beritakorupsi.co – Sosok Bambang Irianto, tidak asing lagi di mata masyarakat Jawa Timur, Khususnya di Kota Madiun.
Sebab Bambang Irianto yang akrab dipanggil BI ini, sebelum menjabat sebagai Wali Kota Madiun, sejak 2009 hingga 2014, dan kembali terpilih untuk periode kedua 2014 - 2019 (2 periode), Dia adalah seorang pengusaha SPBU sebanyak 10 lokasi, distributor Oli pelumas, distributor LPG di 2 Kabupaten, sebagai Kontraktor dan beberapa usaha lainnya, serta menjabat sebagai Ketua DPC (Dewan Pimpian Cabang) Partai Demokrat, Kota Madiun.
Namun di akhir tahun 2016, masa jabatannya berakhir tragis ditengah jalan sebelum tahun 2019, seiring dengan KPK menetapkannya sebagai tersangka, kasus Tindak Pidana Korupsi gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang, dan Dia pun diinapkan di “Hotel Prodeo” alias penjara
Yang lebih tragis lagi, Mantan Wali Kota itu kini harus mendekam di penjara selama 6 tahun, berdasarkan surat putusan Majelis Hakim Pengadikan Tindak Pidana Korupsi, yang dibacakan dalam persidangan yang dihadiri oleh JPU KPK Fitroh Rohcahyanto dkk serta Penasehat Hukum terdakwa Bambang Irianto, Indra Priangkasa Cs, dengan Ketua Majelis Hakim, H.R. Unggul Warso Mukti, pada Selasa, 22 Agustus 2017.
Dalam surat putusannya Majelis Hakim menyatakan bahwa, terdakwa Bambang Irianto, terbukti secara sah dan meyakinkan, melakukan Tindak Tidana Korupsi, sebagaimana diatur dan diancam dalam pasal 12 huruf i, pasal 12 B jounckto pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 juncto pasal 65 ayat (1) KUH Pidana.
Selain Undang-Undang Korupsi, Majelis Hakim juga menjerat terdakwa dengan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang Nomor 8 tahun 2010, pasal 3 junckto pasal 65 ayat (1) KUHP. Dua pasal dalam Undang-Undang Korupis dan 1 pasal UU TPPU yang dikenakan Majelis Hakim, sama persis dengan tuntutan JPU KPK.
Hanya saja, Majelis Hakim memberi “bonus” berupa keringanan hukuman pidana badan dan barang bukti berupa, beberapa bidang tanah dan ruko yang semula disita penyidik KPK, diperintahkan untuk dikembalikan kepada terdakwa.
“Menyatakan terdakwa Bambang Irianto, terbukti secara sah dan meyakinkan, melakukan Tindak Tidana Korupsi. Menghukum terdakwa dengan pidana penjara selama 6 tahun, denda sebesar Rp 1 Milliar. dan apa bila terdakwa tidak membayar, maka diganti kurungan selama 4 bulan,” ucap Ketua Majelis Hakim.
Putusan Majelis Hakim ini, bisa jadi membuat sedikit tersenyum bagi terdakwa, PH terdakwa maupun keluarga terdakwa. Sebab, harta berupa beberapa bidang tanah dan ruko, kembali ke “pangkuannya”.
Sementara dalam surat tuntutan JPU KPK Fitroh Rohcahyanto, TrimulyonoHendradi, Herry B.S. Ratna Putra, Feby Dwiyandospendy, N.N. Gina Saraswati, Joko Hermawan, Alandika Putra dan Dormian, meminta Majelis Hakim untuk menghukum terdakwa dengan pidana penjara selama 9 tahun, didenda sebesar Rp 1 milliar atau dikurung selama 6 bulan.
Pada hal, JPU KPK membeberkan perbuatan terdakwa sejak Wali Kota tahun 2009 hingga 2016, Dia telah menerima uang gratifikasi yang jumlahnya sekitar Rp 55,5 miliar, yang berasal dari Proyek pembangunan Pasar Besar Madiun (PBM) tahun 2009 dengan anggaran sebesar 77,6 M, setoran dari 33 SKPD (Kepala Dinas), pemotongan gaji pegawai dan setoran dari kontraktor-kontraktor yang ada di Kota Madiun.
JPU KPK juga membeberkan bahwa, Duit itu kemudian dialihkan menjadi kendaraan, rumah, tanah, uang tunai, emas batangan, dan saham di Bank Jatim atas nama sendiri, keluarga, atau korporasi termasuk salah seorang wanita “teman akrab” terdakwa yakni, Liana Rahmaty yang sudah memiliki suami di Jombang, termasuk membagi-bagikan duit itu ke pejabat Forpimda Kota Madiun.
Tuntutan itu memang termasuk ringan, apa bila dibandingkan dengan perbuatan terdakwa sejak menjabat Wali Kota Madiun sejak 2009, seperti dalam surat dakwaan maupun surat tuntutan JPU KPK.
Atas putusan Majelis Hakim ini, JPU KPK maupun PH terdakwa sama-sama menyampaikan pikir-pikir.
Usai persidangan, terkait putusan Majelis Hakim terhadap terdakwa, JPU KPK Fitroh mengatakan bahwa, sebahagian pertimbangan Majelis Hakim sama dengan tuntutan JPU. Namun secara tidak langsung, JPU Fitroh sepertinya kecewa. Sebab, tanah yang disita KPK, harus dikembalikan kepada terdakwa atas putusan Majelis Hakim.
“Kami pikir-pikir. Secara umum, pertimbangan Majelis Hakim sama, pertimbangan Yuridisnya sama persis, terbukti 3 dakwaan. Mengenai barang bukti berupa tanah yang oleh kami dirampas tetapi oleh Hakim dikembalikan,” ucap JPU Fitroh.
Terpisah. Indra Priangkasa, selaku Ketua Tim PH terdakwa mengatakan, sangat menghargai putusan Majelis Hakim. Namun dia berpendapat bahwa, profil terdakwa sebagai pengusaha sebelum Wali Kota sejak 2009, tidak dipertimbangkan Majelis Hakim.
“Kita sangat mengharagai putusan Majelis. Hanya saja, profil terdakwa sebagai pengusaha sebelum Wali Kota sejak 2009, tidak muncul dalam pertimbangan,” ujarnya. (Redaksi)
Sebab Bambang Irianto yang akrab dipanggil BI ini, sebelum menjabat sebagai Wali Kota Madiun, sejak 2009 hingga 2014, dan kembali terpilih untuk periode kedua 2014 - 2019 (2 periode), Dia adalah seorang pengusaha SPBU sebanyak 10 lokasi, distributor Oli pelumas, distributor LPG di 2 Kabupaten, sebagai Kontraktor dan beberapa usaha lainnya, serta menjabat sebagai Ketua DPC (Dewan Pimpian Cabang) Partai Demokrat, Kota Madiun.
Namun di akhir tahun 2016, masa jabatannya berakhir tragis ditengah jalan sebelum tahun 2019, seiring dengan KPK menetapkannya sebagai tersangka, kasus Tindak Pidana Korupsi gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang, dan Dia pun diinapkan di “Hotel Prodeo” alias penjara
Yang lebih tragis lagi, Mantan Wali Kota itu kini harus mendekam di penjara selama 6 tahun, berdasarkan surat putusan Majelis Hakim Pengadikan Tindak Pidana Korupsi, yang dibacakan dalam persidangan yang dihadiri oleh JPU KPK Fitroh Rohcahyanto dkk serta Penasehat Hukum terdakwa Bambang Irianto, Indra Priangkasa Cs, dengan Ketua Majelis Hakim, H.R. Unggul Warso Mukti, pada Selasa, 22 Agustus 2017.
Dalam surat putusannya Majelis Hakim menyatakan bahwa, terdakwa Bambang Irianto, terbukti secara sah dan meyakinkan, melakukan Tindak Tidana Korupsi, sebagaimana diatur dan diancam dalam pasal 12 huruf i, pasal 12 B jounckto pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 juncto pasal 65 ayat (1) KUH Pidana.
Selain Undang-Undang Korupsi, Majelis Hakim juga menjerat terdakwa dengan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang Nomor 8 tahun 2010, pasal 3 junckto pasal 65 ayat (1) KUHP. Dua pasal dalam Undang-Undang Korupis dan 1 pasal UU TPPU yang dikenakan Majelis Hakim, sama persis dengan tuntutan JPU KPK.
Hanya saja, Majelis Hakim memberi “bonus” berupa keringanan hukuman pidana badan dan barang bukti berupa, beberapa bidang tanah dan ruko yang semula disita penyidik KPK, diperintahkan untuk dikembalikan kepada terdakwa.
“Menyatakan terdakwa Bambang Irianto, terbukti secara sah dan meyakinkan, melakukan Tindak Tidana Korupsi. Menghukum terdakwa dengan pidana penjara selama 6 tahun, denda sebesar Rp 1 Milliar. dan apa bila terdakwa tidak membayar, maka diganti kurungan selama 4 bulan,” ucap Ketua Majelis Hakim.
Putusan Majelis Hakim ini, bisa jadi membuat sedikit tersenyum bagi terdakwa, PH terdakwa maupun keluarga terdakwa. Sebab, harta berupa beberapa bidang tanah dan ruko, kembali ke “pangkuannya”.
Sementara dalam surat tuntutan JPU KPK Fitroh Rohcahyanto, TrimulyonoHendradi, Herry B.S. Ratna Putra, Feby Dwiyandospendy, N.N. Gina Saraswati, Joko Hermawan, Alandika Putra dan Dormian, meminta Majelis Hakim untuk menghukum terdakwa dengan pidana penjara selama 9 tahun, didenda sebesar Rp 1 milliar atau dikurung selama 6 bulan.
Pada hal, JPU KPK membeberkan perbuatan terdakwa sejak Wali Kota tahun 2009 hingga 2016, Dia telah menerima uang gratifikasi yang jumlahnya sekitar Rp 55,5 miliar, yang berasal dari Proyek pembangunan Pasar Besar Madiun (PBM) tahun 2009 dengan anggaran sebesar 77,6 M, setoran dari 33 SKPD (Kepala Dinas), pemotongan gaji pegawai dan setoran dari kontraktor-kontraktor yang ada di Kota Madiun.
JPU KPK juga membeberkan bahwa, Duit itu kemudian dialihkan menjadi kendaraan, rumah, tanah, uang tunai, emas batangan, dan saham di Bank Jatim atas nama sendiri, keluarga, atau korporasi termasuk salah seorang wanita “teman akrab” terdakwa yakni, Liana Rahmaty yang sudah memiliki suami di Jombang, termasuk membagi-bagikan duit itu ke pejabat Forpimda Kota Madiun.
Tuntutan itu memang termasuk ringan, apa bila dibandingkan dengan perbuatan terdakwa sejak menjabat Wali Kota Madiun sejak 2009, seperti dalam surat dakwaan maupun surat tuntutan JPU KPK.
Atas putusan Majelis Hakim ini, JPU KPK maupun PH terdakwa sama-sama menyampaikan pikir-pikir.
Usai persidangan, terkait putusan Majelis Hakim terhadap terdakwa, JPU KPK Fitroh mengatakan bahwa, sebahagian pertimbangan Majelis Hakim sama dengan tuntutan JPU. Namun secara tidak langsung, JPU Fitroh sepertinya kecewa. Sebab, tanah yang disita KPK, harus dikembalikan kepada terdakwa atas putusan Majelis Hakim.
“Kami pikir-pikir. Secara umum, pertimbangan Majelis Hakim sama, pertimbangan Yuridisnya sama persis, terbukti 3 dakwaan. Mengenai barang bukti berupa tanah yang oleh kami dirampas tetapi oleh Hakim dikembalikan,” ucap JPU Fitroh.
Terpisah. Indra Priangkasa, selaku Ketua Tim PH terdakwa mengatakan, sangat menghargai putusan Majelis Hakim. Namun dia berpendapat bahwa, profil terdakwa sebagai pengusaha sebelum Wali Kota sejak 2009, tidak dipertimbangkan Majelis Hakim.
“Kita sangat mengharagai putusan Majelis. Hanya saja, profil terdakwa sebagai pengusaha sebelum Wali Kota sejak 2009, tidak muncul dalam pertimbangan,” ujarnya. (Redaksi)
Posting Komentar
Tulias alamat email :