0
beritakorupsi.co – Usaha pemerintah untuk memberantas peredaran narkoba yang semakin merajalela dan meresahkan masyarakat luas, mulai dari anak-anak hingga dewasa dari berbagai profesi, sepertinya tidak didukung oleh Majelis Hakim yang meengadili perkara tersebut.

Seperti kasus perkara Narkotika dengan terdakwa Dudy Arifyanto, yang disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, pada Rabu, 23 Agustus 2017.

Terdakwa Dudy Arifyanto (warga keturunan), diseret JPU Duta Mulia, dari Kejari Tanjung Perak untuk diadili dihadapan Majelsi Hakim, setelah terlebih dahulu, Dudy Arifyanto diringkus oleh anggota Reskoba Polres Pelabuhan Tanjung Perak, di  Perumahan Dian Regency, Jl. Sejahtera Blok II No.33 Kel. Keputih Kec. Sukolilo, Surabaya, pada 12 Pebriari 2017.

Dari hasil penggeledahan yang dilakukan oleh petugas kepolisian saat itu, ditemukan barang bukti berupa, seperangkat alat hisap shabu (bong) yang terbuat dari botol minuman plastik merk Coca Cola, 1 klip plastik berisi Shabu-shabu seberat 0,50 gram dan 1 klip plastic berisi 0,18 gram, 1 buah pipet kaca bekas pakai,1 buah skrop yang terbuat dari sedotan plastik warna putih,1buah kompor yang terbuat dari korek api gas warna kuning. Barang tersebut menurut terdakwa, diperoleh atau dibeli dari Sa’it (DPO) seharga Rp.300.000.

Dalam surat dakwaan JPU Duta Mulia menyatakan bahwa, terdakwa Dudy Arifyanto, terbukti bersalah melanggar pasal 112 ayat (1) Undang-Undang  Nomer 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dengan ancaman hukuman pidana, minimal 4 tahun penjara.

Kemudian, akibat dari perbuatan terdakwa Dudy Arifyanto, JPU meminta kepada Majelis Hakim yang mengadili perkara tersebut, untuk menajtuhkan hukuman pidana penjara terhadap terdakwa, dengan pidana penjara selama 8 tahun.

Anehnya, dalam surat putusan Majelis Hakim yang dibacakan dalam persidangan dengan Ketua Majelis Hakim Arif Juwantoro, justru “membebaskan” terdakwa dari dakwaan maupun tuntutan JPU, dengan menjatuhkan hukuman rehablitasi.

Memang, pertimbangan Majelis Hakim untuk menghukum rehablitasi terdakwa, berdasarkan surat dari Tim Asesmen Terpadu (TAT) Badan Narkotika Nasional Kota Surabaya. Apakah surat TAT yang dimiliki oleh terdakwa sesuai dengan prosedur ? Bila terdakwa BNNK mengeluarkan surat TAT, mengapa JPU menjerat terdakwa dengan pasal 112 ?

Rekomendasi Tim Asesmen Terpadu, berisi keterangan mengenai peran tersangka dan/atau terdakwa dalam tindak pidana, tingkat ketergantungan penyalahguna narkotika, rekomendasi kelanjutan proses hukumnya dan tempat serta lama waktu rehabilitasi. Rekomendasi Tim Assesmen terpadu di ditandatangani oleh ketua Tim Asesmen Terpadu.

Dalam kepentingan peradilan, hasil rekomendasi Tim Asesmen Terpadu dilampirkan dalam berkas perkara tersangka harus asli bukan dalam bentuk foto copy. Rekomendasi inilah yang menjadi dasar pertimbangan seorang hakim untuk menetapkan, apakah tersangka terbukti dan dapat dibuktikan sebagai korban penyalah guna atau terbukti sebagai pelaku tindak pidana Narkotika atau Prekusor Narkotika.

Dalam amar putusannya, Majelis Hakim menyatakan bahwa, terdakwa Dudy Arifyanto, terbukti melanggar pasal 127 ayat (1) Undang-Undang  Nomer 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

"Menjatuhkan hukuman Satu tahun penjara. Memerintahkan kepada Jaksa Penuntut Umum untuk melakukan rehabilitasi terhadap terdakwa di Rumah Sakit Jiwa, Menur " ucapr Ketua Majelis Hakim.

Atas Vonis tersebut, terdakwa Dudy Arifyanto, yang didampingi Pemasehat Hukumnya Yahya Wijaya, langsung menerima. Sementara JPU, masih “belum jelas, apakah banding atau menerima juga.  (Redaksi/*)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top