beritakorupsi.co - Kasus kredit macet puluhan bahkan ratusan milliard di Bank milik Pemerintah Provnsi Jawa Timur yang dikenal dengan Bank Jatim kembali terjadi, setelah kasus kredit macet di dtingkat cabang yang menyeret kepala cabang Bank Jatim di Jalan HR Muhmmad
Kasus Korupsi Bank Jatim sepertinya tak ada habis-habisnya, nilai kerugian negara pun tak tanggung-tanggung. Namun kasus kali ini tidak lagi ditingkat cabang, melainkan menyeret para pelaku ditingkat pusat. Sebelumnya, kredit macet Bank Jatim cabang HR Muhammad sebesar Rp 52 milliar terhadap pengusaha Yudi Setiawan, serta menyeret kepala cabang Bank Jatim Bagus dan kasus kredit macet ternak Sapi Bank Jatim cabang Jombang sebesar Rp 48 M terhadap mantan adik ipar mantan Bupati Jombang, juga menyeret Kepala Cabang Bank Jatim dan beberapa pegawai rendahan.
Hal ini seperti yang dibacakan JPU dalam surat dakwaannya diperisidangan dalam kasus dugaan Korupsi kredit macet Bank Jatim ke PT Surya Graha Semesta (SGS) sebesar Rp 306.050.000.000 pada tahun 2010 lalu, yang digelar dipengadilan Tipikor Surabaya, dihadapan Majelis Hakim yang diketuai H.R Unggul Warso Mukti, pada Selasa, 28 Nopember 2017
Dalam kasus ini, JPU menyeret 4 terdakwa, yakni Wonggo Prayitno, mantan pimpinan Divisi Kredit Bank Jatim,; Arya Lelana, mantan Pimpinan Sub Divisi Kredit Bank Jatim),; Harry Soenarno, Relation Manager (RM) Bank Jatim dan Iddo Laksono Hartanto (staf Sub Divisi Kredit Menengah dan Koperasi Bank Jatim).
Dari surat dakwaan JPU menyatakan, bahwa kredit macet Bank Jatim kali ini terjadi kantor pusat, yakni pemberian fasilitas kredit modal kerja atau (KM) untuk kegiatan pembiayaan proyek yang ditangani dan yang akan ditangani oleh PT Surya Graha Semesta (SGS), dalam bentuk Standby lone dengan plafon kredit sebesar Rp 80 miliar. yang direncanakan untuk pembiayaan proyek jembatan Brawijaya di Kediri, proyek RSUD Gambiran Kediri, proyek gedung Poltek II Kediri dan proyek RSUD Saiful Anwar Kota Malang.
Fasilitas layanan yang diberikan Bank Jatim, yakni berupa fasilitas kerja atau dalam bentuk standby lone atau (KMK SBL), yaitu kredit modal kerja yang diberikan kepada kontraktor, termasuk pula grup usaha nasabah yang dapat dicairkan secara revolving baru proyek, apabila debitur memperoleh pekerjaan untuk menyelesaikan proyek konstruksi pengadaan barang dan jasa lainnya, berdasarkan kontrak kerja yang bersumber pembiayaan kreditnya, terutama berasal dari termin proyek yang bersangkutan termasuk juga untuk penerbitan Bank garansi, serta membiayai pembukuan L/C dan SKBDN untuk mengimpor/membeli barang-barang atau mesin peralatan yang terkait dengan proyek yang sedang/akan memperoleh pembayaran kredit dari Banklagi kredit macet macet Bank Jatim ke PT Surya Graha Semesta (SGS) sebesar Rp 306.050.000.000 pada tahun 2010 lalu, yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 155.036.704.864
Pada tahun 2011, Rudi Wahono selaku Direktur PT SGS mengajukan penambahan plafon kredit, dari semula Rp 80 miliar menjadi Rp 125 milliar kepada Bank Jatim Jawa Timur Cabang Sidoarjo, sebagaimana surat Nomor 025/SGS/VII/2011 tanggal 19 Juni 2011, dan oleh Bank Jatim Cabang Sidoarjo, berkas permohonan penambahan plafon kredit tersebut diteruskan ke Bank Jatim di Surabaya dengan melampirkan dokumen proyek, diantaranya ; RSUD Gambiran II Kediri, dengan nilai Rp 208.685.176.000, pembangunan Poltek II Kediri pelaksana PT Nugraha Adi Taruna dengan nilai Rp 88.901.861.280. Pembangunan proyek pekerjaan Jembatan Brawijaya Kediri pelaksana PT Fajar Parahiyangan, degan nilai Rp 66.409.000.000, pembangunan Pasar Caruban Madiun, pelaksana PT Idee Murni Pratama, dengan nilai Rp 67.200.081.000, pembangunan Jembatan Kedungkandang Malang, dengan pelaksana PT NAT dengan nilai Rp 54.183.811.000, pembangunan Kantor Pusat BPR Jatim, pelaksana PT NAT, dengan nilai Rp 22.189.000.000, pembangunan gedung Setda Kabupaten Madiun, dengan pelaksana PT NAT, PT Nugraha Airlanggatama, dengan nilai Rp 46.668.046.000 dan pembangunan Kantor terpadu Ponorogo, dengan pelaksana PT NAT, dengan nilai Rp 42.148.0 00.000.
Kemudian pemohon penambahan plafon kredit dari PT SGS tersebut, disarankan kepada terdakwa I Wonggo Prayitno selaku Pimpinan Vivisi, dan kemudian diteruskan kepada terdakwa II Arya Lelana selaku Pimpinan Sub Divisi kredit menengah dan korporasi, untuk dilakukan verifikasi atas permohonan tersebut, dan secara berjenjang kepada tim analisis dan oleh tim analisis dan Relation Manager (RM), membuat penilaian penambahan plafon dan lembar penilaian tersebut secara berjenjang disampaikan kepada terdakwa Arya Lelana dan wonggo Prayitno.
Oleh terdakwa I Wonggo Prayitno dan terdakwa II Arya Lelana, secara melawan hukum melarang tim Analisis untuk melakukan konfirmasi ulang, skema perhitungan yang dibuat oleh para terdakwa Arya Lelana dan terdakwa Wonggo Prayitno secara melawan hukum memberikan persetujuan, untuk fasilitas kredit SGS dari Rp 80 miliar menjadi Rp 125 miliar.
Pada hal para terdakwa mengetahui, bahwa nilai debit equity ratio (DER) PT SGS sebesar 5,09 kali melebihi persyaratan maksimal, sebesar 2,50 kali penambahan plafon penggunaan fasilitas kredit modal kerja, selama tahun 2010 tidak sesuai dengan ketentuan, namun penambahan plafon KMK SBL oleh para terdakwa, dibuat seolah-olah penggunaan fasilitas KMK SBL sesuai dengan ketentuan.
Selain itu, PT SG tidak layak untuk mendapatkan penambahan plafon kredit tersebut antara lain; pelaksana kontrak proyek adalah pihak lain, namun dinyatakan pelaksanaan kontrak adalah PT SGS Grup, jaminan utama kredit berupa pembayaran termin proyek RSUD Gambiran, Poltek II Kediri dan jembatan Brawijaya tidak diikat dengan Cassie, namun dinyatakan telah diikat dengan cassie, pencairan kredit untuk proyek RSUD Gambiran, Poltek II Kediri dan jembatan Brawijaya Kediri periode 2010/2011 tidak diasuransikan, namu dinyatakan kredit saat ini di dipertanggungkan ke PT ASEI, dengan nilai pertanggungan sebesar Rp 80 miliar dengan coverge 75% selama jangka waktu kredit, tunggakan kredit untuk proyek RSUD Gambiran tahun 2010 dilunasi bukan dari pembayaran termin melainkan dari pencairan kredit RSUD tahun 2011 namun penilaian kolektivitas pt.sgs dinyatakan lancar.
Dan oleh terdakwa Arya Lelana dan terdakwa Wonggo Prayitno, menyampaikan penilaian dan persetujuan penambahan plafon kredit untuk PT SGS kepada Direktur Utama Bank Jatim, untuk mendapat persetujuan, dan oleh Direktur Bank Jatim serta Direktur Bisnis menengah dan korporasi Bank Jatim, sehingga perbuatan para terdakwa tersebut bertentangan dengan peraturan Internal Bank Jatim, Surat Edaran Direksi Nomor. 048/009/KMK tanggal 9 Maret 2009 tentang pedoman pelaksanaan kredit menengah dan korporasi, perjanjian KMK standby lone atas nama PT Surya Graha Semesta, menyatakan pencairan termin proyek yang dibiayai dengan fasilitas kredit Bank, dan pencairan termin proyek hanya dilaksanakan melalui transaksi giralisasi ke rekening atas nama PT Surya Graha Semesta di Bank Jatim cabang Utama Surabaya, yang diikat cassie dan kuasa memotong buku pedoman pelaksanaan kredit menengah dan korporasi, buku pedoman pelaksanaan kredit menengah dan korporasi Surat Edaran Direksi.
“Setelah mendapat persetujuan penambahan plafon kredit untuk PT SGS, Rudi Wahono selaku Direktur PT SGS mengirimkan surat yang ditujukan kepada terdakwa Wonggo Prayitno, yang memberitahukan kerjasama dengan pihak pelaksana dalam proyek Pemda, dan meminta untuk diberikan fasilitas kredit modal kerja standby lone dengan meminta pencairan KMK tersebut,” ucap JPU
Selanjutnya Divisi kredit menengah dan koperasi, memproses permohonan tersebut dengan menyatakan, bahwa pelaksanaan proyek PT MKI, PT NAT, PT. FP dan PT IMP sebagai grup dari PT SGS, dan terdakwa tidak melakukan konfirmasi kepada pejabat pembuat komitmen (PPK), untuk proyek tersebut dan membuat memorandum usulan plafon dan pencairan maksimum.
JPU menyetakan, bahwa atas memorandum yang dibuat oleh para terdakwa tersebut, Bank Jatim melakukan pencairan pinjaman PT SGS dengan rincian sebagai berikut; pembangunan gedung Sekretariat Daerah kabupaten, kontrak tahun jamak antara Ir. Gunawan selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) dengan PT Nugraha Airlanggatama, KSO selaku leader Drs. Ribut Wahyu Utomo tentang pekerjaan kantor Sekretariat Daerah Kabupaten Madiun Nomor kontrak No.602.1/728/402.103/2012 tanggal 14 agustus 2012 dengan nilai kontrak sebesar Rp 46.668.046.000, pembangunan gedung Kantor Terpadu Kabupaten Ponorogo, surat perjanjian kontrak multiyears/tahun jamak, antara Budi Darmawan selaku PPK dengan Drs ribut Wahyu selaku pimpinan Cabang PT Nugraha Adi Taruna, tentang pekerjaan pembangunan gedung kantor terpadu Kabupaten Ponorogo, pada tanggal 11 Juni 2012 dengan nilai kontrak sebesar Rp 42.148.0.0000
Proyek pembangunan gedung kantor BPR Jatim dengan surat perjanjian antara Amiruddin selaku PPK dengan Drs. Budi Ribut Utomo selaku kepala cabang PT Nugraha Adi Taruna, tentang pembangunan gedung kantor pusat Bank Perkreditan Rakyat Jawa Timur Nomor. 12/VI/2012 tanggal 22 Juni 2012
Pembangunan Poltek II Kediri dengan surat perjanjian kerja konstruksi antara Irdat Indraswati selaku PPK dengan Drs. Budi Ribut Utomo selaku kepala cabang PT Nugraha Adi Taruna tentang pelaksanaan konstruksi APBD tahun 2009 tanggal 8 Oktober 2009 dengan nilai kontrak Rp 88.901.861.280.
Pembangunan jembatan Kedungkambang Kabupaten Malang, surat perjanjian antara Ir. Heroe Agoesdjianto selaku PPK dengan Drs. Budi Ribut Utomo selaku kepala cabang PT Nugraha Adi Taruna, tentang pembangunan jembatan Kedungkamdang kabupaten Malang dengan nilai kontrak sebesar Rp 54.183.811.000.
Pembangunan Pasar Caruban Kabupaten Madiun, surat perjanjian antara Ir. Benawai selaku PPK dengan Rudi Soetedjo Budi Rahardjo selaku kepala Cabang PT Idee Murni Pratama tentang Pasar Caruban Kabupaten Madiun dengan nilai kontrak sebesar Rp 67.420.081.000,
Proyek pembangunan RSUD Gambiran II Kota Kediri dikerjakan oleh PT Murni Konstruksi Indonesia dengan surat perjanjian kerja konstruksi harga satuan atau kontrak induk Nomor 9 sebesar Rp 208.685.176.000 dan pembangunan jembatan Brawijaya Kediri dikerjakan oleh PT Fajar Parahiyangan dengan surat perjanjian kerja konstruksi harga satuan atau kontrak Induk Nomor. 1033/KON.FISIK/APBD/2010 tanggal 27 September 2011 antara Nur Iman Satrio Widodo selaku selaku PPK dan Munawar selaku kepala cabang PT Fajar Parahiyangan sebesar Rp 66.409. 000.000
“Dari semua proyek yang dimintakan pencairannya oleh PT SGS tersebut, tidak ada satupun proyek yang dimenangkan atau dikerjakan oleh PT Surya Graha Semesta. Pada hal PT SGS sudah menerima pencairan kredit standby lone atas proyek pembangunan gedung Sekretariat Daerah Kabupaten Madiun dengan nilai pencairan Rp 15.600.000.000, proyek pembangunan gedung kantor terpadu Kabupaten Ponorogo Rp 55 M, proyek pembangunan kantor BPR Jatim Rp 6.800.000.000, proyek pembangunan Poltek 2 Kediri Rp 55 M, proyek pembangunan jembatan Kedungkandang kota Malang Rp 20.550.000.000, proyek pembangunan Pasar Caruban Kabupaten Madiun Rp 42 M, proyek pembangunan RSUD Gambiran 2 Kota Kediri Rp 122.200.000.000 dan proyek pembangunan jembatan Brawijaya Kediri Rp 30.200.000.000 sehingga total 306.050.000.000,” ucap JPU
Apakah kasus kali ini akan menyeret orang banyak menjadi pesakitan akibat dari perbuatnnya yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 155.036.704.864 ?
Sementara JPU Arif Usma dari Kejari Surabaya mengatakan, akan melihat perkembangan dari hasil persidangan yang akan datang.
“Kita ikuti aja perisangan. Kita akan melihat perkembangan dari keterangan para saksi, kita nggak bisa lengsung menjelskannya seat ini, karena persidangan baru mulai kan,” ujar Jaksa yang akrab dikalangan awak media. (Redaksi)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Posting Komentar
Tulias alamat email :