0
PN Surabaya
Surabaya  – Kriminal sudah pasti hukum tetapi hukum belum tentu kriminal, misalnya kasus perdata bukanlah krimanal, sehingga seseorang yang dijadikan menjadi terdakwa dalam kasus pidana yang semula perdata, akan melakukan upaya hukum.

Seperti yang dilami terdakwa Santoso Setyadi selaku Direktur PT Imperium Happy Puppy, yang dijerat Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam kasus hak cipta. Sehingga terdakwapun menuding bahwa tindakan JPU tidak cermat karena memaksakan kasus perdata menjadi pidana. Tak pelak, dirinyapun dijadikan menjadi pesakitan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.

Hal ini lah yang diungkapkan oleh penasehat hukum (PH) terdakwa, Sahat Marulitua Sidabuke, dalam persidangan yang diketuai Martua Rambe dengan agenda pembacaan Eksepsi (keberatan) atas surat dakwaan JPU Andi Surya dari Kejari Surabaya, pada Kamis 10 Desember 2015.

Dalam eksepsinya yang dibacakan dihadapan majelis Hakim, Sahat Martua Sidabuke menyatakan, kasus yang seharusnya masuk ranah perdata karena melingkupi persoalan perjanjian bisnis, justru terkesan dipaksakan menjadi kasus pidana. “Kasus ini tidak sepantasnya diproses secara pidana. Sebab, ini hanya masalah pembayaran atas lagu-lagu yang sebenarnya sudah terbayarkan oleh klien kami. Masak hanya karena persoalan dua lagu saja klien saya sudah dijerat soal pidana,” pungkasnya.

Usai persidangan, Sahat Maruli Tutua Sidabuke selaku PH terdakwa menjelaskan, kasus yang menjerat terdakwa terlalu memaksakan. Dakwaan jaksa juga dianggap tidak cermat dan tidak jelas. Ia mencontohkan, dalam dakwaan jaksa disebutkan jika terdakwa adalah General Manager (GM). Namun, dalam posisi sebenarnya, kliennya merupakan direktur di perusahaan tersebut.

“Terdapat ketidakcermatan dan ketidakjelasan serta ketidak lengkapan uraian tindak pidana yang berakibat pada kaburnya dakwaan jaksa atau obscur libel,” jelas Sahat. Menurut Sahat, dalam kasus yang menjerat Santoso Setyadji, dianggap bertangungjawab atas penggunaan lagu lagu band Radja yang diputar di Silver Karaoke milik Happy Puppy tanpa ijin dari penciptanya yakni Mouldiansyah. Beberapa judul lagu itu adalah, Demi Kamu dan Mimpi Indah.

Sahat menambahkan, selama ini kliennya memang tidak membayar royalti ke pencipta lagu, melainkan melalui Yayasan Karya Cipta Indonesia (YKCI). Tapi dari sembilan judul lagu, hanya ada dua yang terselip tidak terbayar Royaltinya.

“Tidak ada unsur kesengajaan, makanya kami anggap kasus ini masuk ke ranah hukum perdata,” ujar Sahat.
Dengan demikian, dalam kasus ini persidangan selanjutnya tinggal menunggu keputusan (putusan sela) dari Majelis hakim. apakah melanjutkan persidangan perkara ini atau sebaliknya, menghentikan kasus ini dan menyatakan bahwa perkara tersebut adalah sebagai kasus (perkara) perdata.  (Redaksi)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top