jakarta, beritakorupsi.co – Selama periode 2006 – 2016, kajian ICW (Indonesia Corruption Watch) terhadap sektor batubara menemukan indikasi unreporting transaction sektor batubara (ekspor) sebesar US$ 27,062 atau setara dengan Rp 365,3 triliun.
Dampaknya, terdapat indikasi kerugian negara dengan jumlah Rp. 133,6 triliun sebagaimana disebutkan di atas. Indikasi tersebut berasal dari kewajiban perusahaan batubara untuk pajak penghasilan maupun royalty / Dana Hasil Penjualan Batu Bara (DHPB).
Selain itu, terdapat beberapa catatan yang mesti dijadikan perhatian publik. Diantaranya adalah kepatuhan pelaporan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) dari Sektor Mineral Batubara (Minerba) yang minim. Pada tahun 2015, hanya 3.580 Wajib Pajak (WP) yang melapor, sedangkan 4.523 lainnya tidak melakukan pelaporan.
Hal lain adalah adanya perbedaan pencatatan data produksi batubara di Indonesia, antara Kementerian ESDM RI dan Badan Pusat Statistik (BPS). Kementerian ESDM mencatat, total data produksi batubara Indonesia selama periode 2006 – 2015 sebanyak 3.315 juta ton, sementara BPS mencatat 3.266,2 juta ton. Dengan kata lain, terdapat selisih data produksi sebesar 49,1 juta ton.
Perbedaan data juga ditemukan dalam data ekspor Indonesia antara data Indonesia dan data negara pembeli. Data Indonesia yang dicatat oleh Kementerian Perdagangan RI selama periode 2006 – 2016, volume ekspor batubara sebanyak 3.421 ton, sedangkan data yang dicatat negara pembeli sebanyak 3.1475 ton, sehingga terdapat selisih sebanyak 299,8 juta ton.
Sebagai salah satu produsen batubara yag terbesar di dunia, temuan tersebut jelas tidak menggembirakan. Pada tahun 2006 – 2015, data BPS menunjukkan volume produksi batu bara di Indonesia mencapai 3.266,2 juta ton. Hal demikian membuat sektor Batubara menjadi salah satu sektor sumber daya alam (SDA) yang penting dan dapat berpengaruh signifikan dalam keuangan negara.
Namun pada sisi lain, kendati berpotensi menghasilkan penerimaan negara dalam jumlah yang tinggi, penerimaan negara dari sektor batubara hingga saat ini belum optimal, yang diantaranya diakibatkan oleh permasalahan-permasalahan yang disebutkan di atas.
Hal diatas juga mesti diberi perhatian lebih serius, mengingat kondisi penerimaan negara saat ini, baik pajak maupun Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), sedang menghadapi berbagai persoalan. Tax Ratio nasional sejak tahun 2012 mengalami penurunan, hingga mencapai angka 10,36 persen di tahun 2016. Sementara tax ratio pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba), setelah turut mengalami penurunan sejak tahun 2012, hanya mencapai angka 3,88 persen di tahun 2016.
Dalam menghadapi fenomena seperti Panama Papers, offshore leaks, tindak lanjut yang nyata baik pada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) atau pihak lain yang terkait belum terlihat. Sementara saat ini kita dihadapkan dengan fenomena baru Paradise Papers.
Di sisi lain, program tax amnesty yang dicanangkan belum terlihat dampaknya. Dari jumlah 6.001 Wajib Pajak (WP) pertambangan mineral dan batubara, hanya 967 WP yang mengikuti program tersebut, dengan capaian uang tebusan mencapai total Rp. 221,71 miliar.
Atas hal-hal tersebut, ICW meminta Pemerintah RI untuk memberi perhatian serius terhadap sektor batubara. Pemerintah RI harus membenahi celah dan indikasi kerugian negara dari batubara dan pengelolaan sumber daya alam dan energi.
Selain itu, menghadapi fenomena Paradise Papers, Pemerintah RI sudah semestinya serius dalam menindaklanjuti temuan tersebut. Respon Pemerintah RI terhadap Paradise Papers tidak semestinya berulang sebagaimana terhadap fenomena sebelumnya yaitu Panama Papers.
Hal ini sangat penting untuk dilakukan, mengingat baik Paradise Papers maupun Panama Paper menyebut nama-nama besar elit bisnis dan politik di Indonesia, sehingga menjadi relevan untuk ditindaklanjuti lebih jauh oleh Pemerintah RI (DJP, ESDM) maupun aparat penegak hukum lainnya. (Redaksi)
Sumber : ICW (Indonesia Corruption Watch)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Posting Komentar
Tulias alamat email :