![]() |
Empat terdakwa menyimak Putusan Hakim |
Muhammad Khusaini alias Anang Khusaini, salah satu dari empat terdakwa (Amru, Sekretaris Bawaslu Jatim; Gatot Sugeng Widodo, Bendahara dan Indriyono Pimpinan CV Canopus/rekanan, perkara masing-masing terpisah) dalam kasus dugaan korupsi di lembaga pengawasan Pemilihan Umum (Bawaslu) Jawa Timur pasca Pilgub 2013 lalu, yang menggunakan anggaran APBD dalam bentuk NPHD (naskah perjanjian hibah daerah) sebesar Rp 142 M dan kemudian dianggap merugikan keuangan negara sebesar Rp 5,6 M karena dugaan, digunakan untuk kegiatan fiktif atas laporan Pejabat Pengadaan Bawaslu Jatim, Samudji Hendrik Susilo Bali atau Hendrik (status tersangka) ke Polda Jatim pada Oktober 2013.
Dalam kasus Korupsi, masyarakat Indonesia mendukung penegakan supremasi hukum disemua bidang, tanpa pandang bulu baik pejabat tinggi maupun masyarakat jelata. Sehingga, pembelaan terdakwa bisa jadi dianggap suatu alasan pembenaran diri dan menjadi bahan “tertawaan” sebahagian orang.
Namun dalam fakta persidangan sejak awal, terdakwa mengakui dihadapan Majelis Hakim bahwa, dirinyalah yang mencari kemudian meminjam profil CV (rkanan) atas suruhan Hendrik dan Pasaru Palembangan selaku Koordinator keuangan. Dia (terdakwa Anang) dengan jujur menjawab pertanyaan Majelis bahwa, dia mengenal Hendrik dari Pasaru Palembangan yang jauh dikenalnya lebih dahulu.
Pekerjaannya sebagai serabutan di salah satu tempat foto Copy, membuatnya mengenal beberapa CV atau kontraktor di Surabaya. Saat terdakwa Anang berhasil mencari dan meminjam dua profil CV yakni, CV Singgasana Putih dan CV Jatayu Era Global tanpa sepengetahuan Amru selaku Sekretaris Bawaslu. Kedua profil CV tersebut diserahkan ke Hendrik. Sebagai imbalannya, terdakwa Anang menerima uang sebesar 300 ribu rupiah dari Hendrik.
Uang 300 ribu rupiah inilah sebagai “jalan” menghantarnya kejeruji besi di tahanan Polda Jatim 2015 lalu dan Kemudian dipindah untuk menempati jeruji besi di LP Kelas I Medaeng, Sidoarjo, oleh Kejaksaan Tinggi Jatim, sambil menunggu Vonis dari Tiga Majelis Hakim Tipikor.
Ditangan penyidik maupun Jaksa Penuntut Umum, ada tandatangan terdakwa Anang di kwitansi penyerahan uang sebesar Rp 45 juta dari terdakwa Gatot dan pelunasan sebesar 669 juta lebih untuk pengadaan Spanduk ke CV Singgasana Putih dan CV Jatayu Era Global, yang dipinjamnya atas suruhan Hendrik dan Pasaru Palembangan. Pembayaran itu, menurut terdakwa Anang dan Gatot, atas perintah terdakwa Amru. Namun menjadi pertanyaan, Anang yang mencari dan meminjam dua profil CV karena disuruh Hendrik dan Pasaru Palembangan. Tapi mengapa pembayaran dihadapan Amru. Pada hal, peminjaman itu tidak atau bukan atas perintah Amru.
Tuntuntan JPU dari Kejaksaan Tinggi Jawa Timur terhadap terdakwa Anang, Pidana penjara selama 8 tahun dan 6 bulan, denda sebesar Rp 500 juta subsidair 6 bulan kurungan, sehingga total tuntutan pidana penjara selama 9 tahun. Anehnya, mengapa Kejaksaan Tinggi Jawa Timur hanya menunutut pidana penjara 9 tahun dan tidak menunutut pidana tambahan berupa membayar uang pengganti sebesar Rp 49 juta dan 669 juta seperti yang tercantum di kwitansi yang ditandatangani terdakwa Anang, atau mengembalikan uang sebesar 300 ribu rupiah seperti yang diaku terdakwa dalam persidangan ? Mengapa terdakwa hanya dituntut membayar denda sebesar Rp 500 juta rupiha ? Bukankah dalam surat dakwaan dan surat tuntutan JPU bahwa pasal 3 Jo pasal 18 UU Korupsi Jo pasa 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo pasal 64 ayat (1) KUHP dikenakan semua (4) terdakwa) ?.
Sementara tuntutan pidana pokok diberikan JPU untuk tiga terdakwa lainnya yaitu, Amru, Gatot Sugeng Widodo dan Indriyono. Hanya bedanya, Ketiga terdakwa ini dibebani pidana tambahan berupa uang pengganti. Untuk Amru, Rp 2,4 M; Gatot Sugeng Widodo, Rp 2 M dan terdakwa Indroyono Rp 713 juta. Tidak dibayar, hartanya akan disita untuk dilelang. Hartanya tidak cukup, dipidana penjara selama 4,3 tahun.
Terdakwa Tak Minta Dibebaskan Hanya Minta Hukuman Ringan
Atas tuntutan itu, sekalipun diras cukup berat, terdakwa tetap tenang dan menyadari siapa dirinya “dimata” hukum. Sehingga saat pembelaan, terdakwa Anang tidak minta dibebaskan melainkan memohon keringanan hukuman kepada Majelis Hakim. Dalam pembelaannya saat itu, dia sampaikan kalau anak istrinya membutuhkannya. Apalagi kondisi istrinya yang sedang sakit dengan kondisi paru-paru tinggal satu. Itupula yang disampaikan ke media ini sesaat sebelum mengikuti sidang. Dia hanya pasrah dan berdoa kepada Allah Subahana Watta Allah. Atas apa yang menimpanya.
“Istri saya sakit paru-paru sejak 15 tahun lalu saat melahirkan anak pertama. Sekarang paru-parunya tinggal satu. Anak saya Tiga, semuanya dirawat dan disekolahkan adek saya. Istri tinggal dirumha mertua. Belum pernah besuk saya. Kalau di dalam (Lapas Medaeng.red), saya disuruh bersih-bersih, kadang mijitin orang-orang tahanan. Kalau ada dikasih, baru ada saya kirim ke Istri lewat orang. Kadang 300 ribu sebulan,” kata Anang dengan wajah.
“Mohon doanya ia bang, biar hukuman saya ringan. Saya sudah 10 bulan ditahan belum ketemu anak saya yang Ketiga sejak lahir,” katanya kemudian kepada Wartawan media ini. Perasaan senang tak dapat ditutupi, terlihat dari raut wajah terdakwa Anang. Sebab, Vonis hukuman pidana penjara yang wajib ditanggungnya hanya 1 tahun. Itulah yang diberikan Majelis Hakim Tipikor yang diketuai Hakim Tahsin.
“Menghukum, terdakwa Muhammad Khusaini Alias Anang Khusaini, dengan pidana penjara selama 1 tahun, denda sebesar Rp 50 juta subsidair 2 bulan kurungan,” ucap Hakim Tahsin, pada Jumat, 4 Maret 2013. Dalam pertimbangan Majelis Hakim, terdakwa dianggap bersalah. Sebab, peran terdakwa yang meminjam Profil 2 CV (rekanan) atas suruhan Samudji Hendrik Susilo Bali dan Pasaru Palembangan dengan imbalan 300 ribu rupiah.
Terkait tandatangan terdakwa dalam dua kwitansi dengan jumlah, Rp 45 juta dan Rp 669 juta, dalam perimbangan Majelis Hakim, uang tersebut tidak dinikmati terdakwa
Hukam ringan juga dirasakan oleh terdakwa Indriyono Pimpinan CV Canopus/rekanan. Tuntutan JPU terhadap dirinya sama dengan Anang. Bedanya, Indriyono dituntut pidana tambahan berupa membayar uang pengganti sebesar Rp 713 juta lebih. Bila tidak dibayar, hartanya akan “dirampas” oleh Jaksa untuk dilelang, bila tidak cukup diganti pidana penjara selama 4,3 tahun. Namun Majelis Hakim hanya menjatuhkan Vonis pidana penjara terhadap dirinya, selama 2 tahun, denda sebesar Rp 50 juta subsidair 2 bulan kurungan tanpa wajib membayar uang pengganti seperti tuntutan JPU.
Sementara untuk terdakwa Gatot Sugeng Widodo, selaku Bendahara Bawaslu, dianggap paling bertanggung jawab atas terjadinya kerugian keuangan negara di tubuh Bawaslu. Dalam pertimbangan Majelis Hakim, terdakwa selaku Bendahara tidak membuat buku laporan Umum maupun laporan pertanggung jawaban atas pengeluaran keuangan yang dikelolanya. Tidak dapat membuktikan atas pengeluaran sebesar 2 milliar lebih berdasarkan penghitungan BPKP Jatim.
Sehingga, Majelis Hakim memeberinya hukuman pidana penjara selama 5 tahun, denda sebesar Rp 50 juta subsidair 2 bulan kurungan. Selain pidana badan, terdakwa Gatot juga diberi hukuman pidana tambahan yaitu membayar uang pengganti sebesar Rp 2.356.863.275. Bila tidak dibayar harta bedanya akan “dirampas” oleh Jaksa untuk dilelang. Bila tidak cukup, diganti pidana penjara selama 2 tahun.
Majelis Hakim : Terdakwa Amru Lalai Untuk Melakukan Pengawasan
Dan untuk terdakwa Amru, selaku sekretaris Bawaslu Jatim, dalam amar putusannya, Majelis Hakim menyatakan bawah, terdakwa lalai untuk melakukan pengawasan. Terdakwa juga tidak dapat membuktikan penggunaan dana dalam kegiatan Pilgub tahun 2013, sebesar 1,9 M berdasarkan hasil audit BPKP perwakilan Provin Jatim. Pada hal, terdakwa Amru dalam pembelaanya telah memberkan fakta-fakta dalam persidangan termasuk hasil audit BPKP yang dimaksud. Menurut Amru, BPKP melakukan penghitungan kerugian keuangan negara (PKKN)kabur. Alasannya, karena BPKP mengatakan telah terjadi 2 kegiatan fiktif dan adanya penambahan hari. Yang dijadikan alat bukti oleh BPKP adalah foto copy undangan rapat Koordinasi atau bimbingan teknik (Bimtek) yang didapat dari penyidik Polda. Dan BPKP belum pernah melakukan klarifikasi.
Tidak hanya itu, belum adanya rapat pleno maupun LPJ secara menyeluruh apalagi belum pernah dilakukan auduit oleh Inspektorat Prov. Jatim apa lagi BPK RI atas penggunaan dana hiba untuk kegiatan Pilgub 2013. Selain itu, belum ada pertanggung jawaban maupun laporan keuangan dari Bendaara.
Sementara penyidik sudah melakukan penyidikan dan penyitaan dokumen maupun Komputer di kantor bawaslu. Belum lagi saksi-saki yang mendapat tekanan dari penyidik untuk membuat keterangan yang tidak sesuai kenyataan. Karena takut, para saksipun mengikuti arahan penyidik Polda Jatim, seperti yang terungkap dalam persidangan. Namun Majelis Hakim tetap memberinya hukuman berupa pidana badan selama 4 tahun, denda 50 juta subsidair 2 bulan kurangan. Tidak hanya itu. Dia juga dihukum sama seperti terdakwa Gatot, yaitu membayar uang pengganti Rp 1.981.931.700. Bila tidak dibayar, harta beda Amru akan “dirampas” oleh Jaksa untuk dilelang. Bila tidak cukup, diganti pidana penjara selama 2 tahun.
Dalam amar putusan Majelis Hakim, Keempat terdakwa tidak terbukti melakukan tidak pidana Korupsi sebagaimana diatur dan diancam dalam pasal 2 UU Korupsi. Namun menurut Majelis Hakim, bahwa Keempat terdakwa terbukti bersalah secara sah dan meyakinkan melakukan tidak pidana Korupsi bersama-sama, sebagaimana diatur dan diancam dalam pasal 3 jo pasal 18 UU Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Atas putusan tersebut, terdakwa melalui PH (penasehat hukum)-nya masing-masing maupun JPU mengatan pikir-pikir. “Kita pikir-pikir. karena masih ada waktu 7 hari untuk mempelajarinya. Karena Vonis tadi separuh dari tuntutan,” kata Jaksa Agung saat di konfirmasi diruang sidang.
Sementara Gatot mengatakan kecewa. “saya sangat kecawa, tidak ada keadilan. Apa yang saya sampaikan dalam pembelaan tidak dipertimbangkan,” ujar Gatot. Beda lagi dengan Amru. Kekecaan Amru adalah uang pengganti yang dibebani sebagai hukuman pidana tambahan. Dia mengatakan, akibat apa yang dilakukan Bendahara, dirinya harus ikut bertanggung jawab.
“Yang saya tidak habis pikir adalah uang pengganti. Pada hal ini karena Bendahara tidak pernah membuat laporan. Tidak ada buku laporan Umum. Pada hal, saya sudah memerintahkan dia (Bendahara) untuk segera membuat laporan tapi malah menghilang,” kata Amru.
Terdakwa Amru : Bendahara Tidak Pernah Membuat Laporan Dan Tidak Ada Buku Laporan Umum
Terpisah, sementara Gatot mengatakan kecewa. “saya sangat kecawa, tidak ada keadilan. Apa yang saya sampaikan dalam pembelaan tidak dipertimbangkan,” ujar Gatot. Beda lagi dengan Amru. Kekecaan Amru adalah uang pengganti yang dibebani sebagai hukuman pidana tambahan. Dia mengatakan, akibat apa yang dilakukan Bendahara, dirinya harus ikut bertanggung jawab. “Yang saya tidak habis pikir adalah uang pengganti. Pada hal ini karena Bendahara tidak pernah membuat laporan. Tidak ada buku laporan Umum. Pada hal, saya sudah memerintahkan dia (Bendahara) untuk segera membuat laporan tapi malah menghilang,” kata Amru.
Terdakwa Amru, kecewa dengan putusan Majelis Hakim, karena dia tidak diberikan kesempatan untuk menghadirkan saksi ahli dalam persidangan.
“Nggak ada keadilan. Anang yang bawa CV dan dia salah satu Direktur, hanya karena penampilannya omongannya dipercaya. Gatot yang benar-benar merampok hanya dikenai pasal 3. Saya yang benar-benar kerja jadi tumpuan tuduhan. Saya nggak diberi kesempatan untuk menghadirkan saksi ahli dalam persidangan, pembelaan tidak dipertimbangkan. Mana keadilan,” ucapnya dengan kecewa. (Redaksi)
Posting Komentar
Tulias alamat email :