0

Surabaya  – Udara sejuk dari AC diruang sidang Candra Pengadilan Tipikor, Surabaya, Jawa Timur benar-benar dirasakan terdakwa, Wahyu Priherdianto, Lurah Penjaringan Sari Kecamatan Rungkut. Tidak hanya udara sejuk yang dirasakan terdakwa. Melainkan keterangan 7 orang saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya dihadapan majelis Hakim dalam persidangan, tak satupun yang memberatkannya, pada Senin, 4 Januari 2016.

Pada hal, terdakwa Wahyu Priherdianto diadili di Pengadilan Tipikor dalam kasus dugaan Korupsi Program Nasional Agraria (Prona) setifikat gratis bagi Masyarakat yang kurang mampu di Kelurahan Penjaringan Sari Kecamatan Rungkut, Surabaya pada tahun 2014 lalu, yang didanai dari APBN lewat Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Surabaya. Namun oleh terdakwa, warga justru dibebankan biaya pengurusan sertifikat antra 3 hingga 4 juta rupiah per kepala keluarga (KK), berdasarkan surat dakwaan Jaksa.

Ketujuh saksi tersebut adalah sebahagian warga Kelurahan Penjaringan Sari, sebagai “korban” proyek Prona sertifikat gratis antara lain, Maliki, Sabar, Sunaryo, Edy Suyanto, Subianto, Didik S dan Mahmuda. Dalam persidangan yang diketuai Majelis Hakim Sukadi, SH., MH, para saksi mengatakan bahwa yang menarik biaya pengurusan sertifikat adalah Sudarso. Biaya yang dikenakan dengan luas tanah 100 m, antara 3 hingga 4 juta dan luas tanah diatas 100 m dekenakan biaya diatas 5 juta rupiah.

“Yang menarik biaya adalah panitia RW yaitu Sudarsono dan Maliki. Kalau luas tanah 100 meter, ditarik antara Tiga hingga Empat juta. Kalau diatas 100 meter ditarik 5 juta. Tapi kalau pembelian diatas tahun 97 (tahun 1997.red) tidak boleh. Penarikan sebanyak 3 kali. Yang kami tahu ya Sudarsono itu,” kata saksi Maliki.

Keterangan Maliki Sama dengan keterangan ke 6 saksi lainnya. Saksi juga mengatakan, warga tidak pernah diadakan penyuluhan terkait adanya Prona, sebagai program pemerintah. Saksi tau setelah kasus ini disidik Kejari Surabaya.

Usai persidangan, Agus Amri, selaku Penasehat Hukum (PH) terdakwa menjelaskan bahwa saksi yang dihadirkan Jaksa, tak satupun yang menyebut nama terdakwa.”Semua saksi tidak ada yang mengatakan , yang menarik adalah terdakwa Melainkan Sudarsono. Apakah Sudarsono ini sudah ditetapkan sebagai tersangka ?,” kata Agus dengan nada tanya.

Terpisah, saat dihubungi melalui nomor telepon selulernya (HP), terkait status Sudarsono, Kasi Pidsus Kejari Surabaya, mengatakan semua diperiksa.”Diperiksa semua, tidak hanya Sudarsono saja yang menarik. Ujung-ujungnya keterdakwa,” pungkas Roy.

Untuk diketahui, kasus ini bermula pada tahun 2014 lalu. Saat itu Kelurahan Penjaringan Sari dibawah pimpinan Wahyu Priherdianto sebagai Lurah, mendapat dana Program Nasional Agraria  (Prona) sertifikat gartis bagi 250 Kepala Kelurga diwilayahnya. Namun dalam pelaksanaannya, Wahyu Priherdianto memungut dana bagi setiap pemohon Prona yang besarnya berfariasi.

Pada hal, biaya untuk pengurusan sertifikat tanah warganya termasuk honor bagi panitia telah disediakan dari anggaran yang ada. Masyarakat hanya dikenakan biaya patok tanah dan materai yang tertuang dalam perutaruan Kepala BPN RI tentang pelaksanaan Prona.

Atas tuduhan Jaksa, Wahyu Priherdianto, tidak lagi berkantor di Kelurahan Penjaringan Sari Kecamatan Rungkut, karena terdakwa ditahan penyidik Kejari Surabaya sejak ditetapkan sebagai tersangka dan kini terancam pidana penjara paling lama 5 tahun.  (Redaksi)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top