0
Diar Kusuma Putra, saat sidang di Tipikor (Dok. Bk)
Surabaya – Pemanggilan Ketua Umum Kadin Jatim oleh Kejati Jawa timur, terkait dana hibah yang dikucurkan Pemprov Jatim, diduga berbau kriminalisasi, kasus KADIN jilid II.

Sebab, kasus penggunaan dana hibah yang berasal dari Pemerintah Provinsi Jatim yang diterima KADIN Jatim, dianggap sudah pernah diperiksa dan sudah berkekuatan hukum tetap (inkrah) di pengadilan pada 26 Desember 2015 lalu. Namun, oleh pengurus KADIN Jatim, bahwa Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim sekan “mencari-cari” kasus lain yakni, terkait pembelian saham perdana (IPO) Bank Jatim oleh KADIN pada tahun 2012 silam.

Terkait pembelian saham perdana (IPO) Bank Jatim, yang dianggap bermaslah oleh Lembaga Adiyaksa itu, seperti yang disampaikan kepada Wartawan media ini melalui sambungan telepon, Wakil Ketua Umum KADIN, Adik Dwi Putranto menjelaskan, pembelian saham perdana (IPO) Bank Jatim oleh pengurus KADIN Jatim pada tahun 2012 silam, penting diketahui publik, mengingat Kejaksaan Tinggi Jatim, kembali mengusut ulang dana hibah yang diterima KADIN Jatim.

Menurut Adik, Kejati Jatim pada 30 Desember 2015 lalu, resmi melakukan penyelidikan ulang penggunaan dana hibah yang berasal dari Pemerintah Provinsi Jatim yang diterima KADIN Jatim. Meski perkara tersebut sudah pernah diperiksa dan sudah berkekuatan hukum tetap (inkrah) di Pengadilan pada 26 Desember 2015 lalu.

“Perkara yang ini kan, KADIN jilid dua, yang disebut-sebut fokus kepada penggunaan dana hibah untuk pembelian IPO saham Bank Jatim pada bulan Juli tahun 2012. Saya katakan, bahwa tidak benar dana hibah digunakan untuk pembelian saham Bank Jatim. Semua dapat kita jelaskan dengan terang benderang di sini,” beber Adik yang oleh KADIN ditunjuk sebagai tim Advokasi Hukum, pada, Senin, 8 Januari 2016.

Yang pertama, lanjut Adik. Pada 4 Juli 2012, pengurus KADIN melakukan rapat yang dipimpin oleh Deddy Suhajadi, Wakil Ketua Umum KADIN. Rapat tersebut dihadiri sejumlah pengurus di antaranya, Diar Kusuma Putra, Haries Purwoko, Santoso Tedjo, Mochamad Rizal, Agus Muslim dan Akil Halim. Agendanya adalah menindaklanjuti himbauan Gubernur Jatim agar para pengurus dan anggota KADIN Jatim berpartisipasi membeli IPO saham perdana Bank Jatim.

“Rapat tersebut tidak dihadiri La Nyalla Mahmud Mattalitti, selaku Ketua Umum KADIN Jatim karena saat itu tidak berada di Surabaya,” ungkapnya. “Disepakati di dalam pertemuan itu, para pengurus dan anggota KADIN akan patungan, dengan nominal nilai di kisaran Rp 5 miliar untuk membeli saham perdana itu. Disepakati pula di dalam rapat tersebut, jika pembelian saham oleh pengurus dan anggota KADIN itu diatasnamakan Ketua Umum KADIN Jatim, Pak La Nyalla. Karena memang harus perorangan. Dan KADIN Jatim sebagai organisasi tidak bisa membeli. Rapat selesai, dan teknisnya akan ditindaklanjuti oleh saudara Diar Kusuma Putra,” urai Adik yang juga Ketua Asosiasi Distribusi dan Leveransir (ADIL) Jatim ini.

Yang kedua. Pada tanggal 5 Juli 2012 malam, Diar Kusuma Putra, dihubungi oleh pihak Bank Jatim menanyakan pembelian saham perdana oleh pengurus KADIN Jatim, karena batas waktu pembelian saham perdana tersebut berakhir pada 6 Juli 2012. “Hingga tanggal 6 Juli 2012, Diar Kusuma Putra belum memegang dana setoran dari para pengurus maupun dari anggota KADIN Jatim. Secara teknis dana belum terkumpul. Sehingga, Diar berinisiatif meminjam pakai dana hibah KADIN Jatim, yang belum diperlukan untuk kegiatan, sebagai dana talangan sementara untuk pembelian IPO Saham Bank Jatim.” Pungkasnya

Adik menjelaskan, Ketua Umum KADIN La Nyalla tidak mengetahui persoalan ini. Baru pada tanggal 9 Juli 2012, La Nyalla, mengetahui saat berada di Surabaya tentang ikhwal pinjam pakai talangan dana hibah tersebut. Kontan, La Nyalla meminta KADIN, dengan atas nama dirinya selaku Ketua Umum, untuk membuat surat utang atas dana tersebut.

Pengurus KADIN Jatim Curiga, Ada Hidden Agenda Untuk Melakukan Kriminalisasi Terhadap Ketua Umum

“Karena Pak Nyalla mengetahui, bahwa apa yang dilakukan Diar itu salah secara administrasi. Karena itu, diterbitkanlah surat utang sekaligus untuk menunjukkan bahwa tidak ada modus dan motif tindak pidana dari penggunaan dana hibah yang dipinjam pakai sebagai talangan sementara,” ungkap Andik.

Selanjutnya, menurut Andik. Sejumlah pengurus dan anggota KADIN Jatim yang berkomitmen membeli saham perdana Bank Jatim, mulai menyetorkan uang pribadinya kepada Ketua Umum KADIN Jatim, yang kemudian dikembalikan secara bertahap kepada pengelola dana hibah KADIN Jatim, Diar Kusuma Putra dan Nelson Sembiring, sesuai dengan nilai yang dipinjam pakai oleh Diar. Hingga pada 7 November 2012, semua dana hibah KADIN Jatim yang dipinjam pakai oleh Diar senilai Rp.5,3 miliar telah lunas dan utuh kembali.

Menurut Andik, yang penting untuk dicatat di sini, ada empat hal. Pertama, sampai dana itu utuh kembali pada 7 November 2012, tidak ada perkara hukum yang timbul. Artinya, tidak dipidanakan pada saat itu, (tahun 2012). Kedua, perkara dana hibah KADIN yang diperiksa pada tahun 2015 lalu dan diadili di persidangan pada tahun yang sama, adalah perkara penggunaan dana hibah KADIN Jatim tahun 2011, 2012, 2013 dan 2014. Artinya dana di tahun 2012 sudah diadili dan inkrah. Bahkan Diar Kusuma Putra dan Nelson Sembiring sudah menjadi terpidana selaku pengelola dana tersebut.

Adik Dwi Putranto, menlanjutkan. Yang ketiga, dana hibah yang dipinjam pakai dan kemudian berubah menjadi piutang KADIN dengan terbitnya surat utang, dan telah dikembalikan, itu faktanya sama sekali tidak menimbulkan keuntungan satu rupiah pun kepada pengurus dan anggota KADIN yang memiliki saham di Bank Jatim.

Faktanya, beber Andik. Sesuai laporan pihak sekuritas hingga 31 Maret 2013, tidak ada keuntungan sama sekali. Apalagi dana hibah yang dipinjam pakai sudah kembali utuh pada 7 November 2012. Baru pada bulan April 2013, ada pengurus KADIN Jatim yang memperoleh keuntungan setelah melepas sahamnya.

Yang keempat. Ketua Umum KADIN Jatim, La Nyalla hanya digunakan namanya sebagai representasi organisasi dalam pembelian saham tersebut. Faktanya, La Nyalla tidak memiliki satu lembar saham pun. Karena dari total 12.340.500 lembar saham atas nama Ketua Umum KADIN Jatim, faktanya adalah bahwa itu milik lima orang pengurus/anggota KADIN Jatim.

“Para pemilik saham itu sudah dimintai keterangan oleh Kejati Jatim pada saat penyelidikan perkara KADIN jilid dua ini awal Januari lalu. Dan sudah menyampaikan faktanya. Tapi tiba-tiba 27 Januari 2016 lalu, Kejati menaikkan status penyelidikan menjadi penyidikan. Di dalam KUHAP, penyidikan artinya sudah ada pidana dan alat bukti. Ini yang kami tidak mengerti. Pidana apa dan alat bukti apa. Karena itu wajar, KADIN Jatim menilai ada upaya kriminalisasi dalam perkara jilid dua ini,” tukas Adik.

Jadi, sambung Adik, jika Kejati Jatim tetap memaksakan perkara ini, maka jangan salahkan pengurus KADIN Jatim bila curiga ada hidden agenda untuk melakukan kriminalisasi terhadap Ketua Umum KADIN Jatim.

“Jangan-jangan ini terkait juga dengan perseteruan di PSSI pusat antara Pak Nyalla dengan pemerintah. Maka dicari-cariklah untuk menjerat lewat yang lain. Meskipun dipaksakan. Orang bisa berfikir seperti itu. Karena itu wajar para pengusaha di KADIN Jatim resah. Karena hukum bisa menjadi abuse of power dan tidak memiliki kepastian meski perkara sudah inkrah,” pungkasnya. (Redaksi)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top