![]() |
Pejabat Pemprov (Kiri) dan Samuji Hendirik (kanan) |
Antara saksi dan terdakwa saling tuding menuding dan saling mengancam akan melapor ke pihak kepolisian. Akibatnya, sidangpun “ibarat sinetron yang ditayangkan di sebuah televisi. Yang satu merasa tidak punya ‘dosa’, yang lainnya merasa menjadi korban dari sebuah permainan”.
Pasalnya, Samudji Hendrik selaku saksi yang juga sebagai pejabat pengadaan Bawaslu sekaligus sebagai pelapor atas dugaan adanya korupsi anggaran dana hibah yang dikucurkan Pemprov. Jatim saat Pilgub Jatim 2013 lalu sebesebar 141 milliar, hingga merugikan keuangan negara senilai 5,6 M bersitegang dengan salah seorang terdakwa Amru.
Dalam persidangan yang digelar diruang sidang Cakra Pengadilan Tipikor dengan Ketua Majelis hakim Tahsin dengan agenda mendengarkan keterangan saksi yang dihadirkan JPU Endrianto Cs, dari Kejati Jatim diantaranya, Widiastuti, Samudji Hendrik (Pejabat pengadaan sekaligus sebagai pelapor), Rini Setyowati, Bagyo Utomo, Indah Wahyuni (Kabag Pemerintahan Pemprov dan Supriyanto (Kabiro Pemerintahan Pemprov).
Saksi Samudji Hendrik yang merasa “diatas angin” sebab dirinya dalam perlindungan juga didampingi LPKS (lembaga perlindungan korban dan saksi) Jakarta ini memberikan keterangan dipersidangan dihadapan Majelis Hakim yang dipimpin Hakim Tahsin, tanpa beban. Saksi yang menjabat sebagai pejabat pengadaan mengatakan bahwa pengadaan itu ada. Bahkan saksi menngatakan tau proses mengenai pengadaan tetapi tidak paham peraturan mengenai pengadaan barang dan jasa, apalagi tidak memiliki sertifikasi pengadaan seperti yang diatrur dalam Perpres 54/2010 dan diubah dengan Prepres No 70/20012 tentang Pengadaan Barang dan Jasa pemerintah.
“Saya Staf Bawaslu berdasarkan SK. Ada pengadaan. Saya pernah ikut pengadaan tapi saya lupa,” kata Hendrik.
Ketika ditanya terkait pendokumentasian yang memakai cv lain bukan atas CV yang sesungguhnya, saksi mengatakan tidak tau. “Saya tidak tahu karena saya hanya menandatangi saja, yang membuat adalah sapto,” jawab saksi kemudian. Pada hal, posisi saksi Hendrik dan sapto adalah berbeda. Sapto pegawai honorer di Bawaslu sementara Hendrik adalah Pegawai Negeri spil (PNS). Anehnya, saat PH terdakwa Amru menanyakkan, apakah mungkin seorang pegawai tetap (PNS) bisa diatur oleh seorang pegawai honorer. Hendrik pun tidak menjawab.
Memanasnya suasana persidangan saat Majelis Hakim memberikan kesempatan kepada para terdakwa untuk menanggapi keterangan saksi. Untuk mengatasi situasi, Ketua Majelis Hakim pun memerintahkan agar pertanyaan diajukan melalui majelis. Kesempatan itu, terdakwa Amru pun menanyakkan tentang keberadaan Sapto menjadi pegawai honorer, SMS yang berupa ancaman yang dikirim oleh saksi Hendrik yang kemudian dibenarkan.
“Ya benar, saya yang SMS,” jawab Hendrik kepada Majelis Hakim. Terkait SMS yang bernada ‘ancaman,’ saksi Hendrik membantah, tetapi Amru memiliki bukti berupa SMS yang diduga dikrim Hendrik sebelum Polisi melakukan penyidikan atas laporan saksi.
Terdakwa Amrupun mengancam akan memidanakan saksi terkait keterangan saksi Hendrik di BAP yang menyebutkan hingga sebanyak 18 kali tentang ‘apabila dia (Hendrik) tidak mau mengikuti keinginan terdakwa Amru, maka saksi bisa dianggap makar. Padahal Amru tidak pernah sekalipun mengucapkan itu.
“Kalau bapak tidak mencabut keterangan di BAP, saya akan laporkan,” ancam terdakwa Amru pada saksi dan kemudian dipersilahkan saksi sekaligus mengancam balik akan melaporkan terdakwa karena mengungkap adanya pungli (pungutan liar) terhadap persewaan mobil Kab/Kota dengan berfariasi antara 1,5 – 2 juta rupiah dengan jumlah mobil per perkabupaten/Kota sebanyak 4 unit.
“Episode Kedua Ibarat Sebuah Pribahasa Yang Berbunyi, Lempar Batu Sembunyi Tangan”.
Seperti itulah yang terjadi saat terdakwa Anang Khusairi mementahkan semua keterangan saksi Hendrik terkait keterangannya yang mengatakan bahwa yang mencari atau membawa profil CV (rekanan) ke Bawaslu adalah terdakwa. Pada hal, terdakwa melakukan atas perintah Hendrik selaku pejabat pengadaan.
“Yang Mulia, saksi berbohong, yang menyuruh saya membawa Cv-Cv itu adalah saksi dan yang menyuruh saya menandatangankan dokumen tersebut ke cv-cv tersebut adalah saksi juga. Dia (saksi hendrik) yang memberikan saya uang,” ungkap terdakwa dengan lantang. Pada hal terdakwa yang satu ini terlihat penakut dan tidak punya keberanian sejak. Awal kasus ini disidangkan. Tak ketinggalan, terdakwa Gatot juga membantah keterangan saksi terkait rincian anggaran yang harus dibayarkan oleh bendahara. “Saya hanya meluruskan aja yang Mulia. Bahwa yang memberikan rincian yang harus dibayar adalah saudara hendrik,” ungkap terdakwa Gatot.
Sementara dalam keterangan saksi sebelumnya, yakni Suprianro selaku Kabiro Pemerintahan, yang mengatakan ada lpj Bawaslu kepada Sekdaprov Jatim No. 117/Bawaslu-Prov/JTM/II/2014 perihal laporan rekapitulasi penggunaan dana hibah pemilu gubernur dan wakil gubernur jatim tahun 2013 tanggal 1 april 2014. Menurut terdakwa Amru dalam persidanagan, surat inilah sebagai biang keladinya. Sebab Ketua Bawaslu melayangkan surat tersebut tanpa melalui penghitungan secara keseluruhan, melainkan menentukan sendiri sisa anggaran.
Dalam Persidangan Terungkap Beberapa Hal Yang Mengejutkan
Kemudian saksi juga memperlihatkan surat tanda setoran sebesar Rp 2.468.066.030 dari Bawaslu ke Kasda dengan No rekening 0011000477. Menurut terdakwa Amru, bisa jadi, inilah keseluruhan sisa anggaran bawaslu Prov Jatim atau bisa juga bertambah karena bawaslu belum diaudit oleh BPK. Sehingga mungkin saja kekurangn setor Rp 1.626.640.765,00 memang seharusnya tidak ada atau bisa saja ini bertambah lebih dari angka diatas.
“Surat pak Sufyanto, Ketua Bawaslu kepada Sekdaprov Jatim No. 117/Bawaslu-Prov/JTM/II/2014 perihal laporan rekapitulasi penggunaan dana hibah Pigub Jatim tahun 2013, tanggal 1 april 2014. Karena surat ini hanya dua lembar tidak disertai lampiran penggunaan. Maka harusnya Biro pemerintahan tidak begitu saja mempercayai telah terjadinya sisa anggara. Harusnya di klarifikasi dulu,” kata terdakwa Amru menaggapi keterangan saksi.
Usai persidangan, terdakwa Ameru mengatakan bahwa keterangan Hendrik adalah bohong. Dia mengancam saya akan dilaporkan karena sya mengungkap pungli yang dilakukannya. “Hendrik mau melaporkan saya, karena saya mengungkap di pengadilan kalau dia melakukan pungli terhadap persewaan mobil Kabupaten/Kota berfariasi antara 1,5 semapai dengan 2 jutaan. Sedang jumlah mobil perkabupaten/Kota sebanyak 4 unit. Hal ini terungkap pada saat pertemuan pimpinan di Bali,” pungkas Amru.
Amru menambahkan, sedangkan yang hendak dilaporkan Amru terhadapa Hendreik adalah atas keterangan Hendrik di BAP. “Dia (Hendrik) menyebutkan di BAP sampai 18 kali bahwa, apabila dia (hendrik) tidak mau mengikuti keinginan saya, maka saya menganggap bisa mencap dia makar. Padahal saya gak pernah sekalipun mengucapkan itu ke dia. Dan dia tadi malam masih saya beri kesempatan untuk mencabut keteranganya agar tidak saya pidanakan tapi dia tidak mau mencabut,” ujar Amru
Laporan Ketua Bawaslu Jatim Ke Pemprov Tanpa Lampiran, Ada Apa ?
Terpisah, Kabiro Pemerintahan Prov. Jatim, Suprianto membenarkan terkait adanya laporan (LPJ) dari Ketua Bawaslu tanpa ada lampiran penggunaan anggaran, namun dengan enteng mengatakan bukan urusannya untuk melakukan klarifikasi. “Ia ada tapi bukan urusan saya untuk mengklarifikasi. Ini Undang-undang Administrasi negara. Saya sudah surati sebanyak 3 kali tapi tidak ditanggapi. Makanya saya menyurati ke Inspektorat,” ujar Pjs Wali Kota Blitar ini dengan angkuhnya.
Namun ada yang janggal. Yakni antara keterangan saksi Hndrik dipersidangan yang mengatakan bahwa dirinya tidak dijadikan tersangka melainkan hanya saksi dengan tanggapan Endrianto selaku JPU yang mengatakan bahwa SPDP yang dikirim Penyidik Polda Jatim tidak ada nama Hendrik. “tidak ada,” kata Jaksa diruang sidang. Pada hal, dalam BAP terdakwa Amru, Samudji Hendrik berstatus tersangka. (Redaksi)
Posting Komentar
Tulias alamat email :